Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita hidup dalam kebebasan. Bebas bukan berarti bebas tanpa batasan atau bebas semaunya kita sendiri. Sering kali, kebebasan dianggap sebagai sebuah “keliaran”, sebuah sikap yang jauh dari sikap tanggung jawab, kedewasaan. Kebebasan itu artinya tidak mengganggu kelangsungan hidup orang lain. Kebebasan juga tidak melakukan kekerasan terhadap orang lain, sehingga orang lain bisa hidup dengan keinginannya sendiri, kebebasan juga menghormati hak-hak orang lain.
Dalam menjalankan kehidupan ini, sering kali kita betindak sebagai seorang libertarian. Maksud dari bertindak sebagai seorang libertarian yakni kita hidup tidak serta merta melakukan tindakan sesuai keinginan kita, dalam arti lain kita tidak langsung memukul orang lain, ketika perilaku orang tersebut tidak kita sukai. Bertindak sebagai libertarian artinya kita menghormati hak-hak orang lain. Menjadi libertarian artinya tidak hanya berjuang membela kebebasan untuk diri sendiri, tetapi juga kebebasan untuk orang lain.
Libertarianisme, (orang yang mempercayainya disebut sebagai ‘libertarian’) merupakan kata paling tepat untuk menjelaskan filosofi politik yang mengedepankan kebebasan individu dalam landasan prinsip tentang kemasyarakatan dan pemerintahan. Seorang libertarian juga adalah yang mempercayai kebebasan individu harus dilindungi selama kebebasan tersebut tidak mengganggu kebebasan individu lain (Suara Kebebasan, 2019).
Tulisan ini akan membahas mengenai kebebasasan masyarakat sipil, salah satunya kebebasan perempuan untuk berbicara atau mengeluarkan pendapat. Perempuan dalam bermasyarakat sering kali dianggap sebagai manusia nomor dua setelah laki-laki, adan sering kali anggapan masyarakat terhadap perempuan itu tidak bisa sejajar dengan kaum laki-laki.
Kebebasan perempuan sering kali mengalami pasang surut dalam kehidupan sehari-hari maupun di negara. Dalam masyarakat patriarki, tempat perempuan itu sendiri hanya di sektor domestik. Terkadang, perempuan begitu diapresiasi di dalam masyarakat. Namun, kadang kala suara perempuan itu tidak ubahnya bagai serpihan di tengah masyarakat.
Begitu banyak kebebasan, ada kebebasan untuk berbicara, berpolitik dll, di mana salah satu kebebasan yakni adalah kebebasan untuk berbicara, Banyak orang yang berpendapat bahwa, kebebasan berbicara adalah hak seseorang untuk berbicara dan mengeluarkan pendapat sebebas-bebasnya tanpa paksaan dari pihak lain.
Hak kebebasan berbicara bukan berarti seseorang boleh untuk mencorat-coret bangunan yang bukan miliknya dengan dalih mengeluarkan ekspresi. Hak kebebasan berbicara dimaksudkan bahwa seseorang memiliki hak untuk menggunakan segala sumber daya yang dimiliki, ataupun milik orang lain dengan seizin pemiliknya. Untuk melakukan sesuatu yang, dalam hal ini, termasuk kebebasan berbicara (Suara Kebebasan, 2019).
Kebebasan berbicara memungkinkan adanya diskusi dan pertukaran ide antar satu individu dengan individu lainnya. Dengan adanya kebebasan berbicara, kita bisa saling mengevaluasi berbagai gagasan dan pemikiran yang hadir di dunia ini.
Kedudukan perempuan dalam tatanan sosial di masyarakat seharusnya juga didukung oleh peranan perempuan dalam berbagai bidang keilmuan, salah satunya bidang politik. Dalam bidang tersebut perempuan juga diberi ruang untuk berbicara. Bagaimanapun, perempuan juga memiliki hak dan kesempatan untuk ikut serta dalam pembangunan salah satunya terjun ke sektor publik, dengan terjunnya ke sektor publik salah satu yang dibutuhkan yakni berbicara atau mengemukakan pendapat.
Peran perempuan dalam sektor publik juga dapat memberikan pengaruh positif dalam pembangunan. Terlebih jika menyangkut masalah perempuan lain yang dapat mereka perjuangkan, misalnya melalui keputusan kebijakan dalam lembaga pemerintahan. Hal inilah yang terjadi jika perempuan ikut berperan serta terjun dalam sektor publik, khususnya dalam dunia politik.
Keikutsertaan perempuan dalam dunia politik menandakan bahwa perempuan juga memiliki hak untuk “bersuara” dan sejalan dengan hal tersebut mereka dapat menyuarakan hak-hak perempuan lain. Hal ini juga sudah tertuang dalam Pasal 65 Ayat 1 dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2003 tentang pemilu mengatur kuota sekurang-kurangnya 30 persen bagi perempuan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003).
Referensi
Buku
Suara Kebebasan. 2019. Libertarianisme: Perspektif Kebebasan atas Kekuasaan dan Kesejahteraan. Jakarta: Suara Kebebasan.
Harmouzi , Nouh El. dan Linda Whetstone. 2016. Islam dan Kebebasan: Argumen Islam untuk Masyarakat Bebas. Terj. Suryo Waskito. Jakarta: Suara Kebebasan.
Palmer, Tom G. 2017. Politik dan Kebebasan. Terj. Djohan Rady. Jakarta: Suara Kebebasan.
Internet
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2003. Diakses dari https://jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2003/12Tahun2003UU.HTM pada 19 Januari 2020, pukul 11.18 WIB.

Zikraini Alrah adalah Mahasiswi Aqidah dan Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.