Pentingnya Kebebasan Seni di Indonesia

    467

    Kebebasan berbicara merupakan salah satu kebebasan yang paling fundamental yang dimiliki masyarakat di negara demokrasi seperti Indonesia. Tanpa adanya kebebasan berbicara, maka demokrasi tentu tidak bisa dipratikkan dan dijalankan secara ideal dan seutuhnya.

    Kebebasan berbicara yang dimaksud tentu mencakup berbagai hal dan medium, mulai dari melalui kebebasan untuk menulis buku dan artikel, hingga dalam bentuk karya seni seperti karikatur, musik, film, serta pementasan budaya. Namun sayangnya, meskipun kita sudah dua dekade era Refromasi, masih ada saja berbagai peristiwa miris yang melanggar kebebasan seseorang untuk membuat karya seni atau pementasan dan pameran.

    Pada bulan Mei 2017 misalnya, dilangsungkan acara pameran seni karya seniman Andreas Iswinarto berjudul “Aku Masih Utuh dan Kata-Kata Belum Binasa”. Sayangnya, pameran ini, yang merupakan penghormatan untuk seniman pada masa Orde Baru, Wiji Thukul, kemudian digeruduk oleh beberapa orang yang mengaku berasal dari organisasi masyarakat tertentu (tirto.id, 3/01/2018).

    Tahun sebelumnya, sejumlah pentas seni budaya dilarang aparat keamanan dan ormas. Seperti Festival Belok Kiri pada 27 Februari 2016 di TIM Jakarta yang dilarang aparat keamanan dan ormas, serta Monolog Tan Malaka di Pusat Kebudayan Prancis (IFI) Bandung pada 23 Maret 2016 (akhirnya digelar pada 24 Maret 2016) yang dilarang ormas tertentu (mediaindonesia.com, 22/7/2016).

    Masih banyak lagi sebenarnya contoh-contoh kasus pelarangan pentas seni atau kegiatan seni di Indonesia. Alasannya pun beragam, mulai dari budaya pornografi yang tidak selaras dengan adat setempat, ketakutan akan “setan” komunis, dan lain sebagainya.

    Kesenian memang merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hal tersebut bahkan dapat dibuktikan dengan melihat berapa besarnya pengaruh dan fungsi kesenian pada kehidupan masyarakat pra-modern, khususnya dalam kegiatan-kegiatan ritual, seperti untuk menjamin kesuksesan kegiatan yang akan dilakukan, untuk menjamin keselamatan dalam perjalanan, untuk menyambut pergantian musim, serta untuk memperingati suatu peristiwa (antaranews.com, 11/5/2013).

    Walaupun bagi sebagian masyarakat modern kebutuhan akan kesenian sebagai penunjang kegiatan ritual sebelumnya dinilai sudah tidak relevan lagi, namun merupakan sebuah fakta bahwa masih terdapat masyarakat yang membutuhkan hal tersebut, khususnya masyarakat adat yang masih mengamalkan kearifan lokal di dalam kesehariannya.

    Hal tersebut tidak dengan seketika diartikan bahwa masyarakat modern sudah tidak lagi membutuhkan kesenian. Di era modern seperti sekarang, fungsi kesenian mulai bergeser, dari yang semula sebagai bentuk ritual-ritual yang sifatnya religius, kini berubah menjadi sarana untuk mengemukakan ekspresi estetik, penyampaian pandangan politik, hingga menegaskan identitas kultural.

    Misalnya, ada musik dan tari ritual khas Bali yang awalnya merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi dan memberikan makna dalam tata keagamaan masyarakat Hindu di Pulau Dewata menjadi daya tarik sekaligus kesejukan kepada setiap masyarakat, terutama wisatawan dalam menikmati liburan ke Bali. Masyarakat yang menggelar upacara Dewa Yadnya misalnya, seringkali mengiringinya dengan mementaskan tari pendet, rejang, baris, dan sejenisnya. Sedangkan upacara ngeruwat (melukat) biasa dipentaskan wayang sapuleger, maupun wayang lemah. Oleh karena itu, banyak hasil kreativitas kesenian ditujukan untuk suatu pemujaan tertentu atau sebagai pelengkap (antaranews.com, 11/5/2013).

    Kesenian merupakan suatu hal yang tidak bebas nilai. Karya seni selalu membawa bersamanya nilai-nilai yang dianut oleh sang pembuat. Melalui kesenian, seorang individu maupun sebuah kelompok dapat menyampaikan tidak hanya ekpresi estetiknya, namun juga termasuk didalamnya nilai-nilai budaya, religius, politik, dan ideologi masing-masing. Oleh karena itu, kesenian tidak hanya sebatas bentuk ekspresi dari manusia, kesenian juga merupakan penanda identitas dari masyarakat dan individu-individu di dalamnya.

    Kesenian merupakan suatu bagian yang penting bagi kehidupan manusia. Tidak hanya mempengaruhi kehidupan manusia sebagai individu, kesenian juga memiliki pengaruh terhadap kehidupan masyarakat, bahkan negara. Pertanyaan berikutnya adalah, apabila kesenian memang memiliki fungsi dan pengaruh yang signifikan bagi kehidupan masyarakat, mengapa hingga saat ini masih ditemukan begitu banyak kasus pelanggaran kegiatan kesenian di Indonesia?

    Masyarakat secara umum belum menganggap bahwa kesenian adalah suatu hal yang penting bagi kehidupan dan perkembangan masyarakat itu sendiri. Hingga saat ini, bagi kebanyakan masyarakat, kesenian masih dianggap sebagai hiburan semata. Demikian, ketika dibenturkan dengan nilai-nilai lain, misalnya agama atau kepentingan ideologi politik (contoh: isu komunisme), kesenian dapat dengan mudah dicekal.

    Terakhir, bagi saya, kelompok masyarakat yang bergerak di bidang kesenian belum terkonsolidasi dengan baik, dan masih memiliki beberapa kendala, seperti terkait dengan pendanaan. Banyak kelompok yang terlalu fokus dengan isunya masing-masing tanpa berhubungan satu dengan yang lain. Ketiga hal tersebut menjadi alasan yang kuat dan sebagai pengingat bahwa advokasi kebebasan seni untuk masyarakat itu sangat penting.

     

    Referensi

    https://tirto.id/meningkatnya-serangan-terhadap-kebebasan-berkesenian-cCD3 Diakses pada 21 Desember 2020, pukul 13.00 WIB.

    https://mediaindonesia.com/humaniora/57525/pelarangan-pentas-batasi-gerak-seniman.html Diakses pada 22 Desember 2020, pukul 22.00 WIB.

    https://www.antaranews.com/berita/374115/seni-tari-dalam-ritual-dan-budaya-bali Diakses pada 27 November 2020, pukul 20.30 WIB.