Isu mengenai rokok elektronik, atau yang dikenal dengan vape, merupakan salah satu topik yang akhir-akhir ini kerap diperbincangkan. Sebagian kalangan menganggap rokok elektronik merupakan sesuatu yang sangat berbahaya, bahkan lebih berbahaya daripada rokok konvensional, dan maka itu harus dilarang.
Sebagian kalangan lain memiliki pandangan bahwa rokok elektronik tidak lebih berbahaya dan bahkan lebih aman dari pada rokok konvensional. Maka dari itu, pelarangan vape merupakan sesuatu yang tidak masuk akal.
Oleh karena itu, berbagai yurisdiksi di seluruh dunia memiliki aturan rokok elektronik yang berbeda-beda. Di Jepang dan Korea Selatan misalnya, rokok elektronik merupakan sesuatu yang dapat dijual bebas kepada orang dewasa. Sementara di Australia berbeda 180 derajat, dimana rokok elektronik dilarang secara total.
Amerika Serikat memiliki hukum yang berbeda juga. Rokok elektronik dapat dijual bebas, namun hanya yang mengandung perasa menthol dan tembakau original. Rasa lain seperti buah-buahan tidak boleh beredar karena dikhawatirkan akan menarik bagi anak-anak di bawah umur.
Di Indonesia sendiri, belum ada hukum yang melarang rokok elektronik. Vape dalam hal ini dapat dijual bebas, namun dengan regulasi yang ketat dan penjualnya harus memiliki izin dari pemerintah.
Lantas, bagaimana seharusnya kita menanggapi fenomena perkembangan rokok elektronik ini?
*****
Fenomena rokok elektronik tidak bisa dibantah merupakan salah satu dampak dari perkembangan tekonologi yang semakin berkembang. Elektrifikasi terhadap berbagai alat yang kita gunakan sehari-hari adalah salah satu karakteristik dari kehidupan modern yang tidak bisa kita hindari.
Pada masa lalu misalnya, kita menggunakan kertas dan alat tulis untuk membuat catatan. Selain itu, bila kita tidak mengetahui arah tujuan yang akan ditempuh, kita menggunakan peta agar tidak tersesat. Namun, pada saat ini kita dapat menggunakan berbagai peralatan elektronik, seperti telepon seluler dan gadget tablet, untuk membuat catatan dan membaca peta.
Sama juga halnya dengan rokok. Pada masa lalu, rokok konvensional merupakan satu-satunya pilihan bagi seseorang yang ingin mengkonsumsi produk tembakau. Namun, di era sekarang ini, tersedia alat elektronik yang memberikan pilihan bagi seseorang yang ingin merokok diluar dari produk rokok konvensional.
Adanya pro dan kontra terhadap sesuatu yang baru merupakan hal yang sangat biasa terjadi, tidak terkecuali dengan rokok elektronik. Kita tentu tidak bisa memaksa semua orang untuk memiliki pandangan yang sama, baik sepenuhnya mendukung atau menolak penggunaan produk tertentu. Namun, bukan lantas hal tersebut bisa menjadi justifikasi untuk menghilangkan kebebasan seseorang untuk mengambil pilihan bagi dirinya sendiri.
Libertarianisme merupakan gagasan yang menjunjung tinggi kemerdekaan individu. Setiap manusia diakui merupakan pemilik absolut atas diri dan tubuhnya sendiri. Setiap individu juga memiliki hak penuh untuk menentukan pilihan sesuai dengan kehendak yang ia miliki, selama tidak mencelakakan atau melanggar hak orang lain.
Pelarangan vape, baik yang diberlakukan secara penuh seperti di Australia, atau sebagian seperti di Amerika Serikat, tentu merupakan salah satu kebijakan yang secara nyata telah melanggar hak individu. Apa yang seorang individu konsumsi ke dalam tubuhnya dan dilakukan di dalam tempat privat merupakan wilayah pribadi dari individu yang bersangkutan. Hanya negara otoritarian yang memiliki wewenang untuk mengatur seseorang di dalam ranah privatnya.
Berbagai alasan yang digunakan untuk membenarkan pelarangan tersebut juga tidak dapat dijustifikasi. Bila vape memang dianggap berbahaya untuk dikonsumsi, bukankah ada zat dan bahan-bahan lain yang juga dapat membahayakan tubuh. Makanan yang mengandung kolestrol tinggi juga tidak baik untuk di konsumsi. Namun, bukan berarti pelarangan atas makanan tersebut atau penerapan sanksi jika ada yang mengkonsumsi makanan tersebut dapat dibenarkan.
Selain itu, pandangan bahwa rokok elektronik merupakan sesuatu yang membahayakan juga masih diperdebatkan. Pada tahun 2015 misalnya, lembaga pemerhati kesehatan Pemerintah Inggris mengeluarkan laporan pers yang menyatakan bahwa rokok elektronik ternyata 95% lebih aman dari berbagai rokok konvensional yang biasa digunakan selama ini (Public Health England, 2015.)
Lantas bagaimana dengan anak-anak di bawah umur? Bukankah rokok elektronik merupakan sesuatu yang tidak pantas untuk dikonsumsi oleh mereka yang belum dewasa?
Hal ini tentu merupakan sesuatu yang tidak dapat ditolak. Anak-anak adalah kelompok manusia yang belum bisa berpikir secara jernih. Oleh karena itu, pembatasan pilihan yang dilakukan oleh pemerintah merupakan salah satu bentuk perlindungan yang sangat penting terhadap mereka yang belum dewasa.
Bila demikian, tentu solusi yang harus dilakukan adalah mencegah agar anak-anak tidak mengkonsumsi rokok elektronik dan menindak tegas para pelaku usaha yang menjual produk tersebut kepada mereka yang masih di bawah umur. Melarang total suatu hal, termasuk untuk orang dewasa, hanya karena untuk mencegah agar anak-anak tidak menggunakan hal tersebut merupakan sesuatu yang absurd dan tidak masuk akal.
Menyetir kendaraan bermotor misalnya, tentu bukan merupakan aktivitas yang cocok untuk dilakukan anak-anak. Kita bisa melihat berapa banyak kasus kecelakaan kendaraan bermotor karena dikemudikan oleh mereka yang di bawah umur, yang bahkan sampai menimbulkan korban jiwa. Namun, bukan berarti solusi dari hal tersebut adalah pemerintah harus melarang semua kendaraan bermotor.
Sehubungan rokok elektronik yang menggunakan perasa tertentu, apakah hanya anak-anak yang dapat menggunakan produk tersebut? Tentu tidak. Sangat dimungkinkan ada banyak orang dewasa yang menyukai rokok elektronik dengan rasa-rasa tertentu, seperti apel dan strawberry, dan mereka memiliki hak penuh untuk menggunakan produk tersebut apabila sesuai dengan selera mereka.
Di Indonesia sendiri, jumlah konsumen vape terus meningkat. Menurut laporan CNBC Indonesia, sejak bulan September 2019, pengguna vape Indonesia sebesar 1 juta orang (CNBC Indonesia, 2019). Selain itu, industri vape juga menyumbang banyak pemasukan melalui biaya cukai. Cukai vape sendiri, pada bulan November 2019, sudah mencapai 700 miliar rupiah (Waspada.co.id, 2019).
Sebagai penutup, kita bisa mengambil pelajaran dari dampak yang akan ditimbulkan dari berbagai kebijakan pelarangan produk-produk tertentu di masa lalu di berbagai negara. Pelarangan minuman keras di Amerika Serikat pada dekade tahun 1930an misalnya, justru membuat mafia semakin kuat karena hanya mereka yang memiliki sumber daya untuk menyuap aparat penegak hukum dan memproduksi minuman beralkohol secara sembunyi-sembunyi dalam skala yang masif.
Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, ketika minuman beralkohol dilarang di berbagai daerah. Konsumsi atas minuman alkohol palsu dan oplosan menjadi meningkat dan menimbulkan banyak korban jiwa. Hampir bisa dipastikan, hal yang sama akan terjadi bila rokok elektronik dilarang. Sudah sepatutnya kita mengambil pelajaran atas berbagai kejadian tersebut.
Sumber:
https://www.gov.uk/government/news/e-cigarettes-around-95-less-harmful-than-tobacco-estimates-landmark-review Diakses pada 24 Februari 2020, pukul 22.45 WIB.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20190917142712-8-100044/baru-setahun-legal-pengguna-vape-di-indonesia-capai-1-juta Diakses pada 25 Februari 2020, pukul 04.15 WIB.
http://waspada.co.id/2019/12/cukai-vape-di-indonesia-capai-rp700-miliar-lebih-per-tahun/ Diakses pada 25 Februari 2020, pukul 14.30 WIB.

Haikal Kurniawan merupakan editor pelaksana Suara Kebebasan dari Januari 2020 – Januari 2022. Ia merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Haikal menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dengan judul skripsi “Warisan Politik Ronald Reagan Untuk Partai Republik Amerika Serikat (2001-2016).”
Selain menjadi editor pelaksana dan kontributor tetap Suara Kebebasan, Haikal juga aktif dalam beberapa organisasi libertarian lainnya. Diantaranya adalah menjadi anggota organisasi mahasiswa libertarian, Students for Liberty sejak tahun 2015, dan telah mewakili Students for Liberty ke konferensi Asia Liberty Forum (ALF) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun bulan Februari tahun 2016, dan Australian Libertarian Society Friedman Conference di Sydney, Australia pada bulan Mei 2019. Haikal saat ini menduduki posisi sebagai salah satu anggota Executive Board Students for Liberty untuk wilayah Asia-Pasifik (yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, dan New Zealand).
Haikal juga merupakan salah satu pendiri dan koordinator dari komunitas libertarian, Indo-Libertarian sejak tahun 2015. Selain itu, Haikal juga merupakan alumni program summer seminars yang diselenggarakan oleh institusi libertarian Amerika Serikat, Institute for Humane Studies, dimana Haikal menjadi peserta dari salah satu program seminar tersebut di Bryn Mawr College, Pennsylvania, Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2017.
Mewakili Suara Kebebasan, Haikal juga merupakan alumni dari pelatihan Atlas’s Think Tank Essentials yang diselenggarakan oleh Atlas Network pada bulan Februari 2019 di Colombo, Sri Lanka. Selain itu, ia juga merupakan alumni dari workshop International Academy for Leadership (IAF) yang diselenggarakan oleh lembaga Friedrich Naumann Foundation di kota Gummersbach, Jerman, pada bulan Oktober 2018.
Haikal dapat dihubungi melalui email: haikalkurniawan@studentsforliberty.org.
Untuk halaman profil Haikal di Students for Liberty dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk halaman profil Haikal di Consumer Choice Center dapat dilihat melalui tautan ini.