Pada 1 Januari 2020 lalu, secara resmi situs streaming gratis IndoXXI ditutup. IndoXXI merupakan salah satu portal streaming paling populer di Indonesia, yang menyediakan berbagai genre film, dan juga serial televisi dari berbagai negara. Konten-konten yang ditampilkan oleh website tersebut juga dapat diunduh tanpa biaya oleh setiap orang.
IndoXXI tentu bukan merupakan satu-satunya situs streaming gratis di dunia maya. Ada ribuan situs lain yang menyediakan konten-konten serupa. Sejak internet menjadi bagian dari keseharian kita, pembajakan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) merupakan salah satu permasalahan yang seakan sulit untuk diatasi.
Sampai dengan 8 tahun lalu misalnya, beberapa dari kita mungkin sangat akrab dengan situs Megaupload, yang menyediakan berbagai layanan konten bajakan. Situs tersebut akhirnya ditutup oleh Pemerintah Amerika Serikat pada awal tahun 2012 atas tuduhan pelanggaran hak cipta.
Pembajakan konten, termasuk diantaranya film, tentu sangat merugikan mereka yang bekerja di industri hiburan. Membuat film bukanlah sesuatu yang mudah. Dibutuhkan proses yang sangat panjang sampai produk akhir tersebut bisa kita nikmati bersama keluarga dan teman-teman.
Organisasi pegiat HAKI, World Intellectual Property Organization (WIPO) misalnya, menerbitkan booklet mengenai langkah-langkah awal sebelum suatu film dapat dibuat (World Intellectual Property Organization, 2007).
Langkah yang paling awal dalam pembuatan film adalah mencari naskah untuk film tersebut. Naskah merupakan bagian yang paling esensial dalam pembuatan film, karena melalui naskah jalan cerita film tersebut ditentukan. Naskah yang ditampilkan menjadi film juga harus sudah selesai ditulis. Akan sulit untuk mencari dana bagi film dimana naskahnya belum selesai dibuat.
Membuat film tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu, setelah naskah didapatkan, langkah selanjutnya yang tak kalah pentingnya adalah mencari dana untuk film yang ingin dibuat. Dana ini bisa didapatkan dari berbagai sumber. Bisa dengan mengajukan kredit kepada bank, atau dengan mencari investor, baik perorangan atau perusahaan rumah produksi.
Disinilah perlindungan HAKI menjadi sangat penting. Mereka yang menaruh uangnya di film tersebut, hanya bisa mendapatkan manfaat finansial bila HAKI dilindungi oleh negara, seperti melalui tiket penonton, layanan streaming resmi, atau penjualan merchandise.
Tanpa adanya perlindungan HAKI, maka mustahil para pembuat film, atau investor yang mendanainya, dapat memetik manfaat dari film tersebut. Inovasi dan insentif seseorang untuk berkreasi dan berinvestasi dalam dunia perfilman tentu akan berkurang. Selain itu, insentif seseorang untuk menjadi kreatif akan luntur, karena ia bisa dengan mudah menjiplak cerita dan tokoh-tokoh dari film yang dibuat oleh orang lain.
Setelah dana didapatkan, maka pembuat film bisa mencari aktor yang sesuai dengan peran di film tersebut, mempromosikan filmnya melalui media, dan melakukan proses pengambilan gambar (shooting).
Industri perfilman bukanlah industri yang kecil. Di Amerika Serikat misalnya, pada tahun 2018 saja, pasar industri perfilman di negeri Paman Sam tersebut bernilai USD47 milliar, sekitar 650 triliun rupiah (Deadline, 2018). Di Indonesia, sendiri, pasar perfilman kita semakin meningkat, dan pada tahun 2019 memiliki nilai USD345 juta atau 4,8 triliun rupiah (Katadata, 2019).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri perfilman kita meningkat hingga 230% dari tahun 2014 (Katadata, 2019). Hal ini tentunya merupakan perkembangan yang sangat positif dan harus terus didorong agar kian meningkat.
Itulah mengapa, HAKI di bidang film merupakan sesuatu yang harus dilindungi oleh negara, agar para pembuat film lokal dapat menikmati hasil kerja keras dan kreativitas yang mereka lakukan.
Referensi
https://www.wipo.int/edocs/pubdocs/en/copyright/869/wipo_pub_869.pdf Diakses pada 21 Maret 2020, pukul 19.30 WIB.
https://deadline.com/2018/07/film-industry-revenue-2017-ibisworld-report-gloomy-box-office-1202425692/ Diakses pada 21 Maret 2020, pukul 23.50 WIB.
https://deadline.com/2018/07/film-industry-revenue-2017-ibisworld-report-gloomy-box-office-1202425692/ Diakses pada 22 Maret 2020, pukul 03.15 WIB.

Haikal Kurniawan merupakan editor pelaksana Suara Kebebasan dari Januari 2020 – Januari 2022. Ia merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Haikal menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dengan judul skripsi “Warisan Politik Ronald Reagan Untuk Partai Republik Amerika Serikat (2001-2016).”
Selain menjadi editor pelaksana dan kontributor tetap Suara Kebebasan, Haikal juga aktif dalam beberapa organisasi libertarian lainnya. Diantaranya adalah menjadi anggota organisasi mahasiswa libertarian, Students for Liberty sejak tahun 2015, dan telah mewakili Students for Liberty ke konferensi Asia Liberty Forum (ALF) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun bulan Februari tahun 2016, dan Australian Libertarian Society Friedman Conference di Sydney, Australia pada bulan Mei 2019. Haikal saat ini menduduki posisi sebagai salah satu anggota Executive Board Students for Liberty untuk wilayah Asia-Pasifik (yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, dan New Zealand).
Haikal juga merupakan salah satu pendiri dan koordinator dari komunitas libertarian, Indo-Libertarian sejak tahun 2015. Selain itu, Haikal juga merupakan alumni program summer seminars yang diselenggarakan oleh institusi libertarian Amerika Serikat, Institute for Humane Studies, dimana Haikal menjadi peserta dari salah satu program seminar tersebut di Bryn Mawr College, Pennsylvania, Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2017.
Mewakili Suara Kebebasan, Haikal juga merupakan alumni dari pelatihan Atlas’s Think Tank Essentials yang diselenggarakan oleh Atlas Network pada bulan Februari 2019 di Colombo, Sri Lanka. Selain itu, ia juga merupakan alumni dari workshop International Academy for Leadership (IAF) yang diselenggarakan oleh lembaga Friedrich Naumann Foundation di kota Gummersbach, Jerman, pada bulan Oktober 2018.
Haikal dapat dihubungi melalui email: haikalkurniawan@studentsforliberty.org.
Untuk halaman profil Haikal di Students for Liberty dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk halaman profil Haikal di Consumer Choice Center dapat dilihat melalui tautan ini.