
Vecihi Hürkuş, mungkin tidak banyak yang mengenal atau bahkan sekedar mendengar namanya. Namun dari seorang insinyur muda ini kita dapat belajar bagaimana negara dapat membunuh inovasi dan kreativitas seorang entrepreneur. Hürkuş adalah seorang insinyur dan eks-penerbang Angkatan Udara Kekaisaran Ottoman yang selanjutnya berganti menjadi negara yang kita kenal sebagai Turki.
Hürkuş lahir di kota Istanbul pada 6 Januari 1896 dan selanjutnya berkuliah di Tophane Art School. Usai lulus, ia memutuskan bergabung sebagai relawan dalam Perang Balkan di mana ia ditugaskan menjadi penjaga tahanan perang. Selama perang ini, ketertarikannya akan dunia penerbangan dimulai. Ia mencoba mendaftar sebagai penerbang angkatan udara, namun ditolak karena dianggap terlalu muda. Ia pun memutuskan bergabung dengan sekolah permesinan pesawat dan pada Perang Dunia I, ia bertugas sebagai mekanik pesawat di Angkatan Udara Kekaisaran Ottoman. Minatnya terhadap dunia penerbangan menjadi semakin berkembang setelah ia mendapatkan kepercayaan untuk menjadi co-pilot dalam beberapa penerbangan (Turkishpress, 2020)
Usai Perang Dunia I, ia memutuskan untuk membangun pesawat pertama Turki yang diberi nama Vecihi K-VI bersama rekan-rekan Angkatan Udaranya. Rekan-rekannya menyatakan bahwa Hürkuş adalah seorang yang ambisius dan pekerja keras, di mana ia menghabiskan rata-rata 16 jam perharinya selama proses pembangunan pesawat. Ia bekerja penuh selama 14 bulan hingga akhirnya menyelesaikan mahakaryanya. Namun, ia terganjal masalah sertifikasi keamanan hingga akhirnya memutuskan menerbangkan pesawatnya pada 28 Januari 1925. Beberapa hari kemudian, ia mendapatkan surat yang menyatakan bahwa dirinya melanggar hukum karena menerbangkan pesawat tanpa perizinan yang berujung dengan pemberhentiannya sebagai anggota Angkatan Udara (Hürkuş, 2000).
Meski pada akhirnya hukumannya ditangguhkan dan memperoleh rehabilitasi penuh pada era Mustafa Kemal Ataturk, kisah pemenjaraan Hürkuş mengajarkan beberapa hal penting kepada kita. Pertama, negara tidak selalu akan menjadi sahabat bagi entrepreneur. Regulasi dan hambatan birokrasi seperti yang dialami oleh Hürkuş menunjukkan secara gamblang bagaimana negara dapat menghancurkan inovasi seseorang, dan saat inovasi ditiadakan, maka hancurlah pasar dan perekonomian sebuah negara. Regulasi ini diciptakan dengan maksud menghadirkan jaminan keamanan bagi konsumen, namun seperti yang kita semua ketahui, intervensi negara dalam pasar hanya akan menghasilkan kebalikannya. Hal yang sama dapat kita lihat saat ini dengan ketatnya regulasi memperlambat perkembangan inovasi di bidang rekayasan genetika (Erixon&Weigel, 2016)
Kedua, intervensi negara terhadap pasar akan selalu berakhir buruk. Selama ini kita umum mendengar retorika dan kampanye populis tentang bagaimana negara seharusnya berperan dalam banyak hal, mulai dari menjamin upah semua orang sama hingga bagaimana orang kaya harus membelanjakan uangnya. Semua retorika populis ini mungkin terdengar mulia dan menawarkan keadilan. Namun, kisah Hürkuş rasanya akan dapat menyadarkan kita semua. Keterlibatan negara hanya akan menghasilkan kebalikan dari semua alasan yang digunakan sebagai pembenaran terhadap keterlibatan tersebut. Menutup bisnis selama pandemi COVID-19 untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa, tapi apa yang terjadi? Kurasa kita semua telah mengetahuinya (Edwards, 2021)
Ketiga, peran terbaik yang dapat dilakukan negara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah dengan diam. Kita melihat bagaimana “niat baik” negara hanya akan mendatangkan kehancuran. Regulasi keselamatan penerbangan yang berbelit-belit dianggap akan melindungi konsumen, namun yang terjadi adalah matinya inovasi dalam bidang penerbangan seperti yang dialami Hürkuş.
Eugen von Böhm-Bawerk telah memperingatkan kita sejak abad ke-18 mengenai bahaya peran big government. Semua upaya ‘memperbaiki pasar’ yang terjadi secara tidak natural terbukti hanya akan merusak mekanisme alami yang ada pada pasar dan menimbulkan chaos. (Kurniawan, 2021) Tulisan-tulisan Böhm-Bawerk dan kisah Vecihi Hürkuş rasanya sudah cukup untuk menjelaskan kepada kita semua mengapa negara hendaknya menjauhkan tangannya dari pasar dan membiarkan pasar memunculkan inovasi layaknya jamur yang bertebaran di musim penghujan.
Referensi
Edwards, Chris. (2021). “Entrepreneurs and Regulations: Removing State and Local Barriers to New Businesses.” Diakses dari https://www.cato.org/policy-analysis/entrepreneurs-regulations-removing-state-local-barriers-new-businesses. Diakses pada 14 Desember 2022, pukul 17.00 WIB.
Erixon, Fredrik & Weigel, Bjorn. (2016). “Risk, Regulation, and the Innovation Slowdown.” Diakses dari https://www.cato.org/policy-report/september/october-2016/risk-regulation-innovation-slowdown. Diakses pada 13 Desember 2022, pukul 23.30 WIB.
Hürkuş, Vecihi. (2000). “Memoirs of an Airliner.”
Kurniawan, Haikal. (2021) “Böhm-Bawerk dan Kritik Terhadap Peran Pemerintah yang Besar.” Diakses dari https://suarakebebasan.id/bohm-bawerk-dan-kritik-terhadap-peran-pemerintah-yang-besar/. Diakses pada 14 Desember 2022, pukul 17.00 WIB.
TurkishPress. (2020). “Turkey remembers unsung aviation hero Vecihi Hurkus.” Diakses dari https://turkishpress.com/turkey-remembers-unsung-aviation-hero-vecihi-hurkus/. Diakses pada 13 Desember 2022, pukul 23.15 WIB.

Iman adalah seorang anak muda yang lahir di pinggiran Jawa Timur beberapa tahun setelah gonjang-ganjing reformasi politik Indonesia. Saat ini, ia tengah menempuh pendidikan S1 Hubungan Internasional di Fakultas Ekonomi dan Sosial Universitas Amikom Yogyakarta. Ia banyak terpengaruh oleh ide-ide politik anti-otoriter dari beragam pemikir seperti Max Stirner, Emma Goldman, Benjamin Tucker, Samuel Edward Konkin III, hingga Sheldon Richman.
Iman saat ini tengah aktif di beberapa komunitas yang fokus pada aktivisme dan advokasi Hak Asasi Manusia, khususnya pada isu gender, disabilitas, dan enviromentalisme.
Iman memiliki blog pribadi https://imanamirullah.wordpress.com dan dapat dihubungi melalui Instagram: @_kim172 atau LinkedIn: Iman Amirullah