Resensi Film: Resistance

387

Judul Film:     Resistance

Sutradara:     Jonathan Jakubowicz

Tahun Rilis:  2020

Durasi:            120 Menit

Studio:            IFC Films

 

Dekade 1940-an merupakan salah satu dekade paling kelam dalam sejarah Eropa. Pada dekade tersebut, Eropa tengah berada di bawah ancaman pendudukan Nazi Jerman, yang berambisi untuk menguasai seluruh benua tersebut, dan pada akhirnya seluruh dunia.

Kalahnay Jerman pada Perang Dunia I tahun 1918 telah membawa kehancuran yang besar bagi negara tersebut. Jerman mengalami resesi ekonomi berkepanjangan, dan kehilangan banyak wilayah dan koloninya. Partai Nazi akhirnya meraih suara terbesar pada Pemilu Fedearl Jerman pada tahun 1933, dengan harapan Hitler dapat mengangkat Jerman dari keterpurukan (dw.com, 5/3/2013).

Rezim totalitarian Nazi Jerman di bawah Adolf Hitler telah melancarkan Perang Dunia II setahun sebelumnya pada awal bulan September 1939, ketika Jerman menginvasi Polandia. Setelah berhasil menduduki Polandia, Hitler melancarkan serangan dan menduduki negara-negara tetangga Jerman lainnya, seperti Denmark, Norwegia, Belanda, Belgia, Luxemburg, dan Prancis (history.com, 25/2/2021).

Namun, pendudukan yang dilakukan oleh Nazi Jerman terhadap negara-negara tetanggaya tersebut bukan tanpa perlawanan. Ada banyak perlawanan yang dilakukan oleh berbagai gerakan di negara-negara yang dikuasai oleh Hitler.

Salah satu tokoh perlawanan tersebut adalah aktor dan seniman pantomim asal Prancis beretnis Yahudi, Marcel Marceau, yang berjuang dengan kelompok-kelompok perlawanan di Prancis melawan Nazi Jerman. Kisah perjuangan Marceau tersebut diabadikan dalam film berjudul “Resistance”, yang digarap oleh sutradara asal Venezuela, Jonathan Jakubowicz. Marceau sendiri riperankan oleh aktor Amerika Serikat, Jesse Eisenberg.

Film ini dibuka di kota Munich pada tahun 1938, ketika tentara Nazi menyerang sebuah rumah seorang gadis Yahudi bernama Elsbeth. Tentara Nazi tersebut lantas membunuh orang tua gadis tersebut. Tidak hanya satu rumah, tentara Nazi juga menyerang dan membunuhi penduduk Yahudi di kota Munich.

Berpindah ke Paris di tahun yang sama, Marceau sedang melakukan salah satu pertunjukannya di sebuah bar di ibukota Paris tersebut, dan ia memerankan Charlie Chaplin. Namun, ayahnya yang datang mengunjungi mengira ia sedang memerankan Hitler.

Nazi sendiri banyak memindahkan anak-anak Yahudi di Jerman ke Prancis. Orang tua dari anak-anak tersebut sudah dibunuhi oleh tentara Nazi. Marceau sendiri diajak oleh salah satu kawannya untuk menjadi relawan untuk membantu mengurusi sebagian anak-anak tersebut, yang jumlahnya lebih dari 100 orang, di mana salah satunya adalah Elsbeth. Marceau sendiri menghibur anak-anak tersebut melalui aksi pantomimnya, untuk membantu mereka terobati dari luka trauma kehilangan orang tua mereka.

Setahun kemudian, Jerman Nazi menyerang Polandia, dan Perang Dunia II akhirnya meletus. Hitler sendiri di Jerman sudah berpidato lantang untuk menghabisi seluruh umat Yahudi di Eropa. Sebagai akibat dari serangan Jerman tersebut, Inggris dan Prancis menyatakan perang terhadap Hitler. Marceau bersama relawan lain berusaha untuk memindahkan anak-anak tersebut dari Paris ke wilayah selatan Prancsi yang lebih aman. Jerman sendiri akhirnya menyerang Prancis dan berhasil menduduki Paris ada tahun 1940.

Pada bulan 1941, Marceau bersama anak-anak tersebut dan relawan lainnya sudah tinggal di selatan Prancis selama 1 tahun. Wilayah selatan Prancis sendiri diperintah oleh rezim boneka Nazi, yang dikenal dengan nama Vicky France. Marceau diajak oleh para sukarelawan lainnya untuk mengangkat senjata melawan pendudukan Nazi, namun Marceau ragu apakah ia bisa melakukan hal tersebut.

Setelah dicegat oleh polisi Vichy France, Marceau akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan kelompok perlawanan bersama kakaknya. Ia pun berupaya memberi tahun ayahnya mengenai keputusannya tersebut, dan ayahnya menyetujuinya.

Pada tahun 1942, Nazi akhirnya berhasil menguasai seluruh Prancis, hingga ke wilayah selatan. Saat itu, kota di Prancis yang menjadi pusat perlawanan adalah Lyon. Marceau sendiri menyerang seorang tentara Nazi di kota tersebut, dan terlibat dengan gerakan perlawanan di Lyon.

Rekan-rekan Marceau tersebut menggunakan kemampuan menggambar dan desain Marceau untuk membuat paspor palsu. Gerakan perlawanan sendiri akhirnya mendapatkan senjata selundupan untuk melawan Nazi. Namun, dua rekan perempuan kakak beradik dari gerakan perlawanan tersebut, Emma dan Mila, ditangkap oleh polisi rahasia Nazi, Gestapo. Mila disiksa oleh komandan Gestapo, Klaus Barbie, sementara Emma dilepaskan.

Marceu, kakaknya, dan Emma akhirnya menyadari mereka tidak memiliki kekuatan untuk melawan Nazi. Satu-satunya yang bisa mereka lakukan adalah untuk menyelamatkan anak-anak Yahudi yang menjadi pengungsi akhirnya bisa selamat. Merek akhirnya memutuskan untuk membawa anak-anak tersebut ke Swiss.

Namun, ketika sedang melakukan perjalanan dengan menggunakan kereta api, mereka dicegat oleh tentara Nazi di salah satu stasiun. Anak-anak Yahudi tersebut sebelumnya disamarkan oleh Marceau dan para relawan menjadi anak-anak Katolik, dan diajari lagu-lagu pujian. Setelah tentara Nazi memasuki salah satu gerbong kereta, Marceau menyuruh anak-anak tersebut untuk menyanyikan “Ave Maria” untuk mengelabuhi para tentara Nazi.

Marceau, para relawan, dan anak-anak Yahudi tersebut harus melewati pegunungan Alpen untuk sampai di Swiss. Namun, tentara Nazi menangkap pastor dari Gereja tempat anak-anak tersebut disembunyikan di Lyon. Di bawah ancaman Nazi, pastor tersebut memberi info kalau anak-anak yang kabur tersebut adalah anak-anak Yahudi. Tentara Nazi lantas langsung mengejar Marceau dan anak-anak tersebut ke pegunungan Alpen.

Anak-anak tersebut akhirnya berhasil diselamatkan dan mencapai Swiss.Film ini  sendiri ditutup ketika Marceau menghibur tentara Amerika Serikat di Prancis pada tahun 1945, setelah Nazi berhasil dikalahakan. Karena Marceau mampu berbahasa Prancis, Inggris, dan Jerman, setelah Prancis dibebaskan dari Nazi, ia dipilih sebagai salah satu penerjemah Jenderal Amerika Serikat, Jenderal George Patton. Setelah perang, Marceau sendiri menjadi semakin terkenal, dan menjadi salah satu seniman pantomim paling ternama di dunia (history.com, 7/5/2019).

Sebagai penutup, kisah heroisme dari Marceau dan rekan-rekannya dalam menyelamatkan anak-anak Yahudi dari kekejaman Nazi merupakan kisah yang sangat luar biasa dan harus selalu kita kenang. Melalui kisah Marceau dan seluruh kelompok perlawanan melawan Nazi di berbagai negara Eropa pada Perang Dunia II, kita belajar, bahwa selalu ada cara untuk melawan ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan kejahatan.

 

Referensi

https://www.dw.com/en/voting-in-the-midst-of-nazi-terror/a-16646980 Diakses pada 27 November 2021, pukul 11.15 WIB.

https://www.history.com/news/marcel-marceau-wwii-french-resistance-georges-loinger Diakses pada 27 November 2021, pukul 16.20 WIB.

https://www.history.com/topics/world-war-ii/world-war-ii-history Diakses pada 27 November 2021, pukul 11.30 WIB.