Meksiko pernah mengalami krisis ekonomi pada tahun 1995. Kala itu, Meksiko gagal membayar utang-utang luar negerinya. Kondisi tersebut lantas diperparah dengan inflasi yang terjadi dalam kurun waktu 1980-1989 sebesar 72,7% (Subono, 1992). Alhasil, mata uang Peso, mata uang Meksiko, anjlok dari 26 menjadi 44 per satu dollar Amerika Serikat. Turunnya nilai mata uang Peso ini lantas kembali menyebabkan Meksiko kesulitan membayar utang luar negerinya (Agasi, 2013). Krisis ekonomi ini lantas memberikan dampak kemiskinan pada kehidupan masyarakat Meksiko. Krisis ini seringkali dikenal dengan sebutan Krisis Peso.
Krisis Peso tersebut lantas membuat Meksiko mengalami resesi dan berdampak pada sektor kesehatan. Pendapatan Domestik Bruto Meksiko mengalami penurunan sebesar 6,2% selama tahun 1995. Sektor keuangan negara harus menanggung beban dari bank-bank yang bankrut, aset-aset yang tidak produktif, dan efek-efek korupsi (Molen, 2013). Tingkat pengangguran meningkat dua kali lipat yaitu pada angka 7,4% di tahun 1995, setelah sebelumnya hanya 3,4% di tahun 1994. Angka kemiskinan telah meningkat menjadi 37% di tahun 1996. Selain itu, angka kematian bayi dan anak-anak meningkat menjadi 7% di tahun 1996 (Pereznieto, 2010).
Merespons berbagai dampak yang terjadi di negaranya, Presiden Ernesto Zedillo mengambil kebijakan PROGRESA. Program tersebut memiliki tujuan yang beragam, terutama ditujukan untuk meningkatkan status pendidikan, kesehatan, dan gizi keluarga miskin, khususnya anak-anak serta ibu mereka. Dalam desainnya, PROGRESA memberikan bantuan tunai untuk menunjang pendaftaran anak-anak dan mendorong kehadiran anak di sekolah regular, serta kehadiran di klinik. Program ini juga mencakup tunjangan kesehatan dan suplemen gizi untuk anak-anak hingga usia lima tahun dan untuk ibu hamil dan menyusui (Skoufias, 2005).
Yang menarik adalah bagaimana program PROGRESA ini kemudian dirancang dengan desain dan implementasi yang menyorot bagaimana peran gender secara terutama. PROGRESA menangani gender dalam tiga cara: memberikan transfer keuangan kepada perempuan yang dianggap sebagai kepala keluarga dari setiap rumah tangga yang berpartisipasi; memberi transfer terkait dengan kehadiran anak di sekolah yang lebih tinggi untuk anak perempuan dibanding anak laki-laki di tingkat sekolah menengah; dan memberi program manfaat perawatan kesehatan yang memperhatikan ibu hamil maupun yang sedang menyusui (Gertler, 2000).
Cara pertama dilakukan dengan mekanisme pemberian transfer langsung ke ibu. Adapun, keputusan ini dimotivasi oleh bukti yang berkembang bahwa sumber daya yang dikendalikan oleh perempuan lebih mungkin mewujudkan peningkatan yang lebih besar dalam kesehatan dan gizi anak daripada sumber daya yang berada di tangan laki-laki. Terkait cara ini, salah satu studi berhasil menemukan bahwa PROGRESA menurunkan kemungkinan suami membuat keputusan sendiri (yaitu, tanpa berkonsultasi dengan istri). Juga, dari waktu ke waktu, perempuan menjadi lebih mungkin untuk memutuskan sendiri penggunaan penghasilan tambahan mereka dari PROGRESA.
Gertler (2000) juga menyebutkan bahwa kebijakan PROGRESA telah mendorong pengakuan atas kontribusi dan peran perempuan dalam merawat keluarga. Selain itu, partisipasi perempuan yang didorong oleh PROGRESA telah mengembangkan kesadaran, pengetahuan, kepercayaan diri, dan kendali perempuan atas kegiatan dan gerakan mereka.
Terkait dengan cara kedua, PROGRESA mencoba memperbaiki rendahnya tingkat pendaftaran sekolah menengah yang ditemukan di antara anak perempuan di Meksiko, yakni hanya sekitar 67 persen dibandingkan dengan persentase 73 persen untuk anak laki-laki. Dalam mewujudkannya, PROGRESA memberikan transfer yang lebih tinggi untuk anak perempuan di sekolah menengah (kelas 7-9). Dari kebijakan bantuan ini, PROGRESA menyebabkan peningkatan angka pendaftaran sekolah menengah mulai dari 11 hingga 14 poin persentase untuk anak perempuan (Behrman & Todd, 2000).
Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan signifikan antara hak-hak anak dan perempuan yang diperhatikan sepenuhnya dengan tingkat kesejahteraan suatu negara. Berangkat dari hipotesisi inilah kemudian PROGRESA dibangun. Dan, program Progresa juga menunjukkan dampak signifikan, seperti meningkatkan angka partisipasi sekolah di kalangan siswa laki-laki maupun perempuan yang tinggi, keberhasilan meningkatkan tingkat kenaikan siswa (terutama perempuan) ke sekolah menengah, menurunkan tingkat pekerja anak di bawah umur, meningkatkan pelayanan kesehatan anak dan orang dewasa, meningkatkan pemanfaatan fasilitas kesehatan. Di aspek gender, misalnya, Progresa juga berhasil mendorong peran ibu dalam rumah tangga, meningkatkan pemberdayaan dan daya tawar perempuan, hingga pendidikan anak perempuan.
Meskipun konsep Progresa jauh berbeda dengan aspek libertarian di permukaannya, dapat ditemukan beberapa kesamaan “kata kunci” di antara keduanya. Progresa yang dirancang sebagai program kesejahteraan sosial terbukti menjadikan wadah untuk memperbaiki hak-hak setiap individunya. Apabila sebelumnya, kelompok rentan, seperti perempuan dan anak, tidak diberikan akses yang setara. Progresa justru menyediakan sarana untuk perempuan dan anak juga mengemban haknya untuk turut berpartisipasi di bidang pendidikan. Hal ini menandakan bahwa Progresa turut mengadvokasikan perlindungan hak-hak individu.
Berdasarkan pemaparan ini, penulis melihat bagaimana Indonesia juga bisa belajar dari program Progresa milik Meksiko yang mengutamakan tindakan pemberdayaan, bukan semacam bantuan langsung tunai yang selama ini terbukti rentan dikorupsi. Progresa juga memberi contoh baik tentang bantuan yang memberdayakan dan membuka akses yang setara kepada siapapun, termasuk perempuan dan anak, untuk mengakses sumber daya dalam rangka memperbaiki kualitas hidup dan meningkatkan kesejahteraan. Hal ini mengingat program pemberdayaan dinilai lebih mampu untuk memenuhi hak-hak masyarakat dan memberdayakan penerima manfaatnya, serta lebih berdampak secara jangka panjang.
Referensi
Agasi, A. G. (2013). “Pengaruh North American Free Trade Agreement (NAFTA) terhadap Perekonomian Meksiko”. Global & Policy, 1(2).
Behrman, J., and J. Hoddinott. 2000. An Evaluation of the Impact of PROGRESA on Pre-school Child Height. July. Laporan yang diserahkan ke PROGRESA. Washington, D.C.: International Food Policy Research Institute (dalam CD berbahasa Inggris dan Spanyol).
Gertler, P. J. (2000). “Final Report: The Impact of PROGRESA on Health”. Washington DC: International Food Policy Research Institute.
Molen, M. v. d. (2013). RaboResearch. Rabobank. Diakses pada 12 Mei 2023, dari https://economics.rabobank.com/publications/2013/september/the-tequila-crisis-in-1994/.
Pereznieto, P. (2010). The Case of Mexico’s 1995 Peso Crisis and Argentina’s 2002 Convertibility Crisis. UNICEF.
Skouflas, E. (2005). Progresa and Its Impacts on the Welfare of Rural Households in Mexico. International Food Policy Research Institute.
Subono, N. I. (1992). “Pembangunan Ekonomi Meksiko dalam Agenda Nafta”. GLOBAL, 4.

Samuella Christy adalah mahasiswi Ilmu Politik Universitas Indonesia yang aktif menulis mengenai isu-isu politik, sosial, dan budaya. Dapat dihubungi di samuellachristy3005@gmail.com.