
Proses bagaimana pasar terjadi adalah hal yang sangat krusial. Pasar sebagai merupakan proses ruang interaksi para pelaku ekonomi, di mana setiap orang berproses menjadi penjual, pembeli, pemasok, pemproduksi, dan lainya. Proses dari interaksi partisipan pasar tersebut kemudian melahirkan values atau economic values.
Fenomena yang menarik saat ini salah satunya adalah terkait dengan seiring dengan melonjaknya harga minyak goreng. Hal ini disebabkan oleh beberapa fakta. Pertama, adanya gejolak oleh harga crude palm oil (CPO) dunia yang naik menjadi US$ 1,340/MT. Kenaikan harga CPO ini menyebabkan harga minyak goreng ikut naik cukup signifikan. Namun selain CPO, ada juga faktor lain yakni kenaikan harga minyak nabati dunia. Penyebab kenaikan harga karena gangguan cuaca yang menekan tingkat produksi minyak nabati dunia (cnbcindonesia.com, 6/1/2022).
Kedua, program pemerintah terkait B30 yang mewajibkan mewajibkan pencampuran 30% Biodiesel dengan 70% bahan bakar minyak jenis Solar. Hal ini menjadi tantangan tersendiri, mengingat saat ini kondisinya sedang tidak ideal, di mana produksi CPO sedang menurun. Di sisi lain, kebutuhan pangan akan minyak goreng tetap tinggi. Ketiga, pandemi COVID-19 menjadi penyebab utama harga minyak goreng terus merangkak naik. Pasalnya, akibat COVID-19 produksi CPO ikut menurun drastis. Selain itu, arus logistik juga ikut terganggu seperti berkurangnya jumlah kontainer dan kapal (cnbcindonesia.com, 6/1/2022).
Hal tersebut sangat berdampak besar pada proses produksi minyak goreng. Hal ini antara lain disebabkan oleh karena 80% biaya produksi pengolahan minyak goreng sawit merupakan biaya bahan baku CPO. Maka, harga minyak goreng yang melambung tinggi tampak tidak mengagetkan.
Menanggapi hal ini, stabilisasi harga kebutuhan pokok termasuk minyak goreng merupakan salah satu program kebijakan pemerintah. Hal ini terlihat dilakukan untuk menjaga standar kelayakan hidup masyarakat. Produk minyak goreng menjadi salah satu barang yang penting untuk dikendalikan karena menyangkut kepentingan khalayak luas.
Beberapa waktu lalu, pemerintah terus melakukan intervensi harga minyak goreng yang masih melonjak. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pemerintah akan menyiapkan anggaran Rp 3,6 triliun untuk mensubsidi selisih harga minyak goreng kemasan sederhana hingga enam bulan kedepan, dan memastikan harga minyak goreng terjaga Rp 14 ribu per liter (Investor.id, 5/1/2022).
Penyediaan ini disiapkan untuk enam bulan ke depan dan akan di evaluasi pada bulan Mei 2022 untuk opsi perpanjangan. Asumsi terkait hal itu adalah selama enam bulan tersebut dibutuhkan minyak goreng sebanyak 1,2 miliar liter. Selisih harga yang ada saat ini akan dibayarkan melalui dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) (Investor.id, 5/1/2022).
Beberapa hal yang juga dilakukan oleh pemerintah adalah dengan cara mengatur aturan terkait Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng yang diatur oleh Menteri Perdagangan dan untuk Kementerian Keuangan menyiapkan tata cara pemungutan dan setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas selisih harga, mengadopsi peraturan Dirjen Pajak dan lembaga lain, termasuk Kementerian Perindustrian terkait dengan SNI. Sebelumnya, dalam aturan yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan, harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan sederhana seharga Rp 11.000 per liter, sedangkan di pasaran saat ini harga minyak goreng jauh melampaui dari HET, mencapai Rp 18.000 per liter (Investor.id, 5/1/2022).
Lantas, menjadi penting untuk mendiskusikan apakah kebijakan yang dilakukan sudah benar? Apakah intervensi pemerintah terhadap pasar akan memberikan dampak yang positif terhadap pasar dan masyarakat?
Melihat bagaimana pasar harusnya bekerja, pada tahun 1776, Adam Smith, seorang ekonom klasik, menerbitkan buku yang berjudul The Wealth of Nations, di mana salah satu prinsip yang ditawarkan adalah kebebasan pasar. Smith menyatakan bahwa dengan mengimplementasikan pasar bebas justru akan mendorong teralokasinya sumber daya dengan efektif dan efisien. Permintaan dan penawaran pasar adalah “tangan tak terlihat” (invisible hand) yang akan menstimulus pasar menunju kesetimbangannya. Prinsip ini menolak campur tangan pemerintah, karena justru akan mengganggu mekanisme pasar itu sendiri. Prinsip ini juga sering dikenal dengan laissez-faire (Andar, 2018).
Pada dasarnya perekonomian sebuah negara yang menganut ekonomi pasar bebas, terutama laissez- faire, beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip persaingan sempurna. Hubungan antara penawaran dan permintaan akan membentuk harga. Perubahan variabel satu akan mempengaruhi variabel lainnya. Namun, perubahan tersebut pada akhirnya akan menuju titik keseimbangan baru karena kekuatan yang lain juga ikut berubah.
Situasi yang terjadi dengan meroketnya harga minyak goreng menjadi catatan yang sangat serius. Khususnya, apakah praktik mekanisme pasar bekerja dengan baik sehingga dapat mengatasi ketidakefisienan di pasar. Misalnya, adalah apakah ada kekuatan yang mencoba mempengaruhi harga? Apakah persaingan monopolistik produsen memiliki kemampuan untuk membentuk harga? Sebaliknya, di pasar oligopsoni atau monopsoni, apakah konsumen memiliki kekuatan atas harga, sehingga pasar tidak berjalan?
Tentu, apabila yang terjadi demikian adalah maka akan mengakibatkan distorsi pasar. Tidak ada hubungan yang adil antara berbagai pihak di mana kompetisi tidak berjalan dengan baik. Berita terkait Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan bulat memutuskan membawa masalah harga minyak goreng ke ranah hukum, termasuk terkait indikasi kartel dalam kenaikan harga komoditas tersebut (kartel minyak goreng)(Kompas.com, 31/1/2022).
Oleh karena itu, apakah berkaitan dengan intervensi pemerintah terkait pasar sudah tepat? Jawabannya, adalah intervensi harus dilakukan dengan arah dan batasan waktu yang jelas, serta tidak memberikan dampak negatif berkepanjangan terkait distorsi pasar. Meminjam apa yang dikatakan Mike Moffatt, Profesor dan Ekonom Perdagangan Internasional, pemerintah harus memastikan perannya dalam dalam bidang ekonomi dapat mengatasi permasalahan distorsi pasar dengan efektif dan tepat sasaran.
Referensi
https://www.cnbcindonesia.com/news/20220106062500-4-304982/bunda-jangan-ngamuk-ini-3-penyebab-harga-minyak-goreng-mahal#:~:text=Penyebab%20kenaikan%20harga%20karena%20gangguan,%2C5%25%20di%20tahun%202021.&text=Sementara%20permintaan%20dunia%20diprediksi%20naik,mencapai%20240%2C1%20juta%20ton Diakses pada 21 Februari 2022, pukul 13.08 WIB.
Hesda, Andar Risabet. “Intervensi Pemerintah Dalam Perekonomian: Bagian I Ringkasan Sejarah”. Diakses pada https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/12670/Intervensi-Pemerintah-Dalam-Perekonomian-Bagian-I-Ringkasan-Sejarah.html, pada 21 Februari 2022, pukul 14.30 WIB.
https://investor.id/business/277106/akhirnya-pemerintah-intervensi-harga-minyak-goreng Diakses pada 21 Februari 2022, pukul 10.05.WIB.
https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2022/01/31/kppu-masih-dalami-dugaan-kartel-terkait-minyak-goreng-1 Diakses pada 21 Februari 2022, pukul 12.00.WIB.

Galang Taufani adalah Managing Editor di Suara Kebebasan. Galang adalah lulusan program Sarjana Hukum (2013) dan Magister Hukum (2016) di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang. Sebelum bergabung di Suara Kebebasan, Galang pernah bekerja sebagai wartawan, peneliti, dan dosen sejak tahun 2013. Galang menulis banyak karya berupa buku, jurnal, dan artikel ilmiah. Bidang yang digeluti olehnya, yaitu adalah bidang Hukum, Kebijakan Publik, Pajak, Filsafat, dan Sastra.