Apa yang akan kita perbuat bila kita dihadapi oleh kejahatan yang luar biasa di hadapan kita? Bagaimana bila yang melakukan kejahatan tersebut adalah penguasa totalitarian di negara kita? Apakah kita bersedia untuk melakukan hal yang benar untuk menyelamatkan mereka yang menjadi korban kejahatan tersebut, dengan resiko hingga kehilangan nyawa?
Bagi sebagian besar dari kita, mungkin tidak akan melakukan hal tersebut. Bukan karena kita tidak bersedia melakukan tindakan yang benar, atau menyetujui kejahatan yang dilakukan, tetapi karena kita tidak memiliki keberanian untuk melakukannya.
Tetapi tidak dengan Oskar Schindler. Schindler, yang merupakan seorang pengusaha asal Jerman dikenal sebagai salah satu pahlawan kemanusiaan yang telah berhasil menyelamatkan lebih dari 1.000 orang Yahudi dari kamp konsentrasi Nazi. Ia melakukan tindakan tersebut tanpa pamrih, meski dengan resiko kehilangan seluruh hartanya, hingga kehidupan yang ia miliki.
Kisah kepahlawanan Schindler ini diabadikan dalam film “Schindler’s List” karya sutradara ternama Steven Spielberg, yang dirilis pada tahun 1993. Oskar Schindler sendiri diperankan oleh aktor asal Irlandia, Liam Neeson.
Spielberg sendiri meletakkan banyak simbolisme di film ini. Salah satu yang paling terlihat adalah, secara visual, film Schindler’s List sendiri dirilis dengan hitam-putih, dan bukan berwarna seperti film-film pada umumnya. Beberapa kritikus film memiliki pandangan bahwa, Spielberg ini menjadikan film ini sebagai karya yang timeless dan seperti film dokumenter, karena memang didasari pada kisah nyata (sbs.com.au, 5/4/2017).
Film ini dibuka ketika Schindler sedang berada di sebuah restoran di kota Krakow, Polandia. Ia melihat sekelompok petinggi Nazi yang sedang makan malam di restoran tersebut. Schindler lantas membelikan para petinggi Nazi tersebut anggur dan makanan untuk membangun relasi dan jaringan dengan mereka, demi melancarkan usaha yang akan ia bangun.
Polandia pada tahun 1939 mengalami masa awal pendudukan Nazi di negara tersebut, yang memulai Perang Dunia II. Penduduk etnis Yahudi Polandia langsung dikirim ke ghetto atau penampungan secara paksa oleh tentara Nazi, sebagai bagian dari kebijakan anti-semitisme yang Nazi berlakukan. Hampir seluruh etnis Yahudi yang dipindahkan secara paksa tersebut kelak akan berakhir di kamar gas di berbagai kamp konsentrasi yang dibangun oleh Nazi.
Schindler sendiri datang ke Krakow untuk membuka bisnis. Usahanya mendekati para petinggi Nazi membuahkan hasil. Dengan menyuap para petinggi Nazi, ia akhirnya mendapatkan kesempatan untuk memperoleh sebuah pabrik. Schindler sendiri mempekerjakan seorang pengusaha Yahudi, Itzhak Stern, untuk mengelola pabriknya. Ia juga mempekerjakan para pekerja Yahudi di penampungan karena ia bisa membayar mereka dengan upah yang lebih murah.
Jerman sendiri segera membangun kamp konsentrasi Plaszow di kota Krakow. Menjadi pengawas proyek pembangunan tersebut adalah petinggi organisasi paramiliter Nazi, Schutzstaffel (SS), Amon Goth. Setelah pembangunan selesai, tempat penampungan tersebut ditutup, dan dalam proses penutupan tersebut. banyak orang-orang Yahudi yang dipindahkan Nazi langsung dieksekusi. Schindler sendiri menyaksikan dengan mata kepalanya bagaimana brutalnya proses penutupan tersebut, dan peristiwa tersebut membawa pengaruh yang besar terhadap Schindler.
Schindler menjadi simpatik pada orang-orang Yahudi tersebut. Di sisi lain, ia mendekati dan membangun hubungan dengan Goth, untuk mendirikan pabrik senjata di dekat Plaszow. Schindler juga menyuap Goth dan para petinggi Nazi. Goth sendiri merupakan seorang petinggi Nazi yang sangat brutal, dan kerap menembaki para warga Yahudi di Plaszow.
Di pabriknya, Schindler memperlakukan pekerja Yahudinya dengan sangat baik, dan melarang mereka bekerja di hari Sabtu, yang merupakan hari suci bagi umat Yahudi. Ia juga meminta Goth dan pera petinggi Nazi lainnya untuk tidak menginspeksi pabrik yang ia jalankan. Untuk memastikan senjata yang ia buat tidak bisa digunakan untuk membunuh, Schindler mensabotase senjata yang ia buat.
Kebaikan Schindler terhadap para pekerjanya tersebar di kalangan orang-orang Yahudi yang berada di Plaszow. Mereka beramai-ramai meminta Schindler untuk mempekerjakan mereka, dan juga keluarga yang dimilikinya, agar nyawa mereka bisa terselamatkan.
Beberapa tahun berjalan, keadaan perang akhirnya berbalik. Tentara Jerman berhasil dipukul mundur dan dikalahkan di berbagai wilayah di Eropa oleh tentara Sekutu, yang dipimpin oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Soviet. Ketika di front timur tentara Soviet semakin mendekat, Goth memutuskan untuk memindahkan seluruh warga Yahudi di Plaszow ke kamp konsentrasi di Auschwitz untuk dibunuh.
Mendengar hal tersebut, Schindler segera memerintahkan Stern membuat daftar para pekerjanya dan keluarga mereka agar tidak dibawa ke Auschwitz, yang dikenal dengan nama Daftar Schindler (Schindler’s List). Schindler juga menghabiskan hartanya untuk menyuap Goth dan para petinggi Nazi agar pekerjanya tidak dipindahkan. Schindler mengatakan bahwa ia akan mendirikan pabrik baru. Goth akhirnya menyetujui permintaan tersebut.
Pada tahun 1945, ketika Jerman kalah, para tentara Nazi diperintahkan SS untuk membunuhi seluruh pekerja di pabrik Schindler. Schindler berupaya mempersuasi mereka agar tidak melakukan hal tersebut, dan para pekerja tersebut akhirnya dapat terselamatkan. Ketika Perang Dunia II berakhir, Schindler sendiri mengalami kebangkrutan karena seluruh hartanya digunakan untuk menyuap para petinggi Nazi untuk melindungi para pekerjanya.
Film ini ditutup ketika Schindler harus mengucapkan perpisahan dengan para pekerjanya, untuk menghindari tentara Soviet. Para pekerjanya tersebut memberikan cincin emas yang bertuliskan salah satu ayat kitab suci umat Yahudi, Talmud, “Siapapun yang menyelamatkan satu nyawa sama dengan menyelamatkan semua orang.” Schindler sendiri merasa sangat tertekan karena menganggap dirinya bisa menyelamatkan lebih banyak jiwa lagi. Para pekerjanya segera memeluk Schindler untuk menenangkan dirinya.
Di bagian akhir film ini, Spielberg menampilkan para pekerja Schindler yang diselamatkan beserta dengan keluarga mereka, yang dikenal dengan nama Schindlerjuden (Orang-Orang Yahudi Schindler). Mereka mendatangi makam Schindler di Israel, dan meletakkan batu sebagai bentuk penghormatan terhadap pahlawan yang telah menyelamatkan nyawa mereka.
Kisah hidup Oskar Schindler sendiri merupakan kisah yang sangat inspiratif, mengharukan, dan pada saat yang sama penuh dengan ironi. Schindler datang ke Polandia bukan sebagai humanitarian yang ingin menyelamatkan nyawa, namun sebagai pengusaha yang ingin mendapatkan keuntungan dari perang yang dilancarkan oleh Nazi Jerman.
Namun, nuraninya tergerak ketika ia menyaksikan langsung kekejaman yang dilakukan oleh Nazi terhadap orang-orang Yahudi yang berada di wilayah kekuasaannya. Schindler lantas bertekad untuk melakukan segala hal yang ia mampu untuk menyelamatkan orang-orang yang bisa ia selamatkan sebanyak apapun dan dengan cara apapun, meskipun hal tersebut beresiko membuatnya bangkrut hingga kehilangan nyawa karena telah berbohong kepada para petiggi Nazi.
Schindler menghabiskan hidupnya setelah perang sebagai orang miskin di Jerman karena seluruh hartanya sudah habis. Ia harus mengandalkan sumbangan yang dikirimkan oleh para pekerjanya yang ia selamatkan untuk bertahan hidup, yang setelah perang selesai pindah ke berbagai negara di dunia. Schindler sendiri tutup usia di usia ke-66 pada tahun 1974, dan berdasarkan keinginannya, ia dimakamkan di Israel (biography.com, 20/5/2015).
Aksi Schindler sendiri telah diakui dan diapresiasi oleh berbagai pihak di seluruh dunia. Pada tahun 1993, Schindler dan istrinya, Emilie, mendapatkan penghargaan Righteous Among the Nations dari Pemerintah Israel. Penghargaan tersebut diberikan kepada orang-orang non-Yahudi yang berupaya untuk menyelamatkan nyawa orang-orang Yahudi ketika Holocaust terjadi (idntimes.com, 6/12/2020).
Film Schindler’s List sendiri hingga saat ini dianggap sebagai salah satu film terbaik sepanjang masa. Organisasi perfilman Amerika Serikat, American Film Institute (AFI) menobatkan Schindler’s List di urutan ke-8 dari 100 film terbaik yang pernah dibuat sepanjang masa (afi.com, 15/1/2020).
Schindler’s List ini juga merupakan menjadi salah satu film karya Spielberg yang paling masyur dan dikenal. Pada tahun 1994, Spielberg dianugerahi dua piala Oscar sebagai sutradara terbaik untuk Schindler’s List, dan penghargaan sebagai produser di mana film tersebut meraih film terbaik (sunriseread.com, 21/3/2021).
Schindler’s List bagi saya merupakan film yang paling mengharukan yang pernah dibuat. Kisah hidup Oskar Schindler merupakan kisah yang sangat luar biasa, dan terus relevan untuk diingat dan dipelajari sepanjang zaman. Schindler memberi kita pelajaran bahwa, kita sebagai manusia akan selalu memilihi pilihan untuk bertindak benar, meskipun kita dihadapkan pada kejahatan dan kekejian yang luar biasa.
Bahwa kita memiliki kemampuan untuk menolak bahkan menentang keras untuk berpartisipasi pada kejahatan dan kekejian tersebut. Yang kita butuhkan hanyalah keberanian yang besar, untuk bertindak sesuai dengan arahan nurani kemanusiaan yang kita miliki.
Referensi
https://www.afi.com/afis-100-years-100-movies-10th-anniversary-edition/ Diakses pada 24 April 2021, pukul 10.15 WIB.
https://www.biography.com/activist/oskar-schindler Diakses pada 24 April 2021, pukul 04.10 WIB.
https://www.idntimes.com/science/discovery/alfonsus-adi-putra-alfonsus/kumpulan-tokoh-terkenal-yang-berjasa-di-masa-holocaust/1 Diakses pada 24 April 2021, pukul 04.45 WIB.
https://www.sbs.com.au/movies/article/2017/03/31/schindlers-list-one-most-visually-powerful-war-films-ever-made Diakses pada 24 April 2021, pukul 02.40 WIB.
https://sunriseread.com/how-many-statuettes-has-steven-spielberg-won/143689/ Diakses pada 24 April 2021, pukul 10.50 WIB.

Haikal Kurniawan merupakan editor pelaksana Suara Kebebasan dari Januari 2020 – Januari 2022. Ia merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Haikal menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dengan judul skripsi “Warisan Politik Ronald Reagan Untuk Partai Republik Amerika Serikat (2001-2016).”
Selain menjadi editor pelaksana dan kontributor tetap Suara Kebebasan, Haikal juga aktif dalam beberapa organisasi libertarian lainnya. Diantaranya adalah menjadi anggota organisasi mahasiswa libertarian, Students for Liberty sejak tahun 2015, dan telah mewakili Students for Liberty ke konferensi Asia Liberty Forum (ALF) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun bulan Februari tahun 2016, dan Australian Libertarian Society Friedman Conference di Sydney, Australia pada bulan Mei 2019. Haikal saat ini menduduki posisi sebagai salah satu anggota Executive Board Students for Liberty untuk wilayah Asia-Pasifik (yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, dan New Zealand).
Haikal juga merupakan salah satu pendiri dan koordinator dari komunitas libertarian, Indo-Libertarian sejak tahun 2015. Selain itu, Haikal juga merupakan alumni program summer seminars yang diselenggarakan oleh institusi libertarian Amerika Serikat, Institute for Humane Studies, dimana Haikal menjadi peserta dari salah satu program seminar tersebut di Bryn Mawr College, Pennsylvania, Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2017.
Mewakili Suara Kebebasan, Haikal juga merupakan alumni dari pelatihan Atlas’s Think Tank Essentials yang diselenggarakan oleh Atlas Network pada bulan Februari 2019 di Colombo, Sri Lanka. Selain itu, ia juga merupakan alumni dari workshop International Academy for Leadership (IAF) yang diselenggarakan oleh lembaga Friedrich Naumann Foundation di kota Gummersbach, Jerman, pada bulan Oktober 2018.
Haikal dapat dihubungi melalui email: haikalkurniawan@studentsforliberty.org.
Untuk halaman profil Haikal di Students for Liberty dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk halaman profil Haikal di Consumer Choice Center dapat dilihat melalui tautan ini.