Pemerintah Yang Terhormat, Jangan Memperburuk Keadaan

    380

    Sebuah kehidupan yang beradab sangat bergantung pada hadirnya moda angkutan yang handal dan efisien. Moda angkutan penting untuk kegiatan ekonomi, perpindahan barang dari produsen ke konsumen, dan mobilitas orang dari tempat tinggal mereka ke tempat pemenuhan kebutuhan sehari – hari mereka, seperti perkerjaan; pendidikan; belanja dan rekreasi  (Iles 2005).

    Bertolak belakang dengan hipotesis tersebut, moda angkutan Indonesia, khususnya kota – kota besar, jauh dari memadai. Berbagai masalah hadir, seperti kapasitas penumpang dan kualitas yang sangat rendah dan masalah kemacetan yang jauh dari selesai (Munawar 2007). Tingginya biaya angkutan di negeri ini menjadi sebuah keniscayaan yang pasti bila berkaca pada kondisi angkutan kita saat ini. Perekonomian masyarakat dan negara menjadi tumbal dari masalah ini.

    Melihat kondisi tersebut, pemerintah terkesan terlambat dan cenderung gegabah dalam usaha menyelesaikan masalah angkutan umum. Pembangunan infrastruktur angkutan umum yang hampir dimotori dan dimonopoli oleh pemerintah terhambat oleh sebuah kisah klasik, seretnya anggaran belanja. Pengembangan Sistem Angkutan Umum Massal (SAUM) jalan di tempat, sehingga sistem angkutan umum yang ada tidak bisa berjalan mengikuti perkembangan kota.

    Mayoritas moda angkutan kota-kota di Indonesia masih didominasi oleh angkutan kota (angkot). Angkot yang lahir dari kerja sama antar pemerintah dan kartel pengusaha angkutan umum kota (organda) bertanggung jawab sebagai tumpuan mobilitas masyarakat perkotaan. Namun dengan tidak adanya Standar Pelayanan Minimum (SPM) dan pengelolaan tidak professional membuat angkot berkualitas rendah, jauh dari aman dan ketidakpastian dalam waktu dan tarif. Moda ini semakin ditinggalkan.

    Ada Permintaan, Ada Penawaran

    Kebutuhan akan moda angkutan yang efektif dan efisien dari waktu ke waktu terus bertambah. Meningkatnya jumlah aktivitas masyarakat dan keterbatasan angkutan umum saat ini meningkatkan permintaan atas moda angkutan alternatif.

    Adalah moda angkutan berplat hitam atau ‘tidak berizin’ hadir sebagai jawaban sementara, ojek; taksi gelap dan omprengan. Keberadaan mereka kadang meresahkan tetapi mereka-lah jawaban atas kebutuhan angkutan masyarakat. Mereka menjawab dari apa yang pemerintah sendiri tidak mampu menjawab.

    Berkembangnya zaman dan teknologi, keberadaan moda berplat hitam semakin mudah dengan kehadiran aplikasi untuk mengaksesnya. Kehadiran pelaku usaha professional juga mempermudah dan menarik minat masyarakat dengan kemampuan mereka mentransformasi standar pelayanan moda plat hitam yang lebih baik ketimbang moda plat kuning. Perkembangan tersebut menciptakan istilah tersendiri bagi pelayanan moda terbaru tersebut, ojek online dan taksi online.

    Namun tingginya permintaan angkutan tersebut oleh masyarakat disambut negatif oleh para pelaku moda yang sudah nyaman dengan status quo. Bentuk penolakan terjadi di berbagai kota besar di Indonesia, dari demonstrasi di tempat umum hingga adu fisik di lapangan. Perang dingin kedua moda tersebut mulai memanas hingga mencapai kondisi yang meresahkan.

    Bak ‘pahlawan kesiangan’, pemerintah hadir untuk menyelesaikan perseteruan dua moda transportasi tersebut. Berusaha melerai kedua pihak tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 32 Tahun 2016 yang mengatur moda angkutan di luar jalur. Dalam Permenhub tersebut pemerintah mengatur beberapa hal, diantaranya adalah pengaturan tarifangkutan, kuota jumlah angkutan, pemindahan kepemilikan dan penerapan pajak pada operasional kendaraan.

    Permenhub tersebut tidak mampu memberikan penyelesaian yang baik dari konflik yang ada saat ini, justru memberikan dampak buruk bagi keberlangsungan ojek online dan taksi online, serta masyarakat pada umumnya. Hal ini senada dengan pernyataan ketua KPPU Syarkawi Rauf yang menyatakan bahwa regulasi mengenai penerapan tarif bawah, sistem kuota dan pemindahan kepemilikan kendaraan justru akan memperkuat oligarki perusahaan angkutan taksi yang ada saat ini (Herman 2017).

    Kuota, Price Control dan Pemindahan Kepemilikan

    Perlu diketahui bahwa penerapan price control menimbulkan dampak buruk. Kebijakan tersebut akan merusak kesimbangan permintaan dan penawaran yang terjadi antara masyarakat dan penyedia angkutan ojek online dan taksi online. Aturan ini akan mengurangi insentif ojek online dan taksi online untuk beroperasi, karena harga yang tidak sesuai, hingga pada akhirnya aka nada keterbatasan ojek online dan taksi online di masyarakat. Tentu ini adalah penghambat keberlangsungan kedua moda tersebut dan pada akhirnya masyarakat yang membutuhkanlah yang dirugikan. Price control akan menyebabkan keterbatasan dan biaya yang tinggi (Lee 1998; Reisman 1990).

    Begitu pula dengan penerapan kuota, jumlah angkutan yang diatur tentu akan menghambat operasional ojek online dan taksi online dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Ketidakseimbangan antara kebutuhan akan ojek online dan taksi online dan angkutan yang ada akan meningkatan keterbatasan dan biaya yang tinggi pula. Biarkan mekanisme pasar menentukan jumlah angkutan yang beroperasi dan keseimbangan alami antara kebutuhan dan penyedia angkutan.

    Pemindahan kepemilikan dari pribadi ke perusahaan juga menjadi persoalan tersendiri. Aturan ini sama halnya dengan legitimasi pemerintah atas perampokan kepemilikan barang milik orang lain. Secara tidak langsung pemerintah memberikan izin kepada institusi perusahaan untuk mengambil kendaraan milik orang lain untuk menjadi aset mereka. Aksi perampasan ini tentu akan mengurangi insentif ojek online dan taksi online untuk beroperasi, cenderung menjadi disinsentif bagi pemilik aset kendaraan. Akibat lanjutannya pada akhirnya masyarakat yang menjadi korban.

    Lonceng Kematian Angkot

    Jika bicara angkutan umum kota, sistem angkot yang mayoritas beroperasi di kota-kota besar di Indonesia sudah tidak layak dan mumpuni lagi untuk menjadi angkutan umum kota. Sistem yang berjalan tanpa standar pelayanan, tarif yang tidak tentu dan operasional yang tidak professional sudah tidak cocok dengan perkembangan zaman dan teknologi saat ini. Jika kita masih mempertahankan sistem tersebut, kita memang tidak cocok dengan perkembangan masyarakat dunia.

    Perlu kita belajar dari transformasi Johannesburg, Afrika Selatan yang mampu mengubah angkutan umum mereka. Memiliki sistem angkutan yang sama persis dengan angkot yang ada di Indonesia, Johannesburg mampu mengubahnya menjadi angkutan yang professional dan terintegrasi. Transformasi yang dilakukan tidaklah mudah. Namun dilakukan dengan keseriusan pemerintah dan kerja sama antar pemangku kepentingan angkutan umum mereka (McCaul and Ntuli 2011).

    Kehadiran ojek online dan taksi online sebagai angkutan alternatif di masyarakat luas menjadi momentum untuk perubahan. Melihat contoh yang telah dilakukan oleh Johannesburg, transformasi angkutan umum perlu mengikutsertakan seluruh pemangku kepentingan yang ada, dalam kasus ini ojek online dan taksi online menjadi salah satunya. Transformasi yang dibangun bukanlah yang menghambat sebuah inovasi dan bertahan di status quo. Tetapi perubahan sistem yang sudah usang dengan sistem yang sesuai dengan perkembangan kota di dunia.

    Pemerintah perlu sadari sikap kontrol berlebih dan gegabah dalam kebijakan transportasi tidak akan menyelesaikan masalah yang ada.