Pentingnya Merawat Kebebasan Pers dan Pelindungan Jurnalistik

    346

    Jurnalis dalam benak masyarakat kita mungkin hanyalah sebuah profesi yang memiliki pekerjaan untuk mencari berita dan informasi. Terkadang, informasi yang dikabarkan oleh seorang jurnalis membuat masyarakat penasaran. Namun, tak jarang seorang jurnalis memberitakan informasi yang isinya remeh temeh.

    Lebih dari itu, seorang jurnalis memiliki tanggung jawab dan dedikasi kepada masyarakat untuk merangkum sebuah informasi yang utuh untuk disajikan sebagai asupan pikiran. Informasi yang disuguhkan oleh para jurnalis dapat mendorong wawasan dan pemikiran yang lebih terbuka.

    Beban yang dipikul oleh seorang jurnalis memang berat. Di satu sisi, ia harus memberitakan secara objektif tentang suatu berita. Namun di sisi lain, ia harus menjaga dirinya dari sebuah ancaman yang diarahkan kepadanya hanya karena satu artikel berita.

    *****

     “Apa jadinya jika dunia tanpa surat kabar?

    Kalimat di atas adalah ucapan yang dilontarkan oleh jurnalis senior, Parada Harahap. Secuil kalimat yang diucapkan oleh jurnalis senior tersebut memiliki sebuah makna yang dalam. Jurnalis tidak hanya bekerja memberitakan peristiwa. Lebih dari itu, seorang jurnalis yang terjun ke lapangan adalah mereka yang berani menyuarakan kebenaran.

    Suatu berita yang ditulis oleh seorang jurnalis kadang membuat kagum, kadang membuat sedih, bahkan kadang juga membuat sebagian orang merasa kesal. Kekuatan jurnalis dan pengaruh media berita pada masyarakat yang kemudian membuat jurnalis sering mendapat intimidasi dan juga kekerasan fisik.

    Sebut saja Nurhadi, jurnalis media Tempo dari Surabaya. Ketika ia hendak melakukan investigasi terhadap kasus suap pajak yang menyeret nama Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kementrian Ekonomi, Angin Prayitno Aji, dirinya malah dianiaya dan mendapat kekerasan fisik.

    Apa yang dialami oleh Nurhadi sangat disesalkan oleh berbagai kalangan, salah satunya adalah dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) yang menyayangkan dan mengecam tindakan aparat terhadap Nurhadi. Julius Ibrani selaku Sekertaris Jendral PBHI justru menyoroti adanya aparat kepolisian yang terlibat dalam kasus kekerasan tersebut. Julius menyayangkan kekerasan kepada wartawan atau pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) selama ini kerap dilakukan oleh aparat yang harusnya melindungi setiap warga negara (SeputarTangsel.com, 31/3/2021).

    Tak hanya Nurhadi, Budi Hariyanto, Wartawan CNN Indonesia, juga mendapat pukulan ketika ia tengah meliput aksi 22 Mei 2019 disekitar kantor Bawaslu. Ia melihat dan merekam beberapa aparat yang menganiaya seorang demonstran. Tindakan Budi tersebut diketahui oleh seorang polisi dan memaksa Budi untuk menyerahkan kameranya, Budi sebagai jurnalis profesional tentu saja menolak, namun ia malah mendapat tindak kekerasan oleh aparat tersebut (Tirto.id, 23/12/2019).

    Dua kisah di atas adalah secuil dari berbagai kasus kekerasan yang dialami oleh seorang jurnalis. Peran jurnalis bukan hanya mencari berita, tetapi juga berjibaku untuk menyampaikan kebenaran yang kadang menyakiti pihak yang melakukan penyelewengan.

    Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat ada 84 kasus kekerasan terhadap jurnalis selama tahun 2020. Jumlah ini bukan hanya lebih banyak dari tahun 2019 yang mencatat 53 kasus, tapi menjadi jumlah paling tinggi sejak AJI memonitor kasus kekerasan terhadap jurnalis sejak lebih dari 10 tahun lalu (Beritasatu.com, 29/12/2020).

    Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa betapa besar risiko yang dihadapi oleh seorang jurnalis dan sangat rentannya kekerasan terhadap para jurnalis larena lemahnya supermasi hukum di negeri ini.

     

    Pers dan Demokrasi

    Pers dengan demokrasi bagai dua sisi mata dalam satu koin. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Bahkan, keduanya saling bersinergi untuk menjaga iklim kebebasan di suatu negara. Pers tidak bisa diragukan adalah kekuatan utama untuk memperkuat sistem demokrasi dan kebebasan publik.

    Fungsi pers dan kerja jurnalistik bukan hanya sekedar pewartaan berita, tetapi mengabarkan pada masyarakat gambaran situasi lingkungan yang tengah mereka hadapi. Berapa banyak pukulan yang dijatuhkan orang ke meja makan atau tembok karena geram setelah membaca kesewenang-wenangan penguasa atau pihak tertentu yang dimuat dalam sebuah media.

    Ribuan orang di Hongkong, Myanmar, dan Thailand berjejer menggugat keadilan dan kebebasan setelah mereka membaca berita di surat kabar atau media online. Ribuan orang juga mencuit tagar lawan terorisme setelah mendapat berita tentang aksi teror bom di Makassar beberapa waktu lalu.

    Betapa vitalnya fungsi pers bagi demokrasi karena pers terbukti telah berperan besar dalam mengedukasi masyarakat melalui berita-berita yang dimuat. Baru-baru ini, Kapolri telah merilis surat telegram yang melarang pihak pers menampilkan wajah kepolisian yang arogan dan melarang pelipunan tindakan-tindakan aparat yang melakukan kekerasan pada seseorang (khususnya ketika terjadi demonstrasi).

    Surat telegram Kapolri yang dirilis pada Selasa, 6 April 2021 lalu membuat publik menjadi khawatir bahwa pihak aparat akan membungkam kebebasan pers, sehingga pers tidak bisa memberitakan jika seorang oknum aparat bertindak sewenang-wenang. Meskipun Kapolri telah mencabut surat telegram tersebut, dan mengklarifikasi bahwa media yang dimaksud adalah media internal, namun yang dikhawatirkan oleh masyarakat khususnya pekerja pers adalah, jika surat perintah tersebut digunakan secara tidak adil untuk membungkam media massa secara keseluruhan (Seputartangsel.com, 6/4/2021).

    Sudah menjadi hal yang mahfum kiranya tugas pers adalah memberitakan informasi, sepahit apapun informasi tersebut. Tugas seorang jurnalis adalah memberikan warta pada masyarakat agar masyarakat dapat mengolah informasi tersebut secara jernih  baik dengan akal sehat ataupun nurani.

    Kekerasan terhadap pekerja pers dan juga adanya pembatasan-pembatasan terhadap kebebasan dalam dunia jurnalistik justru akan membuat proses demokrasi terhambat. Jika pers dan kinerja jurnalistik diatur sedemikian rupa oleh pemerintah dengan dalih stabilitas sosial atau melawan informasi hoax, bukan hal mustahil jika kebijakan represif seperti era Orde Baru atau pembatasan ala Pemerintah Kolonial akan berlaku kembali di zaman ini.

     

    Referensi

    https://www.beritasatu.com/nasional/714311/2020-tahun-kelam-bagi-jurnalis-indonesia Diakses pada 6 April 2021, pukul 01.24 WIB.

    https://seputartangsel.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-141698916/pbhi-soroti-oknum-aparat-kepolisian-terlibat-dalam-penganiayaan-wartawan-tempo Diakses pada 4 April 2021, pukul 17.24 WIB.

    https://seputartangsel.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-141731357/diserbu-kritikan-kapolri-cabut-telegram-yang-larang-media-tayangkan-tindak-kekerasan-polisi Diakses pada 7 April 2021, pukul 02.07 WIB.

    https://tirto.id/aji-catat-53-kasus-kekerasan-jurnalis-di-2019-didominasi-polisi-eoFl Diakses pada 6 April 2021, pukul 00.12 WIB.