Belakangan ini, nama Mustafa Kemal Ataturk tengah menjadi pembicaraan di kalangan warganet. Pasalnya, Pemerintah Provinsi (Pemrov) DKI Jakarta berhasrat menjadikan nama sang Bapak Turki tersebut sebagai nama jalan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Rencana penamaan ini dibuat untuk merekatkan hubungan diplomatik Indonesia dan Turki. Di Turki sendiri, nama Presiden Pertama Indonesia, Sukarno, sudah resmi menjadi nama jalan di sana (Pedomantangerang.com, 19/10/2021).
Belum sempat diresmikan, rencana ini sudah ditolak dan diprotes oleh sebagian kelompok yang tidak menyukai kiprah politik Kemal Ataturk dalam sejarah. Mereka yang membenci Mustafa Kemal Ataturk, menganggap bahwa Kemal adalah agen Zionis yang telah membubarkan sistem Khilafah di Turki dan digantikan dengan sistem Republik Sekuler.
Kritikan keras dilontarkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang diwakili oleh Khoiruddin yang mengatakan bahwa penamaan jalan dengan nama Mustafa Kemal Ataturk di kawasan Menteng telah mencederai hati kaum Muslim Indonesia (Pedomantangerang.com, 18/10/2021).
Kritikan serupa juga dilontarkan oleh politisi Partai Gerindra, Fadli Zon. Fadli menganggap bahwa nama yang bagus untuk jalan di Menteng bukan Kemal, tetapi Muhammad Al-Fatih, salah satu Sultan Turki yang berhasil membebaskan konstantinopel saat Perang Salib berkecamuk.
Namun, komentar Fadli Zon tersebut dijawab oleh Fahri Hamzah yang menyetujui penamaan Mustafa Kemal Ataturk sebagai nama jalan. Fahri menganggap bahwa penamaan tersebut adalah upaya balas budi karena Turki telah menjadikan Presiden pertama RI, Sukarno sebagai nama jalan di sana, sehingga sangat baik jika Indonesia menghormati bapak Turki, Kemal Ataturk sebagai nama jalan di Menteng (Pedomantangerang.com, 21/10/2021).
Polemik ini akhirnya dijawab oleh Kedutaan Besar Turki di Indonesia, bahwa penamaan jalan tersebut masih dibicarakan secara serius oleh pihak mereka dan pemerintah provinsi. Mereka juga tidak senang jika nama Mustafa Kemal Ataturk yang merupakan tokoh mereka, menjadi bulan-bulanan warganet di media sosial (Pedomantangerang.com, 18/10/2021).
Mengapa Kemal Ataturk atau Mustafa Kemal Pasha begitu dibenci dan juga dihardik oleh sebagian orang? Pertanyaan ini bisa dijawab secara sederhana, karena perbedaan arah politik. Memang, ada yang membencinya dengan dasar agama, tetapi masalah ini harus diurai lebih jelas melalui tinjauan sejarah dan sepak terjang Kemal Ataturk selama ia masih hidup dan memerintah di Turki.
Kemal Ataturk dan Awal Mula Sekularisme Turki
Mustafa Kemal Ataturk atau Mustafa Kemal Pasha awalnya adalah seorang tokoh militer Kesultanan Turki Utsmani. Ia tertarik pada pembaruan politik yang dilakukan oleh gerakan Turki Muda yang mendapat dukungan luas oleh masyarakat Turki pada tahun 1908.
Sebagian orang yang marah terhadap Kemal mungkin akan mengutuknya karena telah melakukan pembaruan politis dalam negeri Turki. Namun, tidak sesederhana itu. Turki telah mengalami masa kemunduran sejak abad 18 dengan ditandai kemerosotan teknologi, pendidikan, dan militer.
Menurut sejarawan Badri Yatim, kemunduran pada bidang ini kemudian diikuti dengan kemunduran kebudayan dan lambatnya pertumbuhan ekonomi, jika dibandingkan dengan Eropa yang sudah mendapat hasil positif dari Revolusi Industri (Yatim, 2007).
Wilayah kekuasaan Utsmani yang luas menyebabkan birokrasi sentralistik tidak begitu efektif ditambah dengan adanya ledakan penduduk yang tidak ditangani secara efektif. Sejarawan Muslim, Syafiq Mughni, juga menyoroti stagnasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat peradaban Utsmaniyah mandek, plus budaya korupsi dan pungli juga membuat kondisi ekonomi dan sosial di Turki merosot (Mughni, 1997).
Hal inilah yang kemudian menginspirasi kaum Muda Turki yang didukung oleh Khalifah Mahmud II dan Abdul Majid I untuk membuat reformasi di Turki yang terkenal dengan nama Tanzimat. Tanzimat menurut Harun Nasution adalah awal mula reformasi Islam setelah pintu ijtihad tertutup pada abad 11 M ( Nasution, 2006).
Reformasi ini terus bergulir dengan kelahiran gerakan Turki Muda yang berusaha menentang pemerintahan Khalifah Abdul Hamid II yang dianggap menghalangi cita-cita reformasi dengan melanggengkan sistem absolutisme konservatif. Dalam buku Di bawah Bendera Revolusi jilid I, dalam artikel “Apa Sebab Turki Memisah Agama dari Negara” yang ditulis oleh Soekarno, Ia menjelaskan bahwa kondisi Turki dalam masa-masa yang lampau memiliki pola pikir sederhana bahkan terbelakang.
“Dulu pernah ada wabah yang hebat sekali di Istanbul, yang pemberantasannya sangat sekali menjadi sukar, oleh karena ulama-ulama mengatakan, bahwa haramlah diadakan barak-barak, lazaret-lazaret dan sebagainya. Haram, – karena menentang kismet, menentang qadar (takdir)! Meskipun ratusan, ribuan manusia pada waktu itu menjadi binasa, ribuan manusia mati karena nyata menjalarnya pes ini tidak dicegah” (Soekarno, 1964).
Keterbelakangan pola pikir dan konservatisme yang masih berkembang di Turki pada awal abad 20 ini yang membuat kaum muda Turki yang sudah berpikiran maju tergerak untuk merubah keadaan Turki. Setelah kekalahan Turki pada Perang Dunia Pertama, Khalifah di bawah Mehmed VI akhirnya menandatangani perjanjian dengan pihak sekutu, rakyat Turki sangat kecewa dan marah dengan pemimpin politik mereka.
Pasukan sekutu yang berdiam di Turki dan juga Pasukan Armenia yang berusaha membalas dendam pasca genosida yang dilakukan Kesultanan Turki pada mereka pasca kekalahan Turki, membuat kondisi Turki bertambah kacau. Saat kondisi di ujung tanduk inilah Mustafa Kemal mengorganisir dan memobilisasi kembali pasukan Turki untuk menentang penjajah dan berperang demi mengembalikan kemerdekaan Turki.
*****
Untuk membangun kembali Turki yang saat itu tengah terpuruk dan menghidupkan kembali program reformasi yang gagal dilakukan di masa lampau, Mustafa Kemal kemudian melakukan program reformasi, modernisasi, dan juga demokratisasi politik. Setelah membentuk republik, ia melakukan sebuah gebrakan untuk mengembalikan kebebasan dan juga demokrasi ke dalam sistem politik Turki.
“Dengan kemerdekaan penuh, yang kami maksud tentu saja kemerdekaan penuh secara ekonomi, keuangan, yuridis, militer, budaya dan kebebasan dalam segala hal. Dicabut kemerdekaannya dalam hal ini sama dengan dicabutnya semua kemerdekaan bangsa dan negara.” (Landau, 1983).
Kemal melakukan pembubaran institusi agama dan menggantinya dengan parlemen, ia juga melakukan gebrakan untuk mereformasi pendidikan Turki menjadi lebih modern. Keberhasilan ini yang membuat Kemal dijuluki sebagai Ataturk (Bapak Turki).
Jacob M. Landau dalam buku “Atatürk and the Modernization of Turkey” menjelaskan bahwa, Kemal berusaha melakukan “Eropanisasi” terhadap Turki dengan melakukan reformasi dibidang pendidikan, sistem politik, hukum, dan juga gaya hidup. Penulis sendiri meragukan apakah Kemal akan setuju dengan sebutan “Eropanisasi” sedangkan tendensi nasionalisme dan kebenciannya terhadap intervensi asing begitu tinggi.
Pada masa dahulu, Turki tidak terlalu mementingkan pendidikan untuk kaum perempuan, namun setelah Kemal berkuasa, Ia kekeuh agar perempuan mendapat pendidikan.
“Untuk para perempuan, menangkan bagi kami pertempuran pendidikan dan Anda akan melakukan lebih banyak lagi untuk negara Anda daripada yang dapat kami lakukan. Kepada Anda lah saya memohon,” (Kinross, 2003).
*****
Salah satu hal yang kontroversial dalam pemerintahan Kemal adalah sekularisme yang dilakukan olehnya. Kemal mengganti konstitusi dan hukum yang berlandaskan Islam menjadi hukum dan konstitusi yang disusun oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Turki.
Kemal menganggap kelompok konservatif seperti komunitas sufisme, dianggap sebagai penghalang bagi gerakan reformasinya, karena itulah Kemal mengkritik pedas kelompok ini. “Di hadapan pengetahuan, sains, dan seluruh peradaban yang bersinar, saya tidak dapat menerima kehadiran dalam komunitas beradab Turki yang terdiri dari orang-orang yang cukup primitif untuk mencari keuntungan material dan spiritual dalam bimbingan para syekh. Republik Turki tidak bisa menjadi negara syekh, darwis, dan murid. Yang terbaik, tatanan yang paling benar adalah tatanan peradaban. Untuk menjadi seorang pria itu cukup untuk melaksanakan persyaratan peradaban. Para pemimpin tarekat darwis akan memahami kebenaran kata-kata saya, dan akan menutup sendiri loji [tekke] mereka dan mengakui bahwa ini akan membawa mereka pada perkembangan.”
Meskipun Mustafa Kemal mengkritik kelompok konservatif, namun tidak berarti Kemal memusuhi Islam, hal ini seperti diterangkan oleh Soekarno dalam bukunya, bahwa Kemal melepaskan Islam dari negara dengan maksud agar Islam menjadi gerakan progresif dan maju.
“Agama Islam akan terangkat jika tidak lagi menjadi instrumen politik, seperti yang terjadi di masa lalu”. (Mango, 2004).
Apa yang dilakukan oleh Mustafa Kemal dalam membubarkan kekhalifahan tentu tak terlepas dari peristiwa historis, seperti kemandekan, kemunduran ekonomi, dan juga perang terus-menerus.
Pada mulanya Kemal setuju untuk menjaga status kekhalifahan sebagai simbol agama sebagaimana Paus di Vatikan. Namun, setelah kelompok-kelompok di luar negeri seperti Aga Khan III, Sayed Amer Ali, dan Shaukat Ali berusaha mengembalikan posisi kekhalifahan seperti sedia kala. Untuk menjaga reformasi, maka Kemal terpaksa membubarkan institusi Khalifah dan membiarkan Khalifah terakhir, Abdul Majid II untuk hijrah ke Eropa (Kinross, 1979).
Meskipun banyak dituduh phobia Islam, namun Kemal tetap mempertahankan sekolah-sekolah madrasah (bahkan membangun sistem pendidikan Islam modern di Turki). Ia membiarkan perempuan mengenakan kerudung, dan menerjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa Turki agar Muslim Turki bisa memahami secara langsung agama yang ia anut.
Penerjemahan Al-Qur’an ini cukup penting pada awal abad 20, sebab beberapa ulama seperti Rashid Ridha berfatwa bahwa Al-Qur’an tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa selain bahasa Arab ( Burhani, 2015). Namun, Kemal menerabas fatwa tersebut dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Turki.
*****
Sekularisme di Turki merupakan peristiwa historis yang telah memberi Mustafa Kemal pelajaran bahwa institusi agama dengan negara memang harus dipisahkan. Apalagi jika melihat Kesultanan Turki di masa lalu kerap berperang dan terjadi pemberontakan karena perbedaan agama dan suku.
Berdirinya Republik Turki yang sekuler tak lain untuk menyatukan masyarakat Turki yang majemuk. Kemal mengecam keras kelompok Turki Muda yang telah melakukan pembunuhan terhadap kelompok Kristen Turki hanya demi pembenaran politik pasca kekalahan Turki di Perang Dunia Pertama.
Gejolak sektarianisme dan agama justru akan melemahkan semangat nasionalisme Turki. Kemal berharap dengan sekularisme, Turki akan mengalami kemajuan dan keluar dari stagnasi iptek dan ekonomi.
Meskipun banyak kelompok Islamis mengecam Kemal, namun pada dasarnya Kemal bukan seorang anti Islam, justru di bawah pemerintahannya, ia ingin Muslim Turki menjadi insan-insan yang berpikiran maju. Terlepas dari apakah nama Mustafa Kemal Ataturk akan terpampang di kawasan Menteng, namun kita perlu melakukan penkajian kembali dan berpikiran jernih terhadap sosok sang Bapak Turki.
Referensi
Kinross, Patrick. 1979. The Ottoman Centuries: The Rise and Fall of the Turkish Empire. New York: Morrow.
Kinross, Patrick. 2003. Atatürk: The Rebirth of a Nation. London: Phoenix Pres.
Landau, Jacob M. 1983. Atatürk and the Modernization of Turkey. Colorado: Westview Press.
Mango, Andrew. 2004. Ataturk. London: John Murray.
Mughni, Syafiq. 1997. Sejarah Kebudayaan Islam di Kawasan Turki. Jakarta: Logos wacana Ilmu.
Nasution, Harun. 2006. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. UI Press.
Soekarno. 2016, Di bawah Bendera Revolusi, Jilid 1, Jakarta: Banana Books.
Yatim, Badri. 2007. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Jurnal
Burhani, Najib. 2015. “Sectarian Translation of The Qur’an in Indonesia: The Case of The Ahmadiyya”, dalam Jurnal Al-Jami’ah: Journal of Islamic Studies, Vol. 53, No. 2.
Internet
https://pedomantangerang.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-072825702/buntut-rencana-penamaan-jalan-mustafa-kemal-ataturk-dubes-ri-di-turki-angkat-bicara Diakses pada 25 Oktober 2021, pukul 13.59 WIB.
https://pedomantangerang.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-072831679/kenapa-mustafa-kemal-ataturk-akan-dijadikan-nama-jalan-di-jakarta-ini-dia-alasan-sebenarnya Diakses pada 25 Oktober 2021, pukul 13.43 WIB.
https://pedomantangerang.pikiran-rakyat.com/megapolitan/pr-072846829/memanas-fahri-singgung-fadli-zon-soal-jalan-ataturk-ngomong-ke-gubernur-lu-tuh Diakses pada 25 Oktober 2021, pukul 14.28 WIB.
https://pedomantangerang.pikiran-rakyat.com/megapolitan/pr-072821532/mustafa-kemal-ataturk-bakal-dijadikan-nama-jalan-di-jakarta-pks-ataturk-sangat-diktator Diakses pada 25 Oktober 2021 pukul 14.16 WIB.

Reynaldi adalah seorang aktivis muslim moderat yang tertarik untuk mengembangkan ide-ide mengenai toleransi, kemanusiaan, kebebasan, dan kerukunan antar umat beragama. Email: adisuryareynaldi@gmail.com