Selamat datang di suatu ruang yang memberi peluang memperpanjang ungkapan pikiran demi perwujudan harapan-harapan manusia. Ruang ini adalah representasi tertinggi wadah makhluk bumi yang mampu untuk berpikir dan berkolaborasi memahami liberalisme. Mempelajari liberalisme adalah suatu proses yang tidak hanya mampu diampu melalui buku-buku, tapi ia juga diperoleh dari alam akal yang oleh Kant gigaukan sebagai alam Transedental. Mempelajari liberalisme bukan berarti mempelajari konsep, istilah, atau bahkan nilai dan prinsip apa saja yang menyertainya. Mempelajari liberalisme juga mempelajari proses untuk memperlihatkan sebertanggungjawab apa kita untuk memilih jalan mempelajari liberalisme. Dialog kata yang tersirat dan tersurat dalam tulisan ini menyediakan momentum tersebut. Selamat datang.
Punggawa liberalisme sejak dari kelahiran Hobbes adalah sosok-sosok yang percaya diri mengubah keadaan, bukan sosok yang mengkampanyekan nilai atau prinsip tertentu secara buta layaknya dogma. Hobbes percaya bahwa hanya dengan hasil akalnya yang bernama Leviathan ketakutan dapat dimusnahkan. Locke percaya hanya dengan hak-hak manusia lah dunia akan bertumpu di kaki sendiri. Berabad berikutnya, tiga sekawan Voltaire, Rosseau dan Montesquieu meraba-raba cara untuk mengubah sistem gundik menuju sistem yang bernama Re-publik. Dengan percaya dirinya juga, Adam Smith mencorat-coret kertas putih dimejanya menjadi suatu lukisan yang terdiri garis horizontal dan vertikal yang membawa kita pada istilah yang bernama kesejahteraan. Semuanya dilakukan melalui kata “percaya” yang diverifikasi oleh “akal pikiran.”
Liberalisme bertahan lama! Ya, dari tahun 1600 hingga 2014, ada 414 kali Natal dan Idul Adha yang ia lalui dalam rongga kompetisi dengan ideologi ataupun paham lainnya. Ia tak pernah takut berkompetisi. Baginya, hanya dengan kompetisi lah inferioritas dapat ditekan, sebab liberalisme percaya bahwa dalam tubuh setiap laki-laki dan perempuan terdapat potensi yang bisa diharapkan walaupun itu hanya sebesar partikel terkecil. Harapan! Ia menjadi indikator mutlak apakah ia seorang liberal atau tidak. Harapan adalah satu-satunya metode untuk mempelajari apa itu liberalisme dan seperti apa liberalisme dalam dirinya. Hanya dengan harapan, kemerdekaan dapat dikejar sebagaimana James Madison selalu berujar pada anak didiknya di Union State. Hanya dengan harapan, Lincoln dengan gagahnya berpidato mempengaruhi kongres untuk percaya bahwa putih dan hitam adalah sama. Bermodal harapanlah Obama percaya bahwa perubahan dapat terjadi untuk mereka yang minor menjadi bagian dari major. Change, We can do it.
Liberalisme penentu peradaban, mungkin iya. Sebab ia selalu berujar dan menggigau mengenai konsep mengejar. Satu-satunya senyawa dalam liberalisme yang mampu mengubah senyawa lain adalah keinginannya untuk selalu lebih daripada apa yang telah ada. Ketidakpuasan adalah enzim yang menyebabkan senyawa ini selalu berfungsi. Ketidakpuasannya terhadap upaya pencarian eksistensi Tuhan mengantarkan negara-negara yang percaya pada liberalisme menjejak di Bulan, angkasa raya, bahkan berimajinasi bahwa ada dunia lain serupa bumi di luar sana. Ia bahkan membuat kita percaya bahwa kemustahilan untuk menjalankan waktu secara terbalik dapat dilakukan melalui teknologi.
Demokrasi, adalah satu-satunya anak tunggal liberalisme yang selalu manja akan kebebasan. Manja berarti ia akan liar, jika induknya yang bernama kebebasan menghilang atau tak berada disekitarnya. Keliaran demokrasi tanpa kebebasan dapet berujung pada tindak koruptif, manipulatif, dan oligarkis. Kemanjaannya ini selalu mendapat cercaan oleh anak-anak tak sedarah lain diluarnya yaitu sistem lain yang diluar demokrasi. Kemanjaannya adalah sebab satu-satunya yang menyebabkan demokrasi bukan merupakan sistem terbaik untuk mengatur publik di muka bumi. Tapi ia adalah sistem terbaik dari yang terburuk. Anak manja ini kian tumbuh tapi tak bisa melepaskan kemanjaannya, karena ia lahir di lokasi sosiologis yang penuh dengan pembunuhan membabi-buta oleh raja maupun kesewenangan gereja. Hal ini pulalah yang menjadigak tugas para pembelajar liberalisme yang akan datang untuk terus mendewasakannya melalui pemahaman sosiologis yang berbeda dari tempat kelahirannya yang penuh pertumpahan darah akibat kesewangan otoritas mutlak.
Liberalisme dan demokrasi adalah dua terminologi yang perdebatannya selalu dinilai dari argumentasi. Kebertahanan dua terminologi sebagai nilai dasar bernegara di beragam belahan dunia disebabkan oleh kemampuannya diuji walaupun dalam posisi yang seradikal mungkin. Liberalisme pernah diuji oleh Depresi Besar ekonomi dunia di awal 1900-an yang menyebabkan kemiskinan merajalela. Liberalisme pernah diuji oleh sentimen kerohanian semu yang percaya bahwa semua Yahudi adalah makhluk paling tak berharga di dunia. Liberalisme pernah diuji oleh sosok penyetaraan yang menggiurkan kaum tertindas yang bernama komunisme. Namun dari ujian tersebut liberalisme tidak pernah kalah dan terus bertahan. Kebertahanan liberalisme ini disebabkan oleh besarnya kepercayaannya pada argumentasi sebagai dalil untuk berdoa atas keabadiaanya. Hanya dengan argumentasi ia dapat diuji kebenaran dan kebertahannya. Liberalisme tidak takut dengan kritik, karena ia tahu bahwa hanya dengan kritik argumentasi akan semakin kuat. Kekuatan dirinya adalah kemampuannya untuk memahami diri sendiri yang selalu penuh dengan kekurangan.
Demokrasi adalah ruang pengadilan, dimana seseorang dihukum mati atau tidak ditentukan berdasarkan penalaran, moral, dan keinginan. Demokrasi adalah iklim, dimana baik-buruknya hujan batu pada rumah ibadah dihukum berdasarkan dalil hukum, bukan oleh sesama batu. Demokrasi adalah bank, dimana uang yang diberi nama pajak dipergunakan sesuai kehendak nasabah, bukan oleh pemilik bank. Ia memberi peluang pada nasabah untuk menentukan kelayakan pemilik bank untuk mengatur tabungannya dengan suatu sistem yang bernama Pemilu. Pemilik bank yang tidak mampu mengatur tabungan nasabah akan dihujat dalam waktu 5 tahun. Pemilik bank yang mampu mengatur tabungannya akan dihadiahi dengan bonus 5 tahun tambahan masa jabatan. Demikan liberalisme dan demokrasi berada. Sejatinya ia adalah sesuatu selalu berkembang. Dengan bersepakatnya waktu dan ruang, ia mencoba bekerja menghadapi beragam kekurangan.