Memiliki sebuah negara yang aman dan sejahtera mungkin merupakan impian kita semua. Sebuah negara makmur yang menyenangkan dan memberi kepuasan lahir dan batin untuk kita. Visi untuk tinggal di tanah impian telah mendorong orang menciptakan sebuah sistem dan konsepsi dengan harapan, yakni membangun negara yang bahagia dan sejahtera.
Presiden Joko Widodo dalam pidatonya, memiliki visi untuk membuat Indonesia menjadi negara maju di tahun 2045, tepat 100 tahun Republik Indonesia. Ini yang mendorong Presiden Joko Widodo menggencarkan pembangunan dan juga pertumbuhan ekonomi (kompas.com, 27/3/2017).
Namun, dalam membangun sebuah negara maju, tidak cukup hanya mengandalkan pertumbuhan. Tidak cukup hanya dengan membangun infrastruktur berupa jalan tol, gedung mewah atau jalan raya. Diperlukan instrumen yang kuat dalam pembangunan tersebut guna mewujudkan Indonesia yang maju dan sejahtera. Instrumen tersebut mencakup ekonomi, budaya, agama, hukum, dan lainnya. Dalam artikel ini, kita spesifikkan hukum dan ekonomi sebagai fokus utama.
Dalam pidatonya, Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, menerangkan pentingnya stabilitas sebagai syarat penting suksesnya pembangunan. Stabilitas di sini mencakup pada keamanan, ketertiban, dan pertahanan masyarakat. Stabilitas sendiri bersinonim dengan penegakan hukum, sehingga tanpa adanya penegakan hukum, maka stabilitas sangat sulit untuk dicapai (maritim.go.id, 26 Agustus 2019).
Banyak negara yang memiliki sumber daya minyak yang kaya seperti Kongo dan Somalia, namun masih terhitung sebagai negara miskin. Mengapa? Tentu saja, karena di negara tersebut penegakan hukum sangat minim ditambah dengan tingginya angka korupsi.
Maka tak bisa dibantah lagi, bahwa penegakan hukum harus berbanding lurus dengan perbaikan ekonomi pada suatu negara. Nah, permasalahan hukum inilah yang tampaknya masih menjadi batu sandungan bagi visi Presiden untuk mewujudkan Indonesia maju di tahun 2024. Sebab, tanpa adanya penegakan hukum yang adil, kemakmuran dan kesejahteraan akan menjadi lamunan belaka.
*****
Farida Sekti Pahlevi dalam makalahnya menjelaskan bahwa hukum adalah himpunan petunjuk hidup, perintah, larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan kerugian kepada masyarakat, maka diperlukan tindakan oleh pemerintah atau penguasa untuk menegakkan hukum tersebut (Pahlevi, 2019).
Dewasa ini, masalah penegakan hukum tampaknya menjadi problem yang cukup serius. Pasalnya, banyak masyarakat yang tidak puas dengan penegakan hukum yang terjadi di negeri ini. Masih banyaknya kasus-kasus hukum yang tidak selesai, seperti kasus pembunuhan Marsinah, Munir, Sengkon dan Karta, atau kasus korupsi yang jumlahnya gila-gilaan, tetapi pelakunya justru hanya ditahan hanya beberapa hari.
Misalnya saja, kasus korupsi Cessie Bank Bali dan suap penghapusan red notice yang dilakukan oleh Djoko Tjandra hanya diputus oleh hakim selama 2 tahun penjara plus mendapat hak remisi (Pedomantangerang.com, 20/8/2021). Ini berbanding terbalik dengan seorang ibu rumah tangga yang kedapatan mencuri susu, kemudian ditahan selama 6 hari tanpa kepastian dan pendampingan hukum, hingga akhirnya dibela oleh pengacara ulung, Hotman Paris Hutapea (Pedomantangerang.com, 11/9/2021).
Dalam pandangan masyarakat awam, tentu vonis yang dijatuhkan oleh kedua pelaku sangat berbanding terbalik. Tanpa perlu berpikir mendalam, hati nurani siapapun pasti akan memberontak jika mengetahui seorang koruptor yang mencuri harta negara miliaran rupiah hanya dipenjara 2 tahun, sedangkan seorang ibu yang mencuri susu untuk anaknya terancam penjara 5 tahun.
Amarah masyarakat kembali mendidih ketika mengetahui berita mengenai seorang ibu yang ingin melaporkan kasus kasus kekerasan seksual yang menimpa tiga anaknya malah ditolak oleh pihak kepolisian dengan dalih tidak ada bukti kuat.
Kemarahan ini kemudian dituangkan oleh warganet dengan mencuitkan tagar #percumalaporpolisi yang kemudian memaksa pihak kepolisian membuka kembali kasus tersebut setelah mendapat instruksi dari pihak istana (pedomantangerang.com, 10/10/2021).
Jika kita menelaah kasus-kasus di atas (dan masih ada kasus lainnya), kita bisa menyimpulkan kenapa masyarakat semakin skeptis terhadap hukum dan kenapa kriminalitas semakin meningkat. Penyelewengan terhadap hukum, pengabaian hak asasi individu, dan juga adanya birokrat dan aparat penegak hukum yang justru melakukan penyelewengan. Jika hal ini terus dibiarkan, maka akan berimbas pada stagnasi pembangunan, baik ekonomi atau budaya.
*****
Dalam perspektif kebebasan, supremasi hukum dan penegakan hukum yang objektif sangat penting. Pasalnya, hukum dan aturan yang dibentuk dalam konsensus masyarakat, bertujuan untuk menjaga dan melindungi hak-hak individu dari agresi dan ancaman orang lain.
Jika hukum dan keadilan tidak ditegakkan, maka yang terancam adalah kebebasan dan hak asasi manusia. Tiap orang akan merasa dirinya terancam dan tentu saja, muncul hukum jalanan yang menyulap penegakan hukum di Indonesia menjadi “hukum rimba”.
Jika hukum rimba yang tegak, maka kekacauan akan terjadi, misalnya seseorang tanpa merasa takut akan membunuh atau memperkosa orang lain. Begitu juga dalam lapangan birokrasi, korupsi akan merajalela untuk pembangunan akan rentan hilang karena dicuri orang.
Penegakan hukum dan keadilan sangat penting sekali untuk Indonesia yang saat ini tengah berusaha untuk giat membangun ekonomi. Sebab, penegakan hukum adalah prasyarat bagi terciptanya civil society yang bebas dan makmur.
Dalam pandangan libertarian, kebebasan individu tidak membuat seseorang merasa bebas semaunya (liar). Libertarian mengajak agar tiap individu mengeksplorasi kebebasannya dengan mentaati hukum.
Hukum harus menjadi konsensus yang dihormati dan juga ditaati untuk menjaga aturan juga ketentraman sosial. Agar setiap orang bisa tenang dan tidak merasa terganggu dengan individu lainnya yang hendak merampas haknya. Hak hidup itu sendiri merupakan sesuatu yang esensial dalam diri manusia yang tidak dapat dirampas oleh siapapun juga.
Tidak boleh orang merebut kepemilikan orang lain dan juga tidak boleh individu lain melakukan pemaksaan kehendak pada individu lainnya. Libertarian dan para filsuf yang mendukung kebebasan dengan mantap mengatakan bahwa hukum harus ditegakkan demi terjaganya kebebasan dan hak manusia lainnya.
Dalam hal ini, negara diberikan wewenang oleh rakyat untuk menegakkan keadilan dan juga melakukan penertiban pada orang-orang yang diduga telah melanggar hukum dan mencederai hak orang lain.
Hukum dan Ekonomi
Perlu dicatat bahwa, penegakan hukum sebanding dengan kemakmuran rakyat. Mengapa bisa begitu? Karena, penegakan hukum dan jaminan keamanan akan berbanding lurus dengan meningkatnya aktivitas manusia. Jika aktivitas manusia meningkat dan mobilitas usaha terjamin keamanannya, maka perekonomian akan tumbuh kembali.
Bayangkan jika keamanan masyarakat terganggu dan perampasan hak terjadi, entah itu karena pencurian, pemerkosaan, bahkan pungli yang dilakukan oleh gerombolan berkedok ormas, walhasil perekonomian negara akan segera ambruk. Sebab, aktivitas masyarakat tidak berjalan normal karena diganggu oleh para penjahat yang mengusik keamanan masyarakat.
Seperti yang terjadi di Percutseituan, Sumatera Utara, seorang ibu pedagang cabai dianiaya empat preman karena tidak mau menyerahkan uang sebesar Rp5000 kepada mereka. Para pedagang tak bisa membela karena takut oleh intimidasi preman (pedomantangerang.com, 11/10/2021).
Kasus ini merupakan bukti terganggunya aktivitas ekonomi warga akibat kejahatan merajalela dan terkesan dibiarkan oleh aparat penegak hukum. Jika hal ini berlangsung terus, maka iklim usaha dan investasi dalam negeri akan terhambat.
Frederic Bastiat mengatakan bahwa dengan tegaknya hukum, mekanisme ekonomi dapat berjalan. Pemerintahan, dengan instrumen hukum harus dapat menjamin hal ini. Artinya, hukum harus dibangun untuk melindungi kebebasan (Bastiat, 2012).
Kembali kepada mimpi Presiden Joko Widodo untuk membuat Indonesia menjadi negara maju di tahun 2024, impian ini sangat kita apresiasi. Namun, yang harus diperhatikan adalah, selama penegakan hukum semrawut dan terjadi pembiaran, maka mimpi Indonesia makmur hanya menjadi lamunan manis belaka.
Referensi
Buku
Bastiat, Frederic. 2012. Hukum: Rancangan Klasik Untuk Membangun Masyarakat Merdeka. Jakarta: FNF.
Jurnal
Pahlevi, Farida Sekti. 2019. “Harmonisasi Hukum Ekonomi dalam Mewujudkan Kemakmuran Masyarakat Indonesia”, dalam Jurnal Activia: Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 2, no. 1.
Internet
https://amp.kompas.com/nasional/read/2017/03/27/15123691/ini-strategi-jokowi-menuju-indonesia-emas-2045 Diakses pada 23 Oktober 2021, pukul 07.31 WIB.
https://maritim.go.id/menko-luhut-stabilitas-adalah-syarat-utama-pertumbuhan/ Diakses pada 23 Oktober 2021, pukul 08.23 WIB.
https://pedomantangerang.pikiran-rakyat.com/hukum/pr-072429609/djoko-tjandra-koruptor-cessi-bank-bali-dapat-remisi-2-bulan-tahanan-kok-bisa?page=2 Diakses pada 23 Oktober 2021, pukul 09.05 WIB.
https://pedomantangerang.pikiran-rakyat.com/hukum/pr-072775231/ibu-ibu-dipalak-preman-lapor-polisi-eh-malah-jadi-tersangka Diakses pada 23 Oktober 2021, pukul 09.15 WIB.
https://pedomantangerang.pikiran-rakyat.com/hukum/pr-072771659/istana-kepresidenan-minta-polri-segera-buka-kembali-kasus-3-anak-saya-diperkosa-di-luwu-timur Diakses pada 23 Oktober 2021, pukul 09.01 WIB.

Reynaldi adalah seorang aktivis muslim moderat yang tertarik untuk mengembangkan ide-ide mengenai toleransi, kemanusiaan, kebebasan, dan kerukunan antar umat beragama. Email: adisuryareynaldi@gmail.com