
Beberapa waktu yang lalu aksi terorisme kembali terjadi dan mengejutkan seluruh bangsa Indonesia. Seorang pelaku bom bunuh diri meledakkan dirinya di Polsek Astana Anyar, Kecamatan Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat. Peristiwa ini menyebabkan seorang polisi tewas dan sejumlah lainnya terluka. Hal ini menjadi persoalan serius atas masih terusnya ancaman terorisme yang muncul di sekitar kita.
Seperti diketahui, bahwa peristiwa itu terjadi saat jajaran Polsek Astana Anyar tengah menggelar apel pagi. Laporan di lapangan menyebutkan bahwa pelaku bom bunuh diri turut membawa sejumlah kertas bertuliskan penolakan terhadap Revisi KUHP yang baru saja disahkan menjadi Undang-undang (UU). Namun, BNPT masih mendalami motif bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar tersebut (cnnindonesia.com, 8/12/2022).
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebutkan bahwa pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar memiliki afiliasi dengan dengan kelompok terorisme Jemaah Ansharut Daulah (JAD). Selain itu, Kapolri juga mengungkapkan pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar merupakan mantan narapidana kasus terorisme bernama Agus Sujatno alias Abu Muslim (mediaindonesia.com, 8/12/2022).
Fakta ini memberikan gambaran setidaknya dua hal: Pertama, masih terus kuatnya persoalan ancaman terorisme yang terus hadir di bumi pertiwi. Kedua, penegakan hukum yang dilakukan dan jika melihat fakta pelaku teror adalah mantan narapidana yang tidak mendapatkan efek jera dan masih terus terlibat dalam aktivitas terorisme, harus diwaspadai secara lebih luas.
Data Detasemen Khusus 88 (Densus 88) Antiteror Mabes Polri menjelaskan bahwa pada periode tahun 2020 hingga bulan Maret 2022, Densus 88 telah menangkap sebanyak 658 anggota jaringan terorisme. Gambaran secara umumnya adalah bahwa sepanjang tahun 2022 atau tepatnya hingga bulan Maret, Densus 88 telah menangkap 56 teroris. 232 teroris yang ditangkap pada tahun 2020 dan sementara pada tahun 2021 lalu, terdapat 370 teroris yang ditangkap sepanjang tahun itu (kompas.com, 21/03/2022).
Penegakan hukum yang terus dilakukan dengan pemberlakuan Undang-Undang No 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme masih mendapatkan banyak tantangan. Undang-undang tersebut juga memberikan instrumen yang kuat dalam berbagai aspek hingga bisa melakukan pencegahan sebelum teroris beraksi menebar ketakutan dan kematian. Namun, faktanya masih menunjukkan bahwa peningkatan jumlah terduga atau tersangka teroris masih mengkahwatirkan.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa Indonesia memiliki sejarah panjang dalam persoalan terorisme selama ini. Para teroris dan gerakan terorisme menjadi tantangan yang harus diwaspadai, di mana tindakan kekerasan yang dilakukan para ekstrimis dan teroris sangat membahayakan dengan mengancam keamanan dan kedaulatan negara. Catatan sejarah di masa lalu yang berdampak pada keamanan negara dapat dilihat salah satunya dari perhatian publik tanah air pada tahun 2000, 2001, dan puncak fenomenalnya ketika terjadi peristiwa bom Bali.
Sebagai ancaman dan gerakan yang sangat berbahaya bagi negara, terorisme sudah harusnya dipahami secara mendalam oleh berbagai elemen, khususnya masyarakat. Hal ini sangat penting mengingat gerakan terorisme merupakan ancaman kejahatan sistemik yang dilaksanakan secara terstruktur dan terencana, sehingga sangat berbahaya dan tidak mudah dipahami secara umum oleh banyak kalangan masyarakat.
Gerakan terorisme tidak dapat dipungkiri dapat mengancam integrasi bangsa, yang bahkan gerakan tersebut mengakibatkan banyak konflik yang didasarkan pada persoalan-persoalan di seluruh segmen kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, upaya membasmi terorisme tidak cukup dengan mengatasi gerakan terorisme, tetapi bagaimana kebijakan yang mumpuni dan membangun ekosistem yang mampu menerapkan segala langkah preventif untuk pencegahan terorisme dan tindakan efektif untuk mengatasi dan memberantasnya, serta meningkatkan dan membangun paradigma kebangsaan.
Referensi
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20221208072807-12-884418/fakta-fakta-bom-bunuh-diri-di-polsek-astana-anyar. Diakses pada 15 Desember 2022, pukul 12.00 WIB.
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2834-pantang-menyerah-melawan-terorisme. Diakses pada 15 Desember 2022, pukul 15.00 WIB.
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/21/17030661/sudah-tangkap-56-teroris-hingga-maret-2022-densus-88-terorisme-masih-ada. Diakses pada 15 Desember 2022, pukul 10.00 WIB.

Galang Taufani adalah Managing Editor di Suara Kebebasan. Galang adalah lulusan program Sarjana Hukum (2013) dan Magister Hukum (2016) di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang. Sebelum bergabung di Suara Kebebasan, Galang pernah bekerja sebagai wartawan, peneliti, dan dosen sejak tahun 2013. Galang menulis banyak karya berupa buku, jurnal, dan artikel ilmiah. Bidang yang digeluti olehnya, yaitu adalah bidang Hukum, Kebijakan Publik, Pajak, Filsafat, dan Sastra.