Presiden Joko Widodo baru saja melantik dua menteri dan tiga wakil menteri dalam perombakan atau reshuffle kabinet pada Rabu, (15/6). Hal ini dilakukan untuk melakukan penyegaran kabinet dan diharapkan dapat membuat kerja kabinet menjadi lebih lincah, termasuk dalam menghadapi tantangan global seperti persoalan pangan dan inflasi (Setkab.go.id).
Adapun lima anggota baru Kabinet Indonesia Maju yang dilantik Presiden Joko Widodo adalah Zulkifli Hasan sebagai Menteri Perdagangan (Mendag), Hadi Tjahjanto sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Wempi Wetipo sebagai Wakil Menteri Dalam Negeri, Afriansyah Noor sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan, dan Raja Juli Antoni sebagai Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN (Setkab.go.id).
Tidak dapat dipungkiri bahwa kinerja pemerintahan menjadi sorotan. Salah satu fenomena yang menarik terkait kinerja yang disorot hingga saat ini adalah sejak munculnya kelangkaan dan melonjaknya harga minyak goreng. Kebijakan stabilisasi harga melalui intervensi harga kebutuhan pokok termasuk minyak goreng merupakan salah satu program kebijakan pemerintah tidak menunjukkan hasil. Padahal kepentingan pemerintah pada waktu itu adalah minyak goreng menjadi salah satu barang yang penting karena menyangkut kepentingan khalayak luas.
Seperti diketahui, pemerintah telah melakukan beberapa hal diantaranya adalah memberikan subsidi terhadap selisih harga, mengatur aturan terkait Harga Eceren Terandah (HET), dan beberapa kebijakan lainnya. Namun, alih-alih kebijakan yang dilakukan memberikan solusi terhadap masalah tersebut, faktanya kebijakan yang dilakukan tersebut malah menyebabkan distorsi pasar dan merugikan konsumen secara keseluruhan.
Hal ini setali tiga uang dengan hasil beberapa survei nasional yang menunjukkan bahwa kepuasan terhadap Presiden Jokowi kembali menurun. Penurunan ini secara umum disebabkan oleh kesenjangan antara ekspektasi kebijakan dengan realitas di lapangan terkait penanganan minyak goreng (kontan.co.id, 15/5/2022).
Selain itu, tantangan dengan ketidakpastian global yang terjadi pada saat ini merupakan hal yang cukup menjadi perhatian banyak pihak. Berbagai perkembangan dunia, seperti krisis ekonomi, inflasi, hingga dampak Perang Rusia-Ukraina harus menjadi fokus perhatian dalam beberapa waktu ke depan. Bahkan, isu kelangkaan, seperti pangan, energi dan banyak hal lainnya juga tidak bisa dikesampingkan.
Oleh karena itu, pendekatan perombakan kabinet dengan asumi bahwa hal tersebut dilakukan dalam rangka untuk melakukan evaluasi kinerja barangkali justru mendapatkan apresiasi publik. Sebaliknya, perombakan ini juga memantik pro dan kontra jika ditarik kepada aspek politik.
Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa kewenangan perombakan atau reshuffle kabinet sepenuhnya ada pada Presiden. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi dan dalam menyelenggarakan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab berada di tangan, termasuk pemberhentian maupun pengangkatan menteri untuk membantu Presiden.
Namun, pemberhentian maupun pengangkatan menteri yang telah terjadi selama ini merupakan salah satu contoh praktik ketatanegaraan yang terkadang menyebabkan timbulnya permasalahan yang berkaitan dengan hak prerogatif. Secara hukum, pemberhentian dan penggantian menteri merupakan kewenangan Presiden sebagai pemegang hak prerogatif tersebut. Namun, dalam praktiknya, peristiwa ini kemudian memunculkan penilaian, bahwa selama ini hak prerogatif bukan murni dilaksanakan untuk memenuhi tugas kewajiban konstitusional Presiden, tetapi sering dipergunakan sebagai imbal jasa politik (Kaharudin, dkk, 2016).
Dengan demikian, tentu menjadi penting menempatkan posisi pendekatan perombakan kabinet dengan asumi bahwa hal tersebut dilakukan dalam rangka untuk melakukan evaluasi kinerja di atas aspek politik. Hal ini bisa dilihat melalui bagaimana pelaksanaan reshuffle ini berdampak terhadap kepercayaan publik terhadap pemerintah. Dengan hasil kinerja yang dilakukan oleh pemerintah, maka publik akan mampu memberikan penilaian apakah asumsi peombakan yang menempatkan evaluasi di atas politik apakah dilakukan atau tidak.
Selain itu, jika ditanya kebutuhan politik Presiden, jawaban yang tepat adalah justru mempertahankan dan meningkatkan kinerja pemerintah yang ke depannya akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan publik. Seiring dengan munculnya banyak isu politik yang mengkritik terhadap Presiden dan pemerintahan, seperti isu masa jabatan tiga periode misalnya.
Dengan demikian, pengejawantahan marwah konstitusi dalam menerapkan nilai-nilai demokrasi tidak hanya menjadi slogan dan sekedar formalitas semata.
Referensi
Jurnal
Kaharudin, H, dkk. “Hak Prerogatif Presiden dalam pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Berdasarkan UUD 1945”. Diakses pada 22 Juni 2022, pukul 11.00 WIB, melalui https://media.neliti.com/media/publications/113900-ID-hak-prerogatif-presiden-dalam-pengangkat.pdf
Website
https://nasional.kontan.co.id/news/survei-indikator-minyak-goreng-menggerus-kepuasan-publik-terhadap-kinerja-jokowi Diakses pada 22 Juni 2022, pukul 14.00 WIB.
https://setkab.go.id/soal-reshuffle-kabinet-seskab-kewenangan-penuh-presiden/ Diakses pada 22 Juni 2022, pukul 10.00 WIB.

Galang Taufani adalah Managing Editor di Suara Kebebasan. Galang adalah lulusan program Sarjana Hukum (2013) dan Magister Hukum (2016) di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang. Sebelum bergabung di Suara Kebebasan, Galang pernah bekerja sebagai wartawan, peneliti, dan dosen sejak tahun 2013. Galang menulis banyak karya berupa buku, jurnal, dan artikel ilmiah. Bidang yang digeluti olehnya, yaitu adalah bidang Hukum, Kebijakan Publik, Pajak, Filsafat, dan Sastra.