9 November 1989 merupakan salah satu tanggal terpenting dalam sejarah Jerman modern. Di hari tersebut, sebuah bangunan yang menjadi simbol benteng pemisah antara dunia bebas dan dunia yang terkukung di bawah rezim komunis runtuh berkeping-keping.
Tembok Berlin selama 28 tahun telah memisahkan jutaan warga Jerman dengan para keluarga, sahabat, serta kerabat mereka. Dibangun atas perintah Uni Soviet pada tahun 1961, tembok tersebut bertujuan untuk mencegah warga Berlin Timur, dan Jerman Timur secara keseluruhan, untuk pergi mencari kebebasan di kota Berlin Barat.
Jerman pasca kekalahan di Perang Dunia II harus menanggung rasa malu melalui penguasaan oleh negara-negara Sekutu. Negara tempat kelahiran Einstein tersebut dipecah menjadi dua bagian. Amerika Serikat, Britania Raya, dan Prancis menguasai Jerman bagian barat dan menjadikannya sebagai negara demokrasi yang menganut sistem ekonomi pasar, sementara Uni Soviet menguasai Jerman bagian timur dan merubahnya menjadi negara komunis dengan sistem ekonomi terpusat.
Berlin sebagai ibukota, yang secara geografis berada di wilayah Jerman bagian timur, juga dibagi menjadi 2 bagian, dimana bagian barat dikuasai oleh Amerika Serikat dan sekutunya, sementara bagian timur dikuasai oleh Uni Soviet. Tidak bersedia wilayah mereka dikuasai oleh rezim totalitarian Uni Soviet, jutaan warga Jerman Timur pasca Perang Dunia II menjadikan Berlin Barat sebagai pintu untuk keluar menuju Jerman bagian barat, serta negara-negara bebas lainnya di Eropa Barat dan Amerika Utara.
Pasca perang, Uni Soviet di bawah Joseph Stalin mengeluarkan kebijakan untuk menjadikan wilayah Jerman bagian timur sebagai negara komunis. Ideologi Marxisme-Leninisme misalnya dijadikan pelajaran wajib bagi seluruh sekolah dan universitas di Jerman Timur. Akibatnya banyak mahasiswa serta akademiksi yang melarikan diri ke Jerman Barat melalui Berlin Barat.
Belum lagi, sistem ekonomi pasar yang diberlakukan di Jerman Barat oleh para politisi liberal, seperti Menteri Ekonomi Ludwig Erhard, telah berhasil memperbaiki taraf hidup masyarakat. Jerman Barat pada dekade 1950an mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat, dan membuka banyak kesempatan usaha serta lapangan kerja. Hal ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di Jerman bagian timur yang dipaksa memberlakukan sistem ekonomi komando.
Oleh karenanya, setelah Perang Dunia II usai hingga tahun 1961, tercatat ada 3,5 juta warga Jerman Timur, atau sekitar 20% dari populasi seluruh Jerman Timur pada waktu itu, yang melarikan diri ke Jerman Barat dengan menjadikan Berlin Barat sebagai pintu keluar. Untuk mencegah hal tersebut, pemerintahan komunis Jerman Timur, di bawah komando Uni Soviet, melakukan kebijakan restriksi bepergian bagi warga Jerman Timur yang ingin memasuki kawasan Berlin Barat.
Pemerintah Jerman Timur pun membangun berbagai pembatas seperti pagar dan pintu check point. Akan tetapi, ternyata masih ada banyak celah bagi warga Jerman Timur yang ingin kabur dari negaranya. Konstruksi Tembok Berlin akhirnya dimulai pada tanggal 15 Juni 1961 atas perintah pemimpin Jerman Timur Walter Ulbricht, dan dengan persetujuan pemimpin Uni Soviet, Nikita Khrushchev.
Setelah Tembok Berlin selesai dibangun, jumlah warga Jerman Timur yang melarikan diri menurun secara drastis. Setidaknya, hanya ada 5.000 warga Jerman Timur yang berhasil melarikan diri melalui Berlin Barat selama 28 tahun tembok tersebut berdiri.
Aparat keamanan Jerman Timur yang menjaga Tembok Berlin juga tidak main-main dalam menghadapi warga yang mencoba melarikan diri ke Berlin Barat. Ada sekitar 200 warga Jerman Timur meninggal karena ditembak oleh penjaga perbatasan Berlin Timur ketika mereka hendak kabur untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Warga Berlin sendiri menyebut tembok tersebut sebagai Schandmauer, atau “Wall of Shame”, karena telah memisahkan jutaan warga Jerman dengan para keluarga dan sahabat mereka. Sepanjang tembok tersebut berdiri, jutaan warga Jerman tidak bisa menemui anggota keluarganya, kerabat, hingga sahabat-sahabatnya yang tinggal di seberang wilayah.
Tembok Berlin juga dikecam keras oleh berbagai pemimpin negara-negara bebas. Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy, pada bulan Juni 1963 datang mengunjungi Tembok Berlin. Ia menyampaikan pidatonya yang sangat terkenal, yang dikenal dengan tajuk Ich bin ein Berliner (I am a Berliner / Saya adalah warga Berlin.) Dalam pidatonya, Kennedy mendorong pemerintahan komunis untuk membuka pintu perbatasan dan mengizinkan warga Jerman Timur memiliki kebebasan untuk bepergian.
Pidato lain yang sangat dikenang yang terjadi di depan Tembok Berlin adalah pidato yang disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan, pada bulan Juni 1987. Dalam pidatonya, Reagan menyampaikan kata-katanya yang terkenal, yakni “tear down this wall!”
Kata-kata tersebut secara eksplisit ditujukan oleh Reagan untuk pemimpin Uni Soviet pada masa itu, Mikhail Gorbachev. Reagan mengatakan dengan keras bahwa bila Gorbachev benar-benar menginginkan perubahan, reformasi, serta perdamaian, sebagaimana yang pemimpin Soviet tersebut sampaikan, maka ia harus membuka perbatasan dan menghancurkan tembok yang sudah memisahkan antar sesama warga Jerman tersebut selama hampir 3 dekade.
Hancurnya pemerintahan komunis di Eropa Timur pada akhir dekade 1980an akibat kegagalan sistem sosialisme merupakan salah satu pendorong warga Jerman Timur untuk semakin melawan. Berbagai rezim pemerintahan komunis di berbagai negara Eropa Tengah dan Eropa Timur, seperti Hungaria, Cekoslowakia, Polandia, Romania, dan Bulgaria jatuh pada tahun 1989.
Para warga Jerman Timur yang tidak bisa mengunjungi Jerman Barat secara langsung akhirnya banyak yang menggunakan jalur melalui bekas negara-negara komunis lain, seperti Hungaria dan Cekoslowakia. Pada tanggal 9 November 1989, pemerintahan komunis Jerman Timur akhirnya memberi pengumuman bahwa mereka akan mengizinkan warga Jerman Timur untuk bebas memasuki Berlin Barat dan gerbang di Tembok Berlin yang memisahkan kedua bagian ibukota Jerman tersebut akan dibuka secara lebar.
Euforia dan pesta besar-besaran akhirnya terjadi di Berlin pada hari itu. Berbagai selebriti internasional, seperti bintang serial TV Baywatch, David Hasselhoff, datang untuk tampil dan merayakan bersama warga Berlin. Kembang api diluncurkan pada malam harinya dan warga Berlin, baik yang tinggal di barat dan di timur, ramai-ramai menghancurkan tembok tersebut secara bersama-sama.
Jerman pun akhirnya melakukan reunifikasi pada tanggal 3 Oktober 1990. Meskipun telah bersatu, namun pengaruh dari komunisme dan sistem ekonomi sosialis di Jerman bagian timur masih bisa kita rasakan sampai sekarang, khususnya dari segi perekonomian.
PEW Research mencatat, pada tahun 2018, bahwa tingkat pengangguran di wilayah Jerman bagian timur lebih tinggi dari wilayah Jerman bagian barat, dengan angka 6.9% dibanding 4.8%. Selain itu, pendapatan per kapita masyarakat Jerman bagian timur juga lebih rendah, yakni hanya 86% dari pendapatan per kapita masyarakat Jerman yang tinggal di bagian barat.
Runtuhnya Tembok Berlin merupakan salah satu simbol terbesar dari kegagalan komunisme serta sistem ekonomi sosialis yang terpusat. Komunisme dan sosialisme telah terbukti merupakan sistem yang hanya membawa malapetaka, penderitaan, kelaparan, kemelaratan, kemiskinan, kehancuran ekonomi, genosida serta totalitarianisme yang telah merepresi dan membunuh puluhan hingga ratusan juta manusia di berbagai belahan dunia.
Pada hari ini, 9 November 2019, bangsa Jerman dan dunia merayakan 30 tahun runtuhnya Tembok Berlin. Semoga tanggal bersejarah ini selalu dikenang, diingat, dipelajari, dan tidak akan pernah dilupakan. Serta yang terpenting, semoga tidak ada lagi generasi di masa yang akan datang yang ingin kembali mencoba untuk mengimplementasikan sistem sosial yang telah terbukti gagal dalam membawa kebebasan, kemakmuran, kesejahteraan, dan kebahagiaan.
Referensi:

Haikal Kurniawan merupakan editor pelaksana Suara Kebebasan dari Januari 2020 – Januari 2022. Ia merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Haikal menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dengan judul skripsi “Warisan Politik Ronald Reagan Untuk Partai Republik Amerika Serikat (2001-2016).”
Selain menjadi editor pelaksana dan kontributor tetap Suara Kebebasan, Haikal juga aktif dalam beberapa organisasi libertarian lainnya. Diantaranya adalah menjadi anggota organisasi mahasiswa libertarian, Students for Liberty sejak tahun 2015, dan telah mewakili Students for Liberty ke konferensi Asia Liberty Forum (ALF) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun bulan Februari tahun 2016, dan Australian Libertarian Society Friedman Conference di Sydney, Australia pada bulan Mei 2019. Haikal saat ini menduduki posisi sebagai salah satu anggota Executive Board Students for Liberty untuk wilayah Asia-Pasifik (yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, dan New Zealand).
Haikal juga merupakan salah satu pendiri dan koordinator dari komunitas libertarian, Indo-Libertarian sejak tahun 2015. Selain itu, Haikal juga merupakan alumni program summer seminars yang diselenggarakan oleh institusi libertarian Amerika Serikat, Institute for Humane Studies, dimana Haikal menjadi peserta dari salah satu program seminar tersebut di Bryn Mawr College, Pennsylvania, Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2017.
Mewakili Suara Kebebasan, Haikal juga merupakan alumni dari pelatihan Atlas’s Think Tank Essentials yang diselenggarakan oleh Atlas Network pada bulan Februari 2019 di Colombo, Sri Lanka. Selain itu, ia juga merupakan alumni dari workshop International Academy for Leadership (IAF) yang diselenggarakan oleh lembaga Friedrich Naumann Foundation di kota Gummersbach, Jerman, pada bulan Oktober 2018.
Haikal dapat dihubungi melalui email: haikalkurniawan@studentsforliberty.org.
Untuk halaman profil Haikal di Students for Liberty dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk halaman profil Haikal di Consumer Choice Center dapat dilihat melalui tautan ini.