Mengapa Kita Takut Untuk Bebas?

    640

    “Kebebasan? Males ah!”, “Jangan ngga-ngga jadi orang, ikuti yang normal aja”, “Ikuti aja apa yang jadi suratan takdir ”, “kalau semua orang bebas, nanti bisa gawat”, “Semua terserah pemerintah, kita ya ngikut aja”

    Komentar miring mengenai kebebasan individu diatas adalah secuil dari berbagai komentar yang saya temui di media sosial. Jika kita melihat komentar-komentar diatas, hampir bisa dipastikan bahwa komentar tersebut bernada negatif dan sinis. Memang bisa dikatakan bahwa masyarakat kita belum mendapat pemahaman dan pengertian yang benar tentang kebebasan individu dan haknya sebagai manusia.

    Dalam pandangan masyarakat kita, bersikap komunal dan seragam itu lebih baik daripada anda berusaha untuk berbeda dari orang lain dan menjadi diri sendiri. Namun disini saya berusaha memaparkan argumen lain dari sudut pandang filosofi, tentang mengapa sebagian orang kadang bersikap sinis dan tidak menyukai kebebasan.

    Kebebasan bagi sebagian orang dipandang sebagai sesuatu yang abstrak, dimana anda melakukan sesuatu yang dianggap tanpa batasan, tanpa jaminan, dan tanpa kepastian, berangkat dari anggapan ini sebagian orang menganggap kebebasan itu MENAKUTKAN!

    Lho, mengapa menakutkan? Bukankah kebebasan itu asik, kita bisa berbuat dan bertindak menurut keinginan nurani dan kehendak kita? Ya tentu saja, sisi positifnya adalah kita bebas menjadi apa yang kita mau, tetapi bagi sebagian manusia, justru kebebasan itulah yang merupakan beban dalam kehidupan, sehingga mereka lebih nyaman berkomunal, mengikuti orang-orang, dan mencari orang yang dapat menjamin dirinya.

    Mengapa begitu? Sebab kebebasan itu BERAT, mereka ngga akan kuat (kalo pake gaya Dilan hehe). Jika kita bedah pola pemikiran mereka, kebebasan berarti membuka peluang bagi mereka untuk bebas bertindak dan  menjadi subjek atas perbuatannya. Kebebasan yang didapat oleh manusia diiringi oleh tanggung jawab. Semakin besar kebebasan, maka semakin besar tanggung jawab. Dan bagi mereka, semakin besar tanggung jawab, maka semakin sulit kehidupan dijalani.

    Filsuf Eksistensialis, Jean Paul Sartre, pernah berujar, bahwa “Manusia diganjar hukuman berupa kebebasan. Karena begitu dilemparkan ke dunia, dia bertanggung jawab atas semua yang dilakukannya, terserah Anda untuk memberi [kehidupan] makna. ucapan Sartre ini berusaha menjawab mengapa orang lebih menginginkan hidup berkomunal, tidak ingin yang aneh-aneh, ingin ada penguasa yang menjamin mereka, hingga mencari guru spiritual atau paranormal yang bisa melihat nasib mereka dimasa depan dan memberi solusi kehidupan.

    Menurut  Sartre, Eksistensi besar mendatangkan tanggung jawab yang lebih besar. Tanggung jawab yang besar membuat manusia menjadi ngeri dan karena kengerian itulah manusia menjadi cemas pada masa depannya. Kebebasan juga berarti bahwa segala sesuatu di tangan kita. Kaya-miskin, baik-buruk, menikah-single, hidup-mati ada di tangan anda. TIDAK ADA JAMINAN APAPUN kecuali diri sendiri yang menentukan (dan bukan orang lain ). Justru orang melihat kebebasan seperti ini sebagai BEBAN!

    Siapa yang bisa menjamin anda kaya? Siapa yang bisa menjamin anda panjang umur? Siapa yg menjamin anda akan menikah dengan si dia? JAWABNYA TIDAK ADA!  Inilah yang membuat orang menjadi cemas, takut dan ngeri. Ketidaktahuan manusia pada masa depan kadang membuat mereka takut.  Contohnya, jika kamu berjalan dimalam gelap di tengah kuburan, pasti ilusimu tentang setan akan terus terbayang. Perasaan ini muncul karena dirimu merasa tidak aman dan ketidakpastian inilah yang membuat dirimu takut.

    Rasa tanggung jawab yang begitu besar dan rasa cemas mengenai ketidakpastian masa depan mereka, kemudian membuat sebagian orang takut pada kebebasan yang dia miliki. Inilah yang membuat orang tidak suka pada kebebasannya dan lebih memilih untuk  “MELEMPARKAN” kebebasan mereka pada orang lain.

    Mereka takut akan masa depan, maka mereka mencari para peramal yang bisa melihat nasib mereka di masa depan sekaligus memberi solusi pada  mereka. Mereka terlalu takut pada kemiskinan, maka mereka menggantungkan harapan pada pemerintah, berharap pada subsidi, jaminan sosial, dan pembuka lowongan PNS agar hidup mereka menjadi terjamin. Mereka takut pada kematian dan siksaan di akhirat, maka mereka pasrah serta menjalankan tanpa memahami lebih dalam ajaran guru spiritual atau rohaniawan mereka.

    Hidup dengan Keberanian

    Manusia takut pada ketidakpastian dan hal-hal yang buruk dimasa depan. Kebebasan seorang manusia berarti membuat orang tersebut memikul bertanggung jawab pada hidup dan perbuatannya, BUKAN orang lain, Bukan presiden dan BUKAN suratan takdir, ini membuat manusia takut dan berusaha melepas kebebasan mereka.

    Rasa takut dan juga kecemasan berlebihan terhadap kebebasan dirinya, sebagai manusia, justru merugikan dirinya sendiri. Orang yang tidak mau memilih dan mengambil resiko bagi kehidupannya akan membuat dirinya menjadi manusia yang terasing dan kehilangan kesempatan mendapat kehidupan yang lebih baik.

    Menurut Albert Camus, seorang Filsuf Perancis, tujuan kebebasan tidak lain adalah kesempatan untuk menjadi lebih baik.  Mengapa kebebasan itu merupakan anugreah terbesar dari Tuhan, karena selain manusia berkehendak untuk menjalani hidup sesuai nuraninya, manusia juga memiliki kesempatan untuk meraih kehidupan yang berkualitas dan sesuai dengan apa yang diharapkannya. Cita-cita dan juga harapan hanya bisa terwujud ditangan individu tersebut, dan salah satu prasyaratnya adalah ia menjadi manusia BEBAS.

    Dengan dalih tidak mau mendapat resiko dan tanggung jawab besar, orang tersebut telah menyia-nyiakan kehidupannya dan juga peluang besar yang menantinya. Kehidupan yang pesimis dan paranoid hanya akan membuat kehidupan dipenuhi ketakutan dan delusi kecemasan. Jika manusia sadar manfaat kebebasan dan kemerdekaan atas dirinya, maka ia akan menjalani kehidupan yang lebih berani, ketimbang menghabiskan sisa hidupnya hanya untuk menjadi “normal” seperti orang lain.

    Mungkin benar hidup kita penuh resiko, mungkin benar pula bahwa hidup ini memikul tanggung jawab yang besar. Namun, bukan berarti itu menjadi alasan untuk membuat hidup seperti neraka dan merelakan segalanya pada takdir tanpa ada ikhtiar. Ideologi kebebasan seyogyanya memberi pencerahan bahwa manusia itu bebas, bahwa kehidupan adalah berkat yang tak terhingga, dan tentu saja berkat itu akan sangat sia-sia jika dihabiskan hanya untuk ketakutan dan kecemasan yang hanya sebatas hayalan.