Pandemi COVID-19 saat ini masih merupakan permasalahan besar yang melanda dunia. Sejak awal tahun 2020 lalu, pandemi ini telah mengubah keseharian orang-orang di berbagai belahan dunia. Banyak dari kita tidak bisa lagi menjalankan aktivitas keseharian yang biasa kita lakukan sebelumnya.
Sebagai upaya untuk menanggulangi dampak dari pandemi tersebut, berbagai pemerintahan di negara-negara di dunia memberlakukan pembatasan kegiatan penduduk di negara mereka masing-masing. Berbagai gedung perkantoran misalnya, tidak boleh beroperasi. Selain itu, berbagai aktivitas lain, seperti aktivitas sekolah dan juga berbagai acara seperti acara kesenian atau olahraga menjadi dibatalkan.
Di Indonesia sendiri misalnya, sejak tahun 2020 lalu, berbagai perusahaan yang memungkinkan para pekerja mereka untuk bekerja di rumah telah memberlakukan kerja dari rumah, atau yang kini kita kenal dengan nama work from home (WFH). Selain itu, kegiatan-kegiatan lain, seperti aktivitas pendidikan, juga dipindahkan semuanya ke rumah.
Sudah lebih dari setahun jutaan pelajar dan pekerja di negara kita melakukan aktivitas dari rumahnya. Pada tahun 2020 lalu saja misalnya, ada lebih dari 68 juta pelajar di Indonesia yang melakukan kegiatan belajar-mengajari secara jarak jauh di rumah mereka masing-masing (databoks.katadata.co.id, 5/5/2020).
Hal ini tentunya bisa dimungkinkan kerena adanya kemajuan teknologi informasi. Melalui jaringan internet, kita bisa berkomunikasi dengan siapa saja di seluruh dunia dengan sangat cepat. Tanpa adanya kemajuan teknologi informasi, tentu kegiatan pembelajaran dan WFH akan sangat sulit, atau bahkan hampir mustahil untuk dilakukan.
*****
Perkembangan teknologi tentunya bukan merupakan sesuatu yang baru saja terjadi dalam sejarah manusia. Selama ratusan tahun, sejak Revolusi Industri di abad ke-17, berkembangnya berbagai macam teknologi, mulai dari teknologi transportasi, medis, komunikasi, dan lain sebagainya, telah membantu kehidupan miliaran manusia di seluruh dunia. Berkat perkembangan teknologi, kita bisa mengatasi penyakit yang selama ribuan tahun selalu menghantui kita, seperti campak. Kita juga bisa bepergian dengan lebih cepat dan lebih murah, serta berkomunikasi secara langsung dengan teman-teman dan keluarga kita yang tinggal di tempat yang sangat jauh.
Perkembangan teknologi yang sangat pesat ini juga bukan sesuatu yang muncul tanpa sebab. Dorongan manusia untuk menggunakan kecerdasannya untuk berinovasi dan terus berkarya merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari bekembangnya teknologi yang semakin maju dari masa ke masa.
Inovasi merupakan hal yang sangat esensial untuk mendorong kemajuan teknologi, yang tentunya akan membawa banyak manfaat bagi umat manusia. Untuk itu, sangat penting untuk membangun sistem yang dapat mendorong inovasi, bukannya justru menjadi penghambat seseorang untuk berkembang dan menggunakan potensi yang dimilikinya secara maksimal untuk kegiatan yang produktif.
Berbagai kemudahan yang bisa banyak orang dapatkan hari ini misalnya, layanan komunikasi melalui medium internet. Layanan tersebut memungkinkan banyak dari kita bisa bekerja dan belajar di masa pandemi, dan mustahil bisa kita nikmati tanpa adanya inovasi.
Bagi sebagian dari kita, tentunya masih segar di ingatan kita dunia tanpa adanya akses internet secara masif yang telah mengubah hidup kita. Hingga pada awal dekade 1990-an, tidak ada namanya telepon pintar. Tidak ada berbagai layanan internet yang kita anggap taken for granted saat ini, seperti Google, Wikipedia, Twitter, Facebook, Zoom, transportasi online, dan lain sebagainya. Di Indonesia sendiri, bahkan sampai akhir dekade 1990-an, jumlah pengguna internet hanya 1 juta orang (lokadata.beritagar.id, tanpa tahun).
Tetapi, seiring dengan semakin banyaknya pengguna internet, maka semakin banyak pula para inovator yang berlomba-lomba membuat berbagai layanan daring yang bisa kita nikmati saat ini, dan telah banyak membantu hidup kita. Tidak cukup sampai di situ, mereka yang sudah membuat layanan tersebut juga “dipaksa” untuk selalu berinovasi dan memperbaiki layanan yang mereka buat, bila mereka tidak ingin dikalahkan oleh penyedia layanan lainnya.
Tidak ada otoritas terpusat yang mendikte dan memaksa para inovator tersebut untuk terus berinvoasi. Tidak ada lembaga negara yang mengancam akan menguhukum para inovator tersebut bila mereka memutuskan untuk tidak lagi mengembangkan inovasi teknologi yang mereka buat.
Inilah esensi dari bagaimana proses inovasi bekerja. Penulis asal Inggris, yang juga merupakan anggota parlemen, Matt Ridley, dalam bukunya “How Innovation Works”, memaparkan bahwa inovasi bukanlah sesuatu yang muncul secara sentralistik. Inovasi adalah fenomena yang muncul secara organik, dan bergerak dengan mekanisme bottom-up dan bukan top-down (Ridley, 2020).
Dengan demikian, negara yang terlalu intervensionis dalam mengatur masyarakatnya, dan membatasi warganya untuk berpikir dan berkarya, niscaya akan menjadi faktor penghambat inovasi yang sangat berbahaya. Restriksi dan intervensi tersebut berpotensi besar akan menyebabkan mereka yang mampu berinovasi tidak akan dapat menggunakan kemampuan yang mereka miliki secara maksimal.
Sebagai penutup, inovasi merupakan pendorong utama perkembangan teknologi yang telah banyak membantu hidup kita. Untuk itu, adanya sistem dan kebijakan yang dapat mendukung dan mendorong inovasi merupakan sesuatu yang sangat penting. Diantaranya adalah, menyediakan ruang kebebasan untuk berpikir dan berkarya bagi setiap warga negara.
Referensi
Buku
Ridley, Matt. 2020. How Innovation Works: And Why It Flourishes in Freedom. London: HarperCollins Publishers.
Internet
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/05/05/pandemi-covid-19-puluhan-juta-siswa-belajar-di-rumah Diakses pada 21 Agustus 2021, pukul 22.05 WIB.
https://lokadata.beritagar.id/chart/preview/jumlah-pengguna-internet-indonesia-1998-2017-1519030656 Diakses pada 21 Agustus 2021, pukul 23.50 WIB.

Haikal Kurniawan merupakan editor pelaksana Suara Kebebasan dari Januari 2020 – Januari 2022. Ia merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Haikal menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dengan judul skripsi “Warisan Politik Ronald Reagan Untuk Partai Republik Amerika Serikat (2001-2016).”
Selain menjadi editor pelaksana dan kontributor tetap Suara Kebebasan, Haikal juga aktif dalam beberapa organisasi libertarian lainnya. Diantaranya adalah menjadi anggota organisasi mahasiswa libertarian, Students for Liberty sejak tahun 2015, dan telah mewakili Students for Liberty ke konferensi Asia Liberty Forum (ALF) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun bulan Februari tahun 2016, dan Australian Libertarian Society Friedman Conference di Sydney, Australia pada bulan Mei 2019. Haikal saat ini menduduki posisi sebagai salah satu anggota Executive Board Students for Liberty untuk wilayah Asia-Pasifik (yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, dan New Zealand).
Haikal juga merupakan salah satu pendiri dan koordinator dari komunitas libertarian, Indo-Libertarian sejak tahun 2015. Selain itu, Haikal juga merupakan alumni program summer seminars yang diselenggarakan oleh institusi libertarian Amerika Serikat, Institute for Humane Studies, dimana Haikal menjadi peserta dari salah satu program seminar tersebut di Bryn Mawr College, Pennsylvania, Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2017.
Mewakili Suara Kebebasan, Haikal juga merupakan alumni dari pelatihan Atlas’s Think Tank Essentials yang diselenggarakan oleh Atlas Network pada bulan Februari 2019 di Colombo, Sri Lanka. Selain itu, ia juga merupakan alumni dari workshop International Academy for Leadership (IAF) yang diselenggarakan oleh lembaga Friedrich Naumann Foundation di kota Gummersbach, Jerman, pada bulan Oktober 2018.
Haikal dapat dihubungi melalui email: haikalkurniawan@studentsforliberty.org.
Untuk halaman profil Haikal di Students for Liberty dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk halaman profil Haikal di Consumer Choice Center dapat dilihat melalui tautan ini.