Meringankan Pajak, Melepaskan Hambatan untuk Menuju Kemajuan

    443

    Pajak seringkali dicitrakan sebagai bentuk solidaritas atau bantuan dari orang kaya untuk orang miskin dengan perantara negara. Namun, benarkah begitu? Kenyataanya, pajak adalah salah satu hambatan dalam mewujudkan kesetaraan dan kemajuan, bukan tanpa dasar saya menyatakan hal ini. Di Indonesia saja misalnya, pajak merupakan salah satu hambatan dari para investor untuk menginvestasikan modalnya ke Indonesia, bersama dengan masalah ketidakpastian hukum, rendahnya sumber daya manusia, birokrasi dan kurangnya infrastruktur (Bisnis.com, 2017).

    Bukan hanya bagi para investor atau pengusaha, pajak juga merupakan pengeluaran besar bagi kelas pekerja, mulai dari pajak bumi, pajak kendaraan, dan berbagai jenis pajak lain yang disedot dari hasil kerja keras para pekerja. Uang-uang yang dikeluarkan untuk pajak ini padahal bisa digunakan para pekerja untuk hal-hal yang bersifat produktif maupun rekreatif, untuk memenuhi dan meningkatkan derajat kehidupannya. Maka tak heran bila slogan Pajak adalah pencurian! Begitu populer digaungkan oleh kalangan libertarian dan pemikir anti-otoritarian.

    Dalam bagian V buku Kemiskinan dan Kebebasan yang baru saja dirilis oleh Suara Kebebasan, saya menyoroti studi kasus di beberapa negara, di mana pajak bukan hanya akan menghambat kemajuan, tapi dapat memundurkan dan bahkan membunuh banyak orang. Di Sri Lanka, budaya konservatif dan misoginis telah mengasingkan dan membunuh banyak perempuan, anggapan bahwa darah mesntruasi sebagai sesuatu yang najis membuat banyak perempuan tidak bisa mengakses pendidikan seksual, bahkan diasingkan dari komunitas (Warner, 2021).

    Namun, bisa kita bayangkan jika misoginisme ini menyerap juga dalam aturan perpajakan? Ini lah combo super yang terjadi di Sri Lanka, di mana pemerintah menerapkan pajak lebih dari 100% nilai barang terhadap produk-produk kebersihan perempuan seperti pembalut. Perempuan Sri Lanka menanggung beban ganda, beban sosial dari masyarakat konservatif, serta beban pajak dari negara. Negara melalui sistem pajak yang tidak adil dan kegagalan dalam menangani penindasan sosial terhadap para perempuan, yang membuat 70% dari 4,2 juta perempuan Sri Lanka tidak bisa mengakses pembalut yang meningkatkan resiko kesehatan bagi mereka (Warner, 2021).

    Pengurangan tarif impor sebesar 30% membuat produk-produk kebersihan perempuan ini menjadi lebih terjangkau. Dengan pembebasan tarif impor secara penuh, maka akan lebih banyak perempuan mendapatkan akses ke produk-produk seperti pembalut.

    Kemajuan dan pertumbuhan hanya bisa dicapai melalui persaingan dan pasar bebas. Pengontrolan negara terhadap pasar selama ini hanya akan menimbulkan kekacauan. Pasar adalah ruang di mana terjadi pertukaran dengan begitu cepat. Tangan negara yang begitu lambat dan birokratis tidak akan bisa mengendalikannya. Setiap upaya pengendalian pasar yang dilakukan oleh negara hanya akan berubah menjadi kontrol penuh terhadap pasar, berarti penghentian secara penuh terhadap pasar bebas, ini akan melahirkan ketumpulan inovasi, monopoli, dan korupsi.

    Pajak adalah salah satu bentuk pengontrolan negara terhadap pasar bebas. Apakah hal ini terdengar aneh? Tapi inilah yang terjadi, kalian mungkin akan lebih menyadarinya saat saya memberikan studi kasusnya. Misalnya, saat pemerintahan Argentina menerapkan pajak impor yang begitu besar terhadap komputer impor dengan tujuan melindungi perusahaan komputer lokal dari persaingan. Yang terjadi adalah peningkatan harga komputer yang begitu dahsyat, di mana penduduk Argentina harus membayar harga laptop, tablet, dan lain-lain, dua sampai tiga kali lipat dibandingkan negara di sekitarnya. Sebuah bencana besar, di mana masyarakat yang mayoritas merupakan kelas menengah ke bawah harus mengorbankan dirinya sendiri untuk menghidupi negara dan segelintir pengusaha komputer yang takut bersaing.

    Maka bisa dikatakan bahwa pajak adalah salah satu instrumen yang membuat negara terus eksis, selain aparat keamanan, hukum, dan ketaatan buta. Maka serangan pada sistem perpajakan yang menindas merupakan serangan yang tepat sasaran untuk menghantam otoritarianisme negara. Negara idealnya berada di bawah kontrol masyarakat bukan sebaliknya. Negara harus diatur secara demokratis dan bebas baik dalam aspek politik, ekonomi, maupun sosial. Pajak yang tidak proporsional adalah pelanggaran terhadap demokrasi dan kebebasan.

     

    Referensi

    Buku:

    Warner, Matt. 2021. Kemiskinan dan Kebebasan: Studi Kasus Pembangunan Ekonomi Global. Jakarta: Suara Kebebasan.

     

    Internet:

    https://ekonomi.bisnis.com/read/20170204/9/625806/5-kendala-investasi-di-indonesia Diakses pada 28 Juli 2021, pukul 14.00 WIB.