Tanggal 1 Juni diperingati setiap tahun sebagai hari kelahiran Pancasila. Momentum ini menjadi pengingat dan pengobar semangat untuk terus mengokohkan persatuan sebagai bangsa Indonesia yang kuat dan tangguh dalam bingkai kebhinnekaan. Kebhinnekaan Indonesia tidak dapat dipungkiri menjadi kekuatan yang sangat potensial sekaligus juga menjadi tantangan yang besar dalam upaya menguatkan persatuan dan kesatuan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa nilai-nilai Pancasila telah mengilhami kehidupan bangsa Indonesia dengan semboyan “Bhinneka tunggal Ika” yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu.” Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
Seperti diketahui, bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk dan memiliki keberagaman suku, budaya, adat istiadat, bahasa. Hal ini merupakan sesuatu yang alamiah bagi Indonesia. Dengan ciri khas yang secara demografis terdiri dari berjajar pulau-pulau menjadikan negara ini penuh dengan surga keberagaman dengan perbedaan antar suku yang mendiami satu tempat dan tempat lainnya, sehingga menghasilkan budaya yang berbeda-beda pula.
Sebagai konsep yang rasional, Pancasila memiliki peran sentral sebagai simbol pemersatu bangsa. Pancasila, yang merupakan dasar dan ideologi negara hasil konsensus politik para pendiri bangsa, mengilhami dan menjadi simbol pemersatu bangsa. Oleh karena itu, seharusnya keberagaman yang menjadi pembentuk lahirnya bangsa Indonesia tidak menjadi sebuah kehawatiran jika masyarakat telah menjiwai dan berperilaku berdasarkan Pancasila.
Namun, apakah masyarakat Indonesia sudah mengilhami secara mendalam makna kesatuan dan persatuan? Serta, sudah mampukah bangsa Indonesia mengejawantahkan nilai-nilai berbangsa di antara keberagaman bangsa Indonesia yang plural secara menyeluruh dalam sendi-sendi kehidupan? Faktanya, konflik antar masyarakat adalah hal yang selalu membuat miris dan seringkali ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Dalam masyarakat Indonesia yang multikultural, konflik antar masyarak menjadi hal yang perlu dan senantiasa untuk terus diberi perhatian dan diselesaikan.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa hal ini karena potensi konflik selalu terjadi dimanapun, terlebih pada bangsa yang besar seperti Indonesia. Keberagaan suku, ras, agama dan antar golongan, seringkali menimbulkan gesekan dan kesalahpahaman yang mampu memercik api perpecahan.
Salah satu konflik antar masyarakat yang sering muncul adalah diskriminasi berbalut intoleransi. Dari tahun ke tahun, topik bahasan mengenai tindakan diskriminatif dan intoleran terus bergulir dan tidak pernah berhenti. Hal ini bukan tanpa alasan, realitas intoleransi tampak terlihat memanas. Ujaran-ujaran kebencian terhadap lawan politik, sebutan-sebutan yang tidak pantas terhadap orang lain yang berbeda pandangan, maupun sinisme terhadap agama yang berbeda, mudah sekali ditemukan dalam berbagai platform media.
Selain itu, tidak jarang pemahaman diskriminatif itu berujuang pada tindakan-tindakan kekerasan terhadap orang yang berbeda suku, ras, agama dan antar golongan. Tentu, hal ini merupakan hal yang sangat jauh dari sikap sebuah bangsa yang beradab dan bermartabat.
Oleh karena itu, sikap toleransi menjadi hal yang penting untuk diwujudkan. Pada prinsipnya, toleransi dapat dipahami sebagai sebuah sikap untuk menghargai, bersimpati, berempati, tidak memandang sebelah mata, tidak mengusik, serta tidak mendiskriminasi orang lain yang memiliki perbedaan, bukan hanya secara fisik, namun sejak dalam pikiran. Toleransi sebagai pandangan dan sikap dalam menghadapi perbedaan baik suku, bangsa, ras maupun antar golongan, merupakan pengejawantahan nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat. Toleransi atau kesadaran untuk bersikap peduli dan saling menghargai menjadi syarat mutlak yang tidak dapat ditawar kembali.
Maka, momentum lahirnya Pancasila, semestinya dimaknai bukan sekedar seremonial belaka, namun lebih dari itu, sebagai pengingat bahwa setiap individu adalah penganut nilai-nilai Pancasila dan menjunjung persatuan dan kesatuan, dengan rasa kemanusiaan yang menghargai keberagaman, merawat kebebasan, dan toleransi. Dengan demikian, peran Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa dengan rasa kemanusiaan dan toleransi yang menghargai kebhinnekaan, dapat terwujud secara nyata.

Galang Taufani adalah Managing Editor di Suara Kebebasan. Galang adalah lulusan program Sarjana Hukum (2013) dan Magister Hukum (2016) di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang. Sebelum bergabung di Suara Kebebasan, Galang pernah bekerja sebagai wartawan, peneliti, dan dosen sejak tahun 2013. Galang menulis banyak karya berupa buku, jurnal, dan artikel ilmiah. Bidang yang digeluti olehnya, yaitu adalah bidang Hukum, Kebijakan Publik, Pajak, Filsafat, dan Sastra.