Reformasi Belum Selesai!

    823

    Reformasi sudah menginjakkan kaki selama 21 tahun. Dalam konteks sejarah perkembangan peradaban manusia, umur 21 tahun  masih  terlalu  muda dan sebentar.  Bisa dibilang kita masih terus berproses mematangkan diri dan terus berproses mewujudkan cita-cita reformasi. Kita masih terus berusaha untuk  melepas seutuhnya  cara pikir, sistem, dan tatanan lama yang totaliter, sehingga menyebabkan  krisis moneter dan krisis kemanusiaan.

    Tanggal 23-24 September lalu adalah hari terpenting dalam sejarah republik kita di era Reformasi ini, dimana mahasiswa datang berbondong-bondong dengan berbeda almamater, beda daerah, beda kampus, namun memiliki satu tujuan, yaitu menyelamatkan demokrasi dan meluruskan cita-cita reformasi.

    Ada apa dengan reformasi kita? Reformasi kita adalah sebuah jalan bagi munculnya era demokrasi dan kebebasan sipil. Reformasi diperjuangkan oleh para mahasiswa dan rakyat tahun 1998 sebagai bukti bahwa rakyat membutuhkan kebebasan, bukan sekedar retorika pembangunan. Kebebasan yang termaktub dalam cita-cita reformasi itulah yang dapat mengakomodasi seluruh keinginan individu, tiap individu bebas berekspresi, bebas berkarya, bebas berpikir, dan bebas mewujudkan keinginannya tanpa harus takut oleh elit brokrasi yang suka mencatut atau sok mengatur hidup orang lain.

    Ya, kita baru berjalan selama 21 tahun, dan halangan datang silih berganti dari tokoh-tokoh tua yang terbiasa hidup enak dan dimanja oleh orde sebelumnya. Indonesia masih ditelikung oleh oligarki dan elit-elit yang duduk enak mengangkangi masyarakat. Puncaknya adalah cita-cita mereka dalam merealisasikan RUU KPK dan RKUHP yang sangat menodai demokrasi.

    Tujuan reformasi adalah kontrol rakyat pada pemerintah melalui pers yang bebas dan kebebasan dalam berpendapat dan beropini. Namun, RKUHP yang dirancang oleh DPR justru malah ingin agar rakyat tidak mengontrol mereka. Setiap individu yang menghina, mengkritik dan mencela Presiden dan DPR,akan dihukum, dituduh berbuat makar sehingga nyawanya boleh dicabut dari badannya. Jelas ini merupakan penodaan terhadap cita-cita reformasi.

     

    Reformasi: Sebuah Proses Menuju Demokratisasi

    Pasca bergantinya rezim Orde baru yang bersifat militeristik menuju rezim Reformasi yang menjunjung demokrasi  terbuka, bangsa Indonesia masih harus terus menyesuaikan diri dan harus terus maju berproses untuk mencapai tujuan reformasi, yaitu mencapai suatu masyarakat sipil yang demokratis. Hasil reformasi dapat dinikmati secara sekejap, tetapi butuh proses yang panjang. Kita harus belajar mengenai apa itu demokrasi, liberalisme, multikulturalisme, dan toleransi.

    Masa 21 tahun reformasi masih terlalu dini. Kita masih harus terus berjuang dengan tidak kenal lelah untuk memupuk cita-cita reformasi ini. Memang belakangan ini di masyarakat kita ada kecenderungan untuk kembali kepada zaman Orde Baru, khususnya segelintir elit yang kangen untuk kembali ke era Orde Baru dan menggiring opini seolah-olah era reformasi ini lebih buruk dari era Orde Baru. Namun apapun cuitan mereka,  kita harus melihat realitas bahwa kita harus berjalan terus dan harus meninggalkan masa lalu yang kelam Apa rakyat ingin kembali dikekang? Dibungkam mulutnya? Dan diindoktrinasi secara paksa?

    Dunia yang semakin mengglobal dan arus informasi yang semakin deras seharusnya tidak membuat kita ingin kembali ke zaman dimana pemikiran dan informasi diatur secara ketat. Kita menghadapi keadaan yang serba baru dan menginginkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang baru, tentu saja sistem dan cara-cara pemerintahan rezim yang lalu tidak relevan lagi, bahkan bisa mengotori perjuangan reformasi kita.

    Secara faktual, bangsa kita  belum sepenuhnya lepas dari alam pikiran Orde Baru. Contoh konkritnya rakyat kita masih menggantungkan harapan pada pemerintah/presiden. Rakyat Indonesia “berfikir” bahwa kemajuan dan kemunduran suatu bangsa sepenuhnya ditangan Presiden Jokowi, sehingga jika mereka bahagia itu karena Jokowi dan jika melarat itu juga salah Jokowi atau aparat pemerintah lainnya.

    Masyarakat kerap melimpahkan semua perkara dan persoalan negara kepada aparat pemerintah. Inilah yang keliru,  ketika kita (dalam reformasi) berusaha menerapkan otonomi sipil, maka yang terpenting adalah tanggung jawab kita pada kehidupan kita sendiri. Pemerintah hanyalah bertugas untuk memberi kesempatan, mendidik, melindungi dan melayani rakyatnya untuk berkembang dan berekspresi. Seseorang menjadi pengusaha, seniman, pedagang, petugas, guru dan lain-lain, terserah rakyat masing-masing, terserah rakyat bagaimana mereka mengembangkan diri. Demokrasi adalah “daulat rakyat”, maju mundurnya suatu bangsa akan tergantung pada rakyat bukan kepada pemimpinnya.

    Inilah yang harus disadari masyarakat kita di era Reformasi ini. Reformasi belum selesai karena kita masih akan menempuh jalan panjang ke arah demokrasi yang matang. Tugas kita adalah membentuk jiwa dan karakter bangsa, serta membina manusia Indonesia agar merubah paradigma lama menuju paradigma baru merubah cara pandang negara sebagai sentral kepada otonomi individual

    Kita tidak bisa bergerak mundur, kita harus terus maju! Angan-angan kosong tentang ke”enak”an rezim yang lampau harus dibuang jauh-jauh karena kita sedang menghadapi zaman dan kehidupan di era yang baru.  Menanam semangat demokrasi, kebebasan, dan toleransi harus kita mulai dari  diri kita, dan masyarakat sipil yang bebas menjadi tujuan kita bersama di era Reformasi saat ini. Sekali lagi, reformasi belum selesai!