Kekayaan budaya dan etnis bangsa Indonesia yang beraneka ragam, merupakan aset yang berharga dan bernilai guna. Dengan keadaan demikian, sudah seharusnya kita sebagai warga negara dapat ikut serta melestarikannya. Beragam cara dapat kita lakukan untuk melestarikan identitas kita ini. Melindungi ciri khas kain tenun, merupakan salah satu upaya pelestarian yang dapat kita lakukan. Salah satu upaya perlindungan corak kain tenun adalah dengan melakukan registrasi desain industri kain tenun, pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Upaya registrasi ini, dapat kita lakukan dengan bekerja sama dengan jasa konsultan hak kekayaan intelektual yang berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kemenkumham Republik Indonesia. Upaya registrasi desain industri ini sangat penting dilakukan karena semakin maraknya plagiat ataupun peniruan corak kain tenun.
Desain industri, sangat penting untuk perlindungan motif kain tenun. Hal ini dikarenakan, desain industri mampu melindungi suatu kreasi bentuk konfigurasi, atau garis dan warna atau gabungan keduanya yang berbentuk dua ataupun tiga dimensi yang memberikan kesan estetis. Dengan demikian, melalui perlindungan tersebut, tentunya diharapkan dapat mengurangi upaya plagiarisme yang biasa dilakukan oleh banyak oknum tertentu yang tidak bertanggung jawab. Apabila desain industri tersebut sudah didaftarkan pada kementerian ataupun instansi yang terkait, maka secara otomatis hak yang sudah didaftarkan dam mendapat pengakuan dari negara.
Berdasarkan Undang-Undang nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, bila suatu desain industri sudah terdaftar, maka pemegang lisensi tersebut dalam enam bulan sejak pendaftaran harus melakukan dua kualifikasi. Pertama, desain industri tersebut telah dipertunjukkan dalam suatu pameran nasional ataupun internasional di Indonesia ataupun di luar negeri yang resmi atau diakui sebagai resmi. Kedua, telah digunakan di Indonesia oleh pendesain dalam rangka percobaan dengan tujuan pendidikan, penelitian dan pengembangan.
Perlindungan atas motif kain tenun hadir dikarenakan maraknya tindakan plagiat/peniruan/penjiplakan motif kain tenun yang banyak merugikan pengrajin kain tenun. Rendahnya pendaftaran hak kekayaan intelektual, terutama untuk corak kain tenun, menjadi momok yang memprihatinkan bagi kita semua. Kondisi ini sama halnya kita memberikan pintu masuk bagi para oknum pengusaha yang tidak bertanggung jawab dengan secara leluasa untuk menjalankan aksinya tanpa ditindak secara hukum.
Tentunya, kita tahu bahwa istilah plagiat erat kaitannya dengan penjiplakan atau pengambilalihan karangan, corak identitas dan sebagainya, yang merupakan hak milik orang lain dengan tujuan untuk keuntungan pribadi maupun golongan tertentu. Tindakan ataupun upaya plagiat tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana.
Bayangkan saja, dengan banyaknya keanekaragaman yang kita miliki saat ini, baru hanya 60-an hak kekayaan intelektual yang diakui dan sudah melakukan registrasi melalui direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2018).
Perlu kita ketahui, untuk memajukan industri yang mampu bersaing dalam lingkup perdagangan nasional maupun internasional, kita harus mampu menciptakan iklim yang mendorong kreasi dan inovasi masyarakat dalam bidang desain industri. Desain industri merupakan suatu kreasi tentang bentuk konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, garis lurus atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau pun lebih yang memberikan kesan estetis yang diwujudkan melalui pola dan bentuk produk ataupun corak suatu komoditas tertentu.
Menurut ketentuan tersebut, maka dapat kita golongkan bahwa ciri kain tenun tergolong desain industri hak kekayaan intelektual. Pemegang hak kekayaan intelektual tersebut harus memiliki hak khusus untuk menguasai corak ataupun cirinya sendiri. Pemegang lisensi dapat melakukan tindakan dan upaya hukum, apabila mendapat perlakuan yang merugikan kepentingan umum maupun kepentingan dari pemegang hak.
Selain memiliki hak untuk tindakan tersebut, pemilik desain industri dapat melakukan tindakan jual-beli, ekspor-impor, atau mengedarkan barangnya dengan maksud menguntungkan pemegang hak maupun orang lain, selama tidak merugikan kepentingan umum khayalak ramai.
Melalui Undang-Undang No. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, Indonesia memberikan komitmen dalam melindungi corak kain tenun. Indonesia telah mengadopsi perjanjian dengan World Trade Organization (WTO), yang mencakup Agreement on Trade Related Aspect Intellectual Property Rights.
Oleh karena itu, adanya adanya peraturan dan kesepakatan tersebut, maka sudah seharusnya para pemangku kepentingan dan pejabat publik ikut serta secara stimultan untuk melakukan upaya registrasi tersebut. Tentunya, dengan bekerjasama dengan kementerian terkait melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Apabila dalam perjalanannya ada hak-hak pemilik yang merasa dirugikan, maka pihak tersebut dapat menempuh upaya hukum sebagai berikut.
Pemegang hak kekayaan intelektual desain industri atau penerima lisensi dapat mengajukan gugatan kepada siapapun apabila merasa diperlakukan tidak adil dan dirugikan oleh tindakan di luar pemegang hak kekayaan intelektual desain industri tersebut. Adapun kegiatan yang dilarang untuk dilakukan oleh siapapun di luar kendali pemegang lisensi hak kekayaan intelektual tersebut (Pasal 9 Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri).
Kegiatan tersebut, berupa tindakan jual beli, ekspor-impor, ataupun mengedarkan barang yang bukan dalam penguasaan dirinya. Apabila terbukti ada penyelewengan, maka pemegang hak sudah seharusnya melakukan upaya gugatan hukum yang ditujukan kepada oknum di luar pemegang hak tersebut (Pasal 46 Undang-Undang Nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri).
Gugatan tersebut dapat dilakukan di pengadilan niaga. Hal tersebut berupaya untuk menuntut ganti rugi maupun berupaya untuk menghentikan segala bentuk aktivitas semua perbuatan yang berkaitan dengan tindakan yang merugikan pemilik dan pemegang lisensi dari desain industri tersebut. Upaya arbitrase dapat ditempuh juga oleh pemegang hak kekayaan inteketual tersebut, selain gugatan ganti rugi yang diajukan kepada pengadilan niaga. Upaya arbitrase dilakukan sebagai jalan lain diluar upaya gugatan yang dilakukan di pengadilan niaga (Undang-Undang Nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri).
Sebagai penutup, bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan keragaman suku budaya dan adat istiadat daerahnya. Kita memiliki identitas budaya yang menjadi ciri khas dibandingkan bangsa-bangsa lain. Namun hingga hari ini, masih maraknya upaya plagiarisme yang terjadi dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab membuat kekayaan tersebut menjadi hambar. Bayangkan saja, kekayaan kita bisa dicuri dan ditiru tanpa adanya perlindungan.
Corak kain tenun menjadi salah satu contoh kekayaan intelektual yang kerap ditiru. Lantas, apa upaya yang bisa kita lakukan untuk melindungi hak kekayaan kita ini? Upaya yang harus kita buat adalah salah satunya memberikan sosialisasi ke pegiat kain tenun terkait pentingnya melakukan pendaftaran corak kain tenun agar mendapat pengakuan dan tidak diklaim secara sepihak oleh oknum yang tidak bertanggungjawab.
Referensi
Buku
Tim Redaksi Media Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2018. Buletin Media Hak Kekayaan Intelektual, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Jakarta: Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Undang-Undang Hak Atas Kekayaan Intelektual. 2007. Bandung: Citra Umbara.
Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 31 tahun 2000 tentang Desain Industri.

Krisogonus Dagama Pakur, akrab disapa Risno Pakur, adalah seorang advokat publik yang saat ini bekerja di kantor firma hukum Hendra Wijaya & Partners yang beralamat di menara BCA lantai 50 jalan M. H. Thamrin nomor 1, Jakarta Pusat. Selain memiliki rutinitas tersebut, saat ini ia pun aktif dalam memberikan saran yang konstruktif terkait permasalahan sosial dan hukum yang terjadi di masyarakat melalui menulis dalam beberapa media. Beberapa topik penulisan yang sering dibahas oleh Risno, erat kaitannya dengan masalah pemberantasan korupsi, hak asasi manusia, dan perlindungan hak kekayaan intelektual itu sendiri.
Selama mengenyam pendidikan strata satu ilmu hukum, Risno aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan. Dan pada saat itu tahun (2016-2017), ia dipercayakan oleh masyarakat mahasiswa Universitas Trisakti sebagai wakil presiden mahasiswa kepresiden mahasiswa Universitas Trisakti.
Saat ini, Risno sedang mengenyam pendidikan lanjutan strata 2 di Universitas Trisakti dengan mengambil program pengkhususan hukum bisnis. Program studi ini pun sangat berkaitan dengan pembahasan mengenai hukum kekayaan intelektual, yang dimana didalamnya membahas juga terkait perlindungan hak kekayaan intelektual masyarkat adat melalui program indikasi geografis yang diagendakan oleh pemerintah melalui kemntrian hukum dan hak asasi manusia Republik Indonesia.