Pandangan Ngawur Bukan Alasan untuk Dipenjara

    781

    Beberapa saat yang lalu, publik kembali dihebohkan dengan kemunculan kembali tokoh Sunda Empire, Rangga Sasana. Sosok yang dikenal dengan teori “ABCD”-nya tersebut kembali membuat heboh di media maya ketika ia datang ke acara podcast Deddy Corbuzier. Dalam acara tersebut, bersama Tretan Muslim dan Choki Pardede, Deddy berbincang banyak hal mengenai beberapa isu terkait Sunda Empire.

    Dalam tayangan tersebut Rangga Sasana, atau “Lord Rangga”, begitu mereka menyapanya, mengemukakan beberapa teori seperti perang manusia dengan para Titan raksasa, kebohongan pendaratan di Bulan, Kaisar Takeshi, poligami hingga soal Aldi Taher. Namun, yang menghebohkan adalah ketika sang “Lord” mengatakan bahwa Amerika mendapatkan kemerdekaan karena mendapatkan lisensi atau izin dari Kesultanan Banten pada masa itu.

    “Amerika mandatnya dari mana? Dari Sultan Abdul Mafakhir (Sultan Banten) pada saat itu. Makanya, Banten punya plat mobil A atau Amerika,” kata Rangga dengan mantapnya.

    Kemudian, Letnan Jenderal NATO versi Sunda Empire tersebut menyibak rahasia mengenai sejarah nama ‘US’ yang dianggap orang-orang sebagai akronim dari “United States”. Rangga Sasana memiliki pemahaman berbeda atas nama tersebut.

    “Lalu mengapa Amerika menggunakan U.S.? U.S.-nya bukan U.S. Army atau U.S. apalagi. Mengapa kok depannya U.S.? U.S. itu Uncle Sam.  Sam-nya adalah Sultan Abdul Mafakhir dari Banten. Jadi, Amerika itu negeri yang dimerdekakan oleh Banten itu,” tegas Rangga Sasana (Pedoman Tangerang, 20/5/2021).

    Bukan sekali ini saja Rangga memiliki teori yang berbeda mengenai sejarah, ekonomi, dan sistem politik internasional. Pada tahun 2019, Rangga juga mengagetkan publik ketika nama Sunda Empire mencuat.

    Pendapatnya yang paling kontroversial adalah ketika ia hadir di sebuah acara di stasiun TV nasional dengan menyebut bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dibentuk di Bandung dan ABCD adalah Amerika, British (Inggris), Canada, dan Bandung (D merujuk plat nomor Bandung). Karena pendapat yang menghebohkan publik inilah kemudian polisi turun tangan untuk “mengatasinya”.

    Tahun lalu, Pengadilan Negeri (PN) Bandung memvonis dirinya dengan dakwaan hukuman 2 tahun penjara dengan alasan telah menyiarkan kabar bohong dan memicu keonaran publik (Tribunnews, 28/10/2020).

    *****

    Jika pada dasarnya hukum ditegakkan untuk memberikan efek jera dan peringatan agar orang-orang tidak melakukan kejahatan yang sama, uniknya setelah mendapat asimilasi dan dibebaskan dari penjara, Rangga tampaknya tidak merasa jera dengan tindakannya. Ia juga tidak “insyaf” dari pemikirannya mengenai ‘ABCD’, PBB, Kaisar Takeshi dan lain sebagainya. Rangga tetaplah Rangga, sosok yang bersahaja dengan teori-teori uniknya.

    Dengan kata lain, penulis ingin mengatakan bahwa pidana kurungan untuk sebuah pendapat atau pemikiran adalah hal absurd, sia-sia, dan tidak ada gunanya. Apa yang dilakukan beberapa pihak untuk menahan Rangga dan petinggi Sunda Empire merupakan hal yang tak ada gunanya, karena toh mereka masih tetap kokoh dengan keyakinannya pada pandangan dunia mereka sendiri.

    Perbedaan pandangan dan juga pendapat (seaneh apapun) tidak pantas untuk membuat seseorang masuk ke jeruji besi. Sudah kodrat alami setiap manusia memiliki kepala yang berbeda, perjalanan hidup yang berbeda dan lingkungan yang berbeda.

    Jika tujuan hukum adalah membuat jera, apakah para petinggi Sunda Empire merasa jera atas pemikiran mereka? Jika hukum memiliki tujuan untuk menyadarkan seseorang, apakah Rangga lantas menghapus pandangan kontroversialnya dan mengikuti pandangan mainstream? Jelas tidak!

    Lalu, apakah mereka harus dipenjara lagi? Jawabannya tentu saja tidak, karena hal itu akan berujung pada kesia-siaan belaka, dan juga tentunya membuang-buang anggaran negara.

    Jeruji penjara tidak akan bisa membatasi akal budi dan imajinasi manusia. Oleh karena itu, cara yang paling tepat adalah menghargainya. Menghargai pendapat mereka walaupun apa yang dilontarkan oleh mereka tidak sesuai dengan pendapat kita.

    Tonggak Demokrasi

    Tonggak demokrasi adalah kebebasan berbicara. Kebebasan tersebut sama dengan kebebasan untuk berpikir dan memiliki asumsi pribadi. Ia adalah salah satu kebebasan yang harus dilindungi dan tidak biasa dirampas oleh siapapun. Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt misalnya, pernah menyatakan bahwa kebebasan berbicara merupakan salah satu dari empat hak paling fundamental yang harus dinikmati oleh setiap individu di seluruh dunia (Suara Kebebasan, 2019).

    Kebebasan berbicara bukanlah masalah dikotomi kebudayaan Timur atau kebudayaan Barat. Kebebasan berbicara adalah hak dasar yang mutlak dan harus dilindungi, bukan malah dibungkam.

    Sama seperti pada masa Orde Lama dan Orde Baru, di mana suara-suara kritis dikubur bahkan ditindas. Pada dasarnya suara kritis yang dibungkam tersebut tidaklah mati tetapi bagai bom waktu yang akhirnya meledak menciptakan kerusakan sistem. Untuk saat ini, kondisi kebebasan berbicara masih bisa dibilang relatif aman, tetapi tentunya jika suatu pendapat harus berakhir di penjara adalah preseden yang sangat buruk.

    Kasus Rangga Sasana dan Sunda Empire-nya adalah salah satu contoh dari preseden hukum yang buruk tersebut. Rangga dan teman-temannya hanya berusaha menyalurkan mimpi-mimpi kejayaan peradaban lama Nusantara dalam bentuk organisasi, bukan untuk bertindak anarki.

    Ya, setidaknya walau pandangan-pandangan Rangga dan teman-temannya cukup aneh dan tertolak oleh pengetahuan yang umum. Tetapi, setidaknya mereka sudah berjasa membuat hati kita ceria dengan “teori-teori’” baru mereka. Ya kan?

     

    Referensi

    Buku

    Suara Kebebasan. 2019. Libertarianisme: Perspektif Kebebasan atas Kekuasaan dan Kesejahteraan. Jakarta: Suara Kebebasan.

    Internet

    https://newsmaker.tribunnews.com/2020/10/28/divonis-2-tahun-penjara-petinggi-sunda-empire-tetap-yakin-soal-gagasannya-sunda-itu-milik-dunia Diakses 29 Mei 2021, pukul 03.49 WIB.

    https://pedomantangerang.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-071937227/heboh-rangga-sasana-sebut-amerika-merdeka-berkat-sultan-abdul-mafakhir-ini-biografi-singkatnya Diakses pada 29 Mei 2021 pukul 03.42 WIB.