Pentingnya Imigrasi Bebas

    471

    Imigrasi merupakan kegiatan yang sudah dilakukan oleh umat manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Selama berabad-abad, umat manusia sudah berpindah tempat dari satu wilayah ke wilayah lain, hingga perpindahan antar benua dengan menggunakan kapal kayu sejauh ribuan kilometer.

    Perpindahan ini dilakukan dengan didasari oleh berbagai sebab. Mulai dari mencari kondisi ekonomi yang lebih baik sehingga bisa membangun masa depan yang lebih cerah dan belajar dan menimba ilmu di tempat yang terbaik. Tidak sedikit juga, mereka yang melakukan migrasi untuk mencari kebebasan dan kemerdekaan untuk beragama, menyuarakan pendapat, dan dapat menjalankan hidup sesuai dengan yang diinginkan, yang tidak bisa didapatkan oleh individu tersebut di tanah airnya.

    Pada tahun 1620 misalnya, kapal Mayflower, yang ditumpangi oleh kelompok Kristen Protestan Puritan dari Britania Raya, mendarat di tanah yang kini menjadi bagian dari Amerika Serikat. Mereka bertaruh nyawa sejauh ribuan kilometer dari tanah airnya untuk mencari kebebasan beragama dan berkeyakinan, yang saat itu tidak dimungkinkan di Britania Raya (Davis, 2010).

    Sering berkembangnya zaman dan teknologi transportasi, maka perpindahan seseorang dari satu negara ke negara lain, hingga dari satu benua ke benua lain, menjadi semakin mudah dan cepat. Saat ini, diperkirakan ada 272 juta imigran internasional di dunia, atau sekitar 3,5% dari seluruh populasi dunia (World Economic Forum, 10/1/2020).

    Namun, isu mengenai imigrasi juga merupakan hal yang kerap menimbulkan pro dan kontra. Tidak sedikit pihak yang menganggap bahwa imigran merupakan ancaman baik dari sisi ekonomi maupun budaya. Para imigran dianggap sebagai sebagai kelompok yang akan mengancam kehidupan perekonomian warga lokal, budaya, serta kebiasaan masyarakat yang tinggal di negara yang menjadi tujuan mereka.

    Lantas, apakah pandangan ini memang sesuatu yang tepat? Apakah imigrasi memang sesuatu yang sangat negatif sehingga harus kita batasi hingga hentikan?

    *****

    Sebelum menjawab pertanyaan di atas, izinkan saya membuat ilustrasi singkat. Banyangkan, bila Anda seorang insinyur yang sudah mengenyam pendidikan hingga pasca sarjana. Bayangkan; Karena jenjang pendidikan tersebut, Anda memiliki pengetahuan dan kemampuan yang sangat baik untuk mengembangkan teknologi tinggi.

    Namun, Anda tinggal di sebuah perdesaan di sebuah negara miskin. Tidak ada lapangan pekerjaan di bidang teknologi tinggi yang tersedia untuk Anda. Selain itu, negara tempat Anda tinggal juga tidak memiliki stabilitas politik, dan dikuasai oleh berbagai kelompok-kelompok militan yang berkuasa secara brutal terhadap mereka yang tinggal di wilayah kekuasaannya.

    Keadaan ini membuat tidak ada investor yang bersedia menginvestasikan uangnya di negara tempat Anda tinggal. Hal ini tentu semakin mempersulit kesempatan Anda untuk mendapatkan pekerjaan. Lantas, bila Anda berada di situsi tersebut, apakah kondisi tersebut memungkinkan Anda untuk mengembangkan dan memanfaatkan kemampuan yang Anda miliki?

    Hal ini tentu adalah sesuatu yang sangat mustahil. Insinyur yang mendapati dirinya di situasi tersebut tentu akan terjebak dan tidak bisa memanfaatkan kemampuan yang ia miliki. Konsekuensinya, masyarakat luas juga tentu tidak bisa mendapatkan hasil dari hasil kerja dan inovasi yang dapat dikaryakan oleh insinyur tersebut.

    Yang memprihatinkan, ilustrasi di atas bukanlah sesuatu cerita khayalan yang hanya terjadi di dalam dunia fiksi. Kenyataannya, jutaan orang mendapati dirinya terjebak tinggal di negara-negara dan daerah-daerah yang tidak memungkinkan mereka untuk mengembangkan kemampuannya dan memiliki masa depan yang baik, yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti korupsi dan pemerintahan yang tidak kompeten, hingga perang dan konflik militer.

    Pada tahun 2020 misalnya, setidaknya ada 22 negara yang masuk dalam kategori negara berpenghasilan rendah, dengan tingkat pendapatan nasional per kapita (GNP per capita) di bawah USD1.026 per tahun. Negara-negara tersebut ditinggali oleh hampir 600 juta penduduk dunia (World Population Review, 2020).

    Hal ini tentu merupakan sesuatu yang sangat memprihatinkan. Betapa banyak potensi dan talenta yang menjadi tidak bisa bermanfaat secara optimal karena mereka yang memilikinya terpaksa dan terjebak tinggal di negara-negara yang tidak memungkinkan mereka untuk mengembangkan kemampuannya.

    Untuk itu, memungkinkan orang-orang yang tinggal di negara-negara tersebut untuk berpindah ke wilayah yang lebih stabil, kaya, dan memiliki institusi politik dan ekonomi yang bekerja dengan baik adalah sesuatu yang sangat penting, tidak hanya bagi individu tersebut, namun juga bagi dunia secara luas. Bila mereka dapat berpindah dan tinggal di negara-negara yang lebih baik, bisa dipastikan mereka akan jauh lebih produktif karena mereka bisa mengembangkan dan memanfaatkan kemampuan yang mereka miliki secara optimal.

    Dengan demikian, perekonomian dunia juga akan semakin tumbuh, dan kesejahteraan bisa dapat semakin meningkat. Tidak tanggung-tanggung, majalah The Economist pada tahun 2017 memprediksi bahwa, bila seluruh penduduk dunia memiliki kesempatan untuk berpindah tempat dan mencari pekerjaan secara bebas tanpa restriksi, maka dunia akan menjadi semakin kaya hingga USD78 triliun (The Economist, 13/7/2017).

    Selain itu, dari perspektif gagasan politik, kebijakan imigrasi bebas adalah salah satu kebijakan yang sangat sejalan dengan ide-ide liberalisme klasik dan libertarianisme. Liberalisme klasik dan libertarianisme adalah gagasan yang menjunjung tinggi hak dan kebebasan individu. Salah satu hak dasar yang kita miliki adalah hak atas kebebasan untuk bepergian dan berpindah tempat untuk mencari kehidupan yang lebih baik sesuai dengan yang kita inginkan.

    Lantas, bagaimana dengan poin-poin yang diangkat oleh mereka yang memiliki pandangan oposisi terhadap imigrasi? Bukankah para imigran akan mengancam kehidupan ekonomi dan budaya masyarakat yang tinggal di negara yang ia datangi?

    Terkait dengan ancaman ekonomi, berbagai studi sudah menunjukkan bahwa, pandangan yang menyatakan imigran akan mengancam pekerjaan masyarakat di negara-negara kaya seperti Amerika Serikat adalah pandangan yang keliru. Dampak dari tenaga kerja migran terhadap gaji dan juga pekerjaan yang dimiliki oleh pekerja native sangat kecil (Brookings.edu, 24/8/2017).

    Selain itu, para imigran, khususnya yang berpendidikan tinggi dan high-skilled justru membawa manfaat yang sangat besar bagi negara yang menjadi tujuan mereka, karena mereka bisa menggunakan dan memanfaatkan kemampuan yang mereka miliki secara optimal. Di Amerika Serikat misalnya, hampir setengah dari perusahaan Fortune 500, atau 500 perusahaan terbesar di Amerika Serikat, didirikan oleh para imigran atau anak-anak imigran. Hal ini termasuk juga berbagai perusahaan teknologi tinggi seperti Apple dan Google (Brookings.edu, 4/12/2017). Dengan adanya perusahaan-perusahaan besar tersebut, masyarakat Amerika Serikat tentu akan semakin diuntungkan karena lapangan pekerjaan akan semakin luas.

    Terkait dengan permasalahan kultur dan budaya, pandangan bahwa imigrasi merupakan ancaman bagi budaya dan kultur sebuah negara adalah pandangan yang sangat keliru. Di Britania Raya misalnya, yang merupakan salah satu negara tujuan favorit bagi banyak imigran dari seluruh dunia, meskipun para imigran umumnya tetap mengadopsi kultur dan budaya tempat mereka berasal. Namun, sekitar 50% dari generasi-generasi setelah mereka justru menjadi semakin menjauhi budaya dan kultur orang tua mereka, dan mengadopsi kultur negara tempat mereka tinggal (geographical.co.uk, 30/11/2018).

    Adanya imigrasi juga membuat budaya suatu negara menjadi semakin beranekaragam. Berkat adanya imigran misalnya, kita bisa dengan mudah membeli makanan yang berasal dari berbagai negara di seluruh dunia. Anda bisa membeli makanan China di Jakarta, makanan India di London, makanan Jepang di Sydney, dan sebagainya, yang tentunya membuat kehidupan kita jauh lebih berwarna.

    Selain itu, toh jika kita mau jujur, tidak ada satupun produk budaya yang murni dibuat sebuah negara tanpa interaksi dengan orang-orang dari negara lain. Berkat pengaruh dari China misalnya, kita menjadi akrab dengan berbagai produk pangan seperti mi dan kecap (kaltim.tribunnews.com, 28/1/2019). Bahkan, minuman teh, yang menjadi bagian dari keseharian jutaan masyarakat Indonesia juga berasal dari China (Republika, 25/11/2018). Tanpa adanya pengaruh dari kebudayaan China, hampir mustahil kita menjadi akrab dengan produk-produk pangan dan minuman tersebut.

    Sebagai penutup, imigrasi merupakan sesuatu yang sangat positif dan patut untuk selalu kita dorong. Bila kita membuka sekat-sekat restriksi imigrasi yang memungkinkan setiap individu di seluruh dunia untuk berpindah tempat dan tinggal di tempat yang mereka inginkan, bukan hanya mereka akan mampu mendapatkan kehidupan yang lebih baik, namun dunia juga akan semakin kaya dan produktif karena para migran tersebut akhirnya mampu menggunakan dan memanfaatkan kemampuan dan pengetahuan yang mereka miliki secara optimal.

     

    Referensi

    Majalah Online

    https://www.smithsonianmag.com/history/americas-true-history-of-religious-tolerance-61312684/ Diakses pada 14 Maret 2021, pukul 20.15 WIB.

     

    Internet

    https://www.brookings.edu/blog/brookings-now/2017/08/24/do-immigrants-steal-jobs-from-american-workers/ Diakses pada 14 Maret 2021, pukul 23.30 WIB.

    https://www.brookings.edu/blog/the-avenue/2017/12/04/almost-half-of-fortune-500-companies-were-founded-by-american-immigrants-or-their-children/#:~:text=Digging%20deeper%20into%20the%20numbers,consistent%20with%20broader%20research%20literature Diakses pada 15 Maret 2021, pukul 00.20 WIB.

    https://www.economist.com/the-world-if/2017/07/13/a-world-of-free-movement-would-be-78-trillion-richer Diakses pada 14 Maret 2021, pukul 22.40 WIB.

    https://geographical.co.uk/opinion/item/2988-acculturation Diakses pada 15 Maret 2021, pukul 01.05 WIB.

    https://kaltim.tribunnews.com/2019/01/28/5-pengaruh-budaya-china-dalam-kehidupan-masyarakat-indonesia-dari-kuliner-hingga-kosa-kata?page=4 Diakses pada 15 Maret 2021, pukul 02.10 WIB.

    https://www.republika.co.id/berita/senggang/unik/18/11/25/pir1st383-asal-mula-munculnya-istilah-teh Diakses pada 15 Maret 2021, pukul 02.25 WIB.

    https://www.weforum.org/agenda/2020/01/iom-global-migration-report-international-migrants-2020/ Diakses pada 14 Maret 2021, pukul 20.35 WIB.

    https://worldpopulationreview.com/country-rankings/low-income-countries Diakses pada 14 Maret 2021, pukul 21.45 WIB.