Judul Film: The Report
Sutradara: Scott Z. Burns
Tahun Rilis: 2019
Durasi: 119 Menit
Studio: Amazon Studios
Serangan 11 September 2001 merupakan salah satu kejadian yang paling membekas di benak masyarakat Amerika Serikat, khususnya mereka yang duduk di bangku pemerintahan. Kejadian yang sangat memprihatinkan sekaligus mengejutkan ini telah menyadarkan rakyat Amerika bahwa terorisme internasional merupakan persoalan yang sangat serius dan harus segera dapat diselesaikan agar serangan serupa tidak kembali terjadi.
Tidak sampai satu bulan setelah serangan tersebut terjadi, Presiden Amerika Serikat, George W. Bush, memutuskan untuk menginvasi Afghanistan. Invasi yang menjatuhkan rezim Taliban yang berkuasa tersebut bertujuan untuk memburu dalang dari Serangan 11 September dan pemimpin Al-Qaeda, Osama Bin Laden, yang dinyatakan oleh Presiden Bush dilindungi oleh Taliban (history.com, 27/7/2010).
Tidak hanya itu, Serangan 11 September 2001 juga membuat Presiden Bush menyatakan seruan Perang Melawan Teror (War on Terror). Dalam pidatonya di hadapan Kongres Amerika Serikat tahun 2002, Bush menyampaikan bahwa Amerika harus memenagkan perang melawan teror tersebut (politico.com, 29/1/2019).
Namun, belakangan diketahui, ada banyak jejak kelam yang dilakukan oleh Amerika Serikat dalam melakukan perang tersebut. Tidak sedikit orang-orang yang yang dituduh terlibat dalam kelompok teror yang ditangkap dan dipenjarakan secara paksa oleh militer Amerika Serikat, Tidak jarang juga mereka mendapatkan siksaan ketika tengah diinterogasi oleh lembaga intelejen Negeri Paman Sam.
Terkuaknya skandal tersebut membuat beberapa anggota Kongres Amerika Serikat mengupayakan untuk membuat investigasi independen untuk membuka apa yang sebenarnya terjadi, dan bagaimana Pemerintahan Presiden Bush menjalankan perang melawan teror. Salah satu investogator yang dipekerjakan oleh Kongres Amerika Serikat adalah Daniel J. Jones.
Jones merupakan salah satu staf dari senator asal California, Dianne Feinstein. Kisah Jones tersebut diabadikan dalam film “The Report”, yang disutradarai oleh Scott Z. Burns, dan dirilis pada tahun 2019.
Film tersebut diawali ketika Jones, yang diperankan oleh aktor Adam Driver, diberi tugas oleh Senator Dianne Feinstein, yang pada saat itu merupakan Ketua Komite Intelejen Senat yang bertugas untuk mengawasi lembaga-lembaga intelijen di Amerika, untuk menginvestigasi lembaga intelejen Amerika Serikat, Central Intelligence Agency (CIA). CIA dalam hal ini diketahui menghancurkan rekaman penyiksaan yang mereka lakukan terhadap para terduga teroris, di mana berita tentang penghancuran tersebut sebelumnya terkuak dan diberitakan oleh harian The New York Times.
Untuk menjalankan tugasnya tersebut, Jones diberikan kantor khusus di markas CIA di Virginia dan seperangkat tim. Ruangan tersebut berisi komputer dan dokumen-dokumen CIA yang dibutuhkan oleh Jones dan timnya untuk menjalankan investigasi tersebut, dan tidak ada seorangpun dari CIA yang diizinkan untuk masuk ke ruangan tersebut tanpa seizin Jones.
Flashback ke tahun 2001, pasca Serangan 11 September, lembaga-lembaga intelijen Amerika, termasuk CIA, berada pada siaga tinggi, dan berupaya untuk memburu mereka yang terlibat serangan tersebut dan mencegah agar serangan yang sama tidak kembali terjadi. Salah satu petinggi CIA menyarankan untuk membangun penjara-penjara rahasia di luar tanah Amerika untuk menangkap dan memenjarakan para terduga teroris, karena memenjarakan seseorang di tanah Amerika tanpa peradilan adalah hal yang melanggar hukum dan konstitusi Negeri Paman Sam.
Pada tahun 2002, salah satu orang yang dianggap sebagai petinggi Al-Qaeda, Abu Zubaydah, berhasil ditangkap, namun bukan oleh agen CIA, melainkan agen Federal Bureau Investigation (FBI). CIA akhirnya bersikeras untuk dilibatkan dalam interogasi Zubaydah, karena hal tersebut bukan hanya terkait dengan tindakan kriminal, yang merupakan yurisdiksi FBI, namun juga sangat berkaitan erat dengan intelijen, yang merupakan tugas utama dari CIA. Untuk menjalankan interogasi tersebut, CIA mempekerjakan dua psikolog bernama James Mitchell dan Mitchell Jessen, yang memperkenalkan metode yang disebut Enhanced Interrogation Techniques (EIT).
Untuk mendapatkan informasi dari Zubaydah dan para terduga teroris lainnya yang ditangkap, metode EIT meliputi berbagai cara, seperti menutup kepala dengan kain dan menuangkan air, yang dikenal dengan nama waterboarding, larangan tidur, memasukkan ke peti kecil, dan lain sebagainya. Berbagai praktik tersebut dianggap oleh berbagai pihak sebagai bentuk penyiksaan.
Kenyataannya, Abu Zubaydah bukanlah petinggi Al-Qaeda, dan CIA Bush bahwa ia adalah petinggi Al-Qaeda untuk membenarkan EIT yang dilakukan kepada Zubaydah. CIA sendiri tidak berhasil mendapatkan informasi yang berarti dari Zubaydah setelah EIT yang dilakukan terhadap tahanan tersebut berkali-kali.
Jones sendiri mewawancarai agen FBI yang terlibat dalam penangkapan Zubaydah, Ali Soufan. Soufan, yang bisa berbahasa Arab, mengatakan kepada Jones bahwa Zubaydah sebelumnya sudah bersedia berbicara kepada FBI tanpa harus melalui proses EIT. Setelah CIA beserta kontraktorya datang ke penjara rahasia tempat Zubaydah ditahan, Zubaydah menjadi tidak lagi bersedia untuk bekerja sama dan tidak memberikan informasi yang berguna.
Di markas CIA, Jones juga didatangi oleh salah satu petugas CIA yang menentang EIT, yang juga bertugas di sel Zubaydah, secara rahasia. Ia mengatakan bahwa banyak petugas CIA yang menentang program tersebut, termasuk dirinya, dan ia telah mengatakan keberatan kepada atasannya dan menginginkan dirinya dipindahtugaskan dari penjara rahasia CIA.
Ketika sedang menginvestgasi dokumen yang diberikan CIA, Jones menemukan dokumen yang dikenal dengan nama “Penetta Review” (Laporan Penetta), yang ditulis oleh Direktur CIA pada tahun 2009 – 2011. Penetta ketika menjabat melakukan studi terhadap program EIT yang dijalankan oleh CIA, dan terbukti bahwa program tersebut gagal memberikan informasi intelijen yang signifikan. Laporan tersebut sendiri tidak diberikan oleh CIA secara resmi, dan kemungkinan besar diletakkan di dokumen Jones oleh whistleblower dari CIA.
Jones memberikan dokumen tersebut kepada Senator Mark Udall. Udall sendiri menyampaikan isi laporan tersebut dalam sesi sidang tanya jawab dengan salah seorang calon petinggi CIA yang dinominasikan, pada tahun 2014. Direktur CIA pada saat itu, John Brennan, akhirnya mengetahui kalau Jones memiliki Laporan Penetta tersebut, yang tidak diberikan oleh lembaga intelijen tersebut. CIA segera bersikeras untuk menuntut Jones dengan tuduhan spionase karena membongkar dokumen rahasia.
CIA sendiri akhirnya mengambil keputusan untuk mendobrak ruangan rahasia milik Senat Amerika Serikat tampat Jones dan timnya bekerja di Markas CIA. Atas masukan dari pengacaranya, Jones yang terancam akan dipenjara karena membuka Laporan Penetta, akhirnya membongkar kejadian pendobrakan ruangan rahasia milik Senat tersebut oleh CIA kepada jurnalis The New York Times.
Senator Feinstein, yang sebelumnya marah kepada Jones karena membuka kejadian tersebut kepada media, akhirnya membela Jones dalam pidatonya di Senat Amerika Serikat, dan mengecam tindakan pendobrakan paksa ruangan rahasia milik Senat oleh CIA karena melanggar prinsip pemisahan kekuasaan (separation of powers). CIA sendiri lantas membatalkan tuntutannya terhadap Jones.
Laporan tersebut, yang terdiri lebih dari 6.000 halaman, akhirnya diselesaikan oleh Jones dan bersiap dipublikasi oleh Senat. Setelah dibuka, publik akhirnya mengetahui bahwa program EIT yang dilakukan CIA untuk menginterogasi orang-orang yang ditangkap dan dituduh sebagai bagian dari organisasi teroris terbukti tidak berhasil dalam menyediakan informasi intelijen yang bermanfaat untuk menghentikan serangan teror.
Film The Report sendiri merupakan salah satu film yang mendapat berbagai penghargaan karena telah mengangkat isu penting mengenai kebebasan sipil dan hak asasi manusia (HAM). Pada tahun 2019 misalnya, lembaga pegiat HAM asal Amerika Serikat, Human Rights First, memberikan penghargaan Sidney Lumet Award for Integrity in Entertainment untuk film tersebut (humanrightsfirst.org, 29/8/2019).
Melalui film ini, kita juga belajar mengenai pentingnya check and balances dan pengawasan terhadap lembaga negara di negera demokrasi. Jangan sampai, di sebuah negara demokrasi, ada lembaga yang sangat kuat, yang tidak bisa diawasi dan dikontrol oleh publik, sehingga mereka bisa melakukan hal apapun hingga melanggar hukum dengan bebas.
Referensi
https://www.history.com/this-day-in-history/u-s-led-attack-on-afghanistan-begins Diakses pada 23 Mei 2021, pukul 10.25 WIB.
https://www.politico.com/story/2019/01/29/bush-axis-of-evil-2002-1127725 Diakses pada 23 Mei 2021, pukul 11.15 WIB.
https://www.humanrightsfirst.org/press-release/human-rights-first-honors-report-lumet-award Diakses pada 23 Mei 2021, 14.10 WIB.

Haikal Kurniawan merupakan editor pelaksana Suara Kebebasan dari Januari 2020 – Januari 2022. Ia merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Haikal menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dengan judul skripsi “Warisan Politik Ronald Reagan Untuk Partai Republik Amerika Serikat (2001-2016).”
Selain menjadi editor pelaksana dan kontributor tetap Suara Kebebasan, Haikal juga aktif dalam beberapa organisasi libertarian lainnya. Diantaranya adalah menjadi anggota organisasi mahasiswa libertarian, Students for Liberty sejak tahun 2015, dan telah mewakili Students for Liberty ke konferensi Asia Liberty Forum (ALF) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun bulan Februari tahun 2016, dan Australian Libertarian Society Friedman Conference di Sydney, Australia pada bulan Mei 2019. Haikal saat ini menduduki posisi sebagai salah satu anggota Executive Board Students for Liberty untuk wilayah Asia-Pasifik (yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, dan New Zealand).
Haikal juga merupakan salah satu pendiri dan koordinator dari komunitas libertarian, Indo-Libertarian sejak tahun 2015. Selain itu, Haikal juga merupakan alumni program summer seminars yang diselenggarakan oleh institusi libertarian Amerika Serikat, Institute for Humane Studies, dimana Haikal menjadi peserta dari salah satu program seminar tersebut di Bryn Mawr College, Pennsylvania, Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2017.
Mewakili Suara Kebebasan, Haikal juga merupakan alumni dari pelatihan Atlas’s Think Tank Essentials yang diselenggarakan oleh Atlas Network pada bulan Februari 2019 di Colombo, Sri Lanka. Selain itu, ia juga merupakan alumni dari workshop International Academy for Leadership (IAF) yang diselenggarakan oleh lembaga Friedrich Naumann Foundation di kota Gummersbach, Jerman, pada bulan Oktober 2018.
Haikal dapat dihubungi melalui email: haikalkurniawan@studentsforliberty.org.
Untuk halaman profil Haikal di Students for Liberty dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk halaman profil Haikal di Consumer Choice Center dapat dilihat melalui tautan ini.