Pelajaran dari Kasus Johnny Depp: Laki-Laki Juga Korban Budaya Patriarki

    357
    Sumber gambar: https://www.republika.co.id/berita/rc9svq414/kasus-amber-heard-vs-johnny-depp-dinilai-rugikan-penderita-borderline-personality-disorder

    Belakangan ini, banyak orang tengah asyik mengikuti jalan persidangan antara Johnny Depp dan Amber Heard, yang mana Amber selaku mantan istri Johnny menuduhnya sebagai pelaku kekerasan rumah tangga dan dirinya adalah simbol perempuan yang bertahan dalam budaya kekerasan di Amerika.

    Johnny yang terkenal sebagai aktor Hollywood papan atas mendapat terpaan isu tak sedap dan cap ‘suami yang buruk ‘ sehingga banyak studio film dan seni menolak memberinya peran dan pekerjaan.

    Ya, menjadi pelaku kekerasan seksual adalah kejahatan terbesar bagi masyarakat Amerika. Mereka yang melakukan kejahatan dalam rumah tangga, diberi stereotipe sebagai monster yang tak pantas di orbit dan menjadi panutan.

    Hollywood dan Disney yang sangat selektif dalam memberi ruang para seniman, terpaksa harus mengenyahkan Johnnya dari panggung hiburan setelah isu kekerasan dalam rumah tangga yang melibatkan Johnny muncul ke permukaan.

    Seperti yang telah Anda ketahui, Johnny tak terima atas tuduhan biadab tersebut dan melaporkan balik Amber dengan dalih pencemaran nama baik.

    Tentu saya tipe orang yang paling bosan mengikuti berita mengenai selebriti, wa bil khusus selebriti luar negeri yang tak akrab di mata saya. Namun, saya memiliki alasan khusus mengapa kasus persidangan Johnny Depp dan Amber Heard ini begitu menarik dan penting untuk diikuti.

    Dan saya menganjurkan pula pada Anda untuk mengetahui kasus yang menyeret ‘Kapten Jack Sparrow’ ini.

    Yang membuat kasus ini menjadi penting dan bisa ditarik sebuah pelajaran karena melalui kasus ini kita dapat melihat bahwa kekerasan seksual bisa menimpa semua orang tanpa memandang ras, status sosial, atau gender.

    ***

    Dalam artikelnya yang bertajuk “Amber Heard: I spoke up against sexual violence and faced our culture’s wrath. That has to change”, yang dimuat oleh The Washington Post pada tahun 2018 lalu, Amber menggambarkan bahwa dirinya adalah korban kebiadaban sang suami saat mereka masih menjalani biduk rumah tangga.

    “Dua tahun yang lalu, saya menjadi tokoh publik yang mewakili kekerasan dalam rumah tangga, dan saya merasakan kekuatan penuh dari murka budaya kita untuk perempuan yang berbicara” tulisnya (the Washington post, 18/12/2018). Artikel ini secara tidak langsung menyerang personal Johnny yang tepat dua tahun lalu berpisah dengan Amber. Publik marah, kecewa, dan mengutuk tindakan pria yang merupakan aktor di film Pirates of the Caribbean tersebut.

    Memang, ketika kita melihat sosok Johnny, ia adalah seorang pria pemalu, macho, berbadan tegap, pendiam dan tidak bisa dipungkiri juga jika dia -mungkin saja- bertindak begitu kepada Amber.

    Namun, pada tahun 2019 Johnny Depp menggugat Amber Heard ke persidangan dan dirinya bersikeras menangkis seluruh tuduhan yang disematkan padanya. Johnny Depp menggugat Amber Heard atas pencemaran nama baik. Ia menuntut ganti rugi karena berita tersebut telah membuatnya dihempas dari sejumlah proyek film, termasuk sekuel Pirates of Caribbean selanjutnya.

    Setelah persidangan digelar selama beberapa waktu, terkuak sebuah fakta yang mengejutkan publik: Johnny Depp bukan pelaku kekerasan rumah tangga, justru ia adalah korban dari kekerasan tersebut.

    Muncullah fakta-fakta bahwa Amber memukulnya, melecehkan dirinya sebagai badut, meludahinya, dan yang membuat publik tercengang adalah bukti foto dan rekaman ketika Amber melempar botol ke arah tangan Johnny hingga jarinya putus (Suara.com, 21/04/2022).

    Persidangan ini membuktikan Johnny bukanlah sosok ‘monster’ seperti yang dituduhkan oleh Amber, tapi dia adalah pria pendiam yang berusaha menutupi segala aib rumah tangganya ke muka publik.

    Tak ada yang menyangka, awalnya banyak orang percaya pada ucapan Amber bahwa dia melakukan korban kekerasan seksual. Namun, setelah persidangan disorot secara publik, barulah orang-orang sadar bahwa Amber adalah penipu ulung yang justru melakukan kekerasan fisik kepada Johnny yang notabene adalah suaminya.

    Melalui kasus ini, kita mendapat pelajaran bahwa kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya menimpa perempuan, tetapi juga laki-laki. Karena rasa cinta Johnny pada Amber, ia berusaha untuk menutupi kekerasan yang terjadi dalam rumah tangganya. Bahkan, Johnny memaafkan ketika Amber berselingkuh beberapa kali dengan rekan kerjanya sesama aktor.

    Anda mungkin berpendapat bahwa kisah cinta Johnny dan Amber adalah toxic relationship, mungkin benar.  Namun, saya melihat sebuah pembelajaran lain bahwa laki-laki juga bisa menjadi korban atas cintanya. Hartanya juga bisa mereka juga bisa menjadi tumbal untuk mempertahankan cinta dan kelanggengan rumah tangganya.

    Johnny Depp dalam Penjara Patriarki

    Hal menarik yang patut di simak adalah, kenapa selama 5 tahun (2018-2022) banyak orang meyakini bahwa Amber adalah korban dan Johnny adalah pelaku?

    Ketika tuduhan dilayangkan kepada Johnny, beberapa rumah produksi film mencekalnya dan orang-orang di media sosial mencibirnya, meski pengadilan belum memutuskan siapa yang bersalah.

    Tentu jawabannya dapat kita ketahui melalui rekaman percakapan Amber kepada Johnny yang diputar saat persidangan berjalan:

    “Kau (Johnny Depp) adalah pria dengan tubuh besar dan aku adalah perempuan lemah. Beri tahu mereka: saya Johnny Depp, saya adalah korban kekerasan dalam rumah tangga, dan lihat berapa banyak orang yang akan percaya dan berpihak pada Anda?” kata Amber (Kompas.com, 30/04/2022).

    Dari percakapan di atas, Amber berusaha memanfaatkan konstruksi masyarakat patriarki untuk menutupi kekerasan yang ia lakukan pada JD.

    Ia percaya bahwa siapapun yang berbicara, jika seorang perempuan bercerita soal kekerasan yang diterima olehnya, pasti masyarakat akan bersimpati padanya.

    Dalam konstruksi budaya patriarki, laki-laki adalah superior. Laki-laki menganggap perempuan sebagai hak milik sehingga berhak memperlakukan perempuan sekehendak hatinya.

    Tak jarang jika semua orang sepakat bahwa perempuan adalah sosok yang paling rentan menjadi korban dalam kekerasan rumah tangga.

    Amber tahu jelas konstruksi patriarki masih diadopsi oleh masyarakat. Ia juga optimis bahwa orang-orang pasti berpihak kepadanya sebagai perempuan penyintas kekerasan dalam rumah tanga (KDRT), meski kekerasan itu tidak pernah dilakukan Johnny kepadanya.

    Tak heran ketika The Washington Post memuat opini Amber Heard yang menggambarkannya sebagai penyintas KDRT, publik Amerika langsung percaya.

    Ya, sulit memang untuk menolak tuduhan Amber. Johnny adalah sosok pria berbadan kekar, pendiam, berwajah dingin, dan kuat. Johnny sendiri sadar bahwa dirinya tak mungkin membantah stereotipe negatif yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Oleh karena itu, Johnny memilih jalur hukum dan mempublikasikan jalannya persidangan kepada khalayak ramai.

    ****

    Mengikuti jalannya persidangan Johnny Depp dan Amber Heard, spontan saya mengingat ucapan Musdah Mulia beberapa waktu lalu saat saya diundang makan siang di rumah Beliau. Beliau berkata bahwa budaya patriarki bukan hanya menyakiti perempuan, tetapi juga mengorbankan laki-laki.

    Dalam konstruksi masyarakat patriarki, laki-laki dituntut untuk menjadi kuat, tak boleh lemah, tak boleh menangis. Bahkan, laki-laki tidak diizinkan untuk menyentuh dapur dan urusan rumah tangga. Walhasil, laki-laki akhirnya kehilangan keterampilan untuk mengurus rumah dan dirinya sendiri. Banyak pria di luar sana yang tak bisa memasak, tak bisa menyeterika, bahkan tidak telaten dalam mengurus keperluan sehari-hari.

    Dalam konstruksi patriarki, laki-laki dilarang menangis. Menangis adalah watak perempuan yang pantang dimiliki oleh laki-laki. Ada pepatah yang mengatakan bahwa laki-laki menangis di hatinya, bukan di matanya. Akhirnya, ketika seorang pria mendapat ujian mental yang luar biasa, ia memendam kesedihannya hingga membuat dirinya stres dan kehilangan akal sehat.

    Budaya patriarki juga melarang laki-laki banyak bicara. ‘seperti perempuan ‘. Namun, dampaknya justru merugikan laki-laki. Mereka yang memiliki guncangan mental yang hebat tak bisa menceritakan masalahnya kepada siapapun. Beban mental tersebut justru membahayakan psikis dan kesehatan tubuhnya.

    Dampak buruk akibat stres dan tekanan mental ini telah dikaji oleh Robert H. Shmerling, MD, seorang peneliti sekaligus editor di Harvard Health Publicity. Kesimpulan yang ia dapat adalah, laki-laki di zaman ini cenderung memiliki angka harapan hidup yang rendah dibandingkan perempuan. Salah satunya adalah karena beban sosial, stress, dan pekerjaan ekstrem (Idntimes.com, 05/04/2022).

    Melihat fakta-fakta di atas, budaya patriarki tidak hanya merugikan perempuan, namun laki-laki juga menjadi korban. Kekerasan rumah tangga yang dialami Johnny Depp adalah contoh bahwa stereotipe laki-laki yang selalu harus tampak “superior” dalam keluarga dan cenderung mudah disalahkan dalam kasus KDRT. Dalam kasus ini, Johnny yang pendiam dan kuat, sangat ‘empuk’ bagi Amber untuk melemparkan tuduhan kekerasan rumah tangga, yang sebenarnya dia sendiri adalah pelakunya.

    Dan satu poin terpenting adalah, kekerasan dalam keluarga, tidak hanya mengancam perempuan, tetapi juga pria, bahkan anak-anak. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita juga pasangan muda saat ini, merubah paradigma pernikahan dari “kamu adalah milikku” menjadi “keluarga milik kita bersama”. Relasi timpang sebuah keluarga dalam konstruksi patriarki sangat rentan mengubah pernikahan yang indah menjadi sebuah neraka.

    Jika dalam keluarga, antara pasangan memiliki tanggung jawab yang adil, dan keduanya bersepakat dalam pembagian peran untuk menciptakan keluarga yang bahagia dan demokratis, saya rasa kasus yang menimpa Johnnya dan orang lain di luar sana seharusnya dapat dicegah.

     

    Referensi

    https://amp.suara.com/entertainment/2022/04/21/193056/5-fakta-kasus-johnny-depp-dan-amber-heard-kekerasan-yang-ditutupi-terungkap Diakses pada 8 Juni 2022, pukul 16.09 WIB.

    https://www.idntimes.com/science/experiment/amp/ismii-id/alasan-pria-lebih-cepat-meninggal-daripada-wanita-c1c2 Diakses pada 8 Juni 2022, pukul 17.36 WIB.

    https://www.kompas.com/hype/read/2022/04/30/112733966/kronologi-kasus-johnny-depp-dan-amber-heard?page=all#page2 Diakses pada 8 Juni 2022, pukul 16.20 WIB.

    https://www.washingtonpost.com/opinions/ive-seen-how-institutions-protect-men-accused-of-abuse-heres-what-we-can-do/2018/12/18/71fd876a-02ed-11e9-b5df-5d3874f1ac36_story.html Diakses pada 8 Juni 2022, pukul 15. 55 WIB.