Mengapa Iklim Bisnis dan Investasi Kita di Bawah Malaysia dan Vietnam?

    80
    Sumber gambar: https://www.busines-standard.com/article/international/asian-american-business-leaders-fund-anti-discrimination-effort-121050301520_1.html

    Sudah menjadi impian dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam visi pembangunan ekonominya, untuk menyulap Indonesia menjadi negara yang ramah terhadap investasi dan bisnis. Hal tersebut terwujud di masa awal pemerintahan Jokowi ketika ia mengundang secara terbuka perusahaan dan investor luar agar menanam modalnya di Indonesia. Segala macam cara seperti melakukan amnesti pajak, pemangkasan regulasi dan beragam cara lainnya untuk mendorong reformasi ekonomi.

    Yang paling menarik adalah kunjungan Jokowi ke SpaceX menemui Elon Musk. Pertemuannya dengan sosok super kaya ini bukan tanpa maksud. Ia mengajak agar pionir dari Tesla tersebut menanam modalnya di Indonesia. Di sela kunjungan Jokowi ke Amerika, ia secara khusus meyakinkan Elon Musk bahwa sumber daya dan potensi Indonesia akan sangat menguntungkan bagi Musk.

    Namun belakangan, berita yang tak mengenakkan tersiar dari berbagai media. Elon Musk memutuskan untuk membuka dealer dan showroom resmi Tesla di Malaysia. Bukan Indonesia. Hal ini mengundang kritik dari Rocky Gerung. Rocky memberi pernyataan bahwa Presiden seolah dihina oleh Musk.

    “Dia sudah datang ke perusahaan Tesla, tapi Elon Musk justru malah menanam modal di Malaysia,” katanya (Satusuara, 08/03/2023).

    Beberapa waktu lalu, perusahaan teknologi raksasa, Apple, juga memutuskan untuk membatalkan penanaman modalnya di Indonesia dengan dalih bahwa bahan baku yang mereka butuhkan mayoritas dipasok dari tambang ilegal. Pembatalan dua perusahaan besar ke Indonesia bagi saya adalah sebuah pukulan besar. Mengapa? Pertama, pukulan bagi Indonesia yang mengharapkan investasi besar-besaran untuk membangun ekonomi pasca krisis. Jika dua perusahaan tersebut (Tesla dan Apple) masuk ke Indonesia, hal ini bisa menjadi batu loncatan untuk perusahaan besar lain masuk ke Indonesia.

    Kedua adalah pukulan bagi Jokowi yang berusaha melakukan reformasi ekonomi dan menggembar-gemborkan bahwa Indonesia adalah tempat yang ramah bisnis dan investasi. Dengan gagalnya dua perusahaan besar itu masuk Indonesia, hal ini secara langsung maupun tidak langsung akan menggiring opini bahwa Indonesia belum cocok bagi pemodal besar untuk menginvestasikan uangnya. Dan, kejadian ini juga merupakan pukulan telak bagi Presiden Jokowi.

    ***

    Dampak Bagi Indonesia

    Apple diduga membatalkan pembangunan pabrik di Indonesia karena persoalan traceability atau ketelusuran bahan baku dari produk timah di Indonesia. Awalnya mereka ingin membangun pabrik, namun dianggap marak praktik pertambangan tanpa izin (PETI) atau pertambangan illegal, mereka memutuskan batal.

    Apple menganggap bahwa praktik tambang ilegal sangat riskan, baik secara hukum dan transparansi produksi bahan baku. Perusahaan teknologi tersebut tidak mau mengambil resiko yang sangat ‘gila’ ini, sehingga mereka terpaksa menarik diri dari Indonesia. Dengan demikian, harapan untuk melihat iPhone produksi asli Indonesia dengan harga terjangkau nampaknya masih mustahil kita nikmati.

    Begitu pula dengan Tesla yang lebih memilih Malaysia ketimbang Indonesia. Tesla melihat Malaysia adalah tempat strategis untuk rencana investasi pertamanya di Asia Tenggara. Rocky Gerung mengatakan bahwa langkah Tesla membangun kantor di Malaysia adalah pukulan fatal bagi Indonesia.

    “Bayangkan Indonesia akan gigit jari dengan langkah Elon Musk yang membawa Tesla berkantor di Kuala Lumpur,” katanya seperti dikutip dalam kanal YouTubenya, Senin, (6/3/2023).

    Rocky mengatakan keputusan Elon Musk membuka kantor Tesla di Malaysia akan membuat para investor asing di Indonesia berpikir ulang. Menurut Rocky, sinyal kuat yang dipancarkan Elon melalui Tesla dapat berbahaya, terutama ketika pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang gencar menanamkan investasi dari asing.

    “Jadi karena Tesla ada di Kuala Lumpur, Malaysia, investor lain bakal masuk ke Kuala Lumpur. Jadi, enggak akan sampai di Indonesia,” jelas Rocky.

    Dengan demikian, Rocky berpendapat, keraguan investor atau pengusaha besar untuk masuk ke Indonesia, ditakutkan beberapa perusahaan akan ikut hengkang atau enggan masuk ke Indonesia.

    Pembenahan Regulasi dan Kebijakan Bisnis

     Banyaknya perusahaan dan Investor asing ke Malaysia, merupakan tanda bahwa kebijakan ekonomi Malaysia lebih unggul dan ‘menggiurkan’ ketimbang Indonesia. Salah satu tonggak kebangkitan ekonomi Malaysia adalah liberalisasi ekonomi yang menghapuskan kewajiban untuk menyisihkan 30% saham perusahaan untuk etnis Melayu atau bumiputra (DW, 30/09/2009).

    Pemerintah Malaysia juga telah menghapus peraturan mengenai investasi asing. Kebijakan tersebut melonggarkan batasan jumlah saham yang dapat dimiliki oleh investor asing di sektor finansial, dari 49% ditingkatkan menjadi 70%. Sektor lain pun diliberalisasi guna meningkatkan investasi asing di Malaysia. Langkah-langkah ini diambil terutama karena ada penurunan tajam volume investasi asing langsung dan melesunya investasi domestik sejak krisis keuangan Asia tahun 1998. Padahal, Malaysia ketika itu bisa dibilang terselamatkan dari krisis Asia, karena tidak bersedia menerima bantuan dari lembaga moneter internasional (IMF) dan berhasil mengatasi sendiri krisis keuangannya (DW, 30/06/2009).

    Perekonomian Malaysia yang sangat bergantung pada sektor manufaktur turut terkena dampak resesi global. Bulan lalu, pemerintah Malaysia menyetujui program stimulus ekonomi senilai 60 miliar ringgit atau sekitar 16 miliar dolar AS untuk memperlambat laju resesi. Kewajiban untuk memperoleh persetujuan pemerintah, dari Foreign Investment Commitee (FIC) atau Komiti Investasi Asing, terkait transaksi modal asing juga dihapus. Selain itu, investor asing juga tidak lagi harus mendapatkan persetujuan pemerintah untuk merger dan akuisisi (DW, 30/06/2009). Sedangkan di Indonesia, liberalisasi ekonomi tidak terjadi, dimana lingkungannya pun juga masih ada tidak ramah investasi.

    Sofjan Wanandi, mengatakan berbagai kebijakan pemerintah terkait kenaikan tarif dan upah membuat perusahaan enggan berekspansi dan berinvestasi di Indonesia (Tempo, 25/01/2014). Sebenarnya Indonesia tidak ‘jelek-jelek amat’ di mata global. Negara kita memiliki sumber daya alam yang bernilai tinggi, luasnya lahan garapan, dan melimpahnya tenag kerja muda.

    Keuntungan di atas seharusnya sudah bisa menjadi modal untuk menarik minat investor dan menghidupkan iklim bisnis yang stabil. Namun pada kenyataannya, penulis melihat ada dua masalah besar yang mengganjal dunia investasi kita. Pertama, perizinan, kedua, adalah ketertiban hukum. Masalah perizinan dan birokrasi merupakan masalah klasik yang sejak zaman merdeka sudah menjadi ciri khas.

    Banyak orang atau pengusaha enggan berinteraksi dengan pengawai sipil karena mereka paham bahwa apa yang mereka lakukan hanya buang-buang waktu. Contohnya, banyak masyarakat yang melakukan aktivitas pertambangan secara mandiri tanpa izin negara. Hal ini disebabkan karena perizinan dari negara sangat sulit diperoleh, sehingga mereka enggan mengurus surat-suratnya.

    Bank Dunia juga menyebut jika Indonesia tak dilirik oleh investor karena lamanya proses perizinan dan investor lebih memilih negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, hingga Filipina. Hal ini menyebabkan foreign direct investment (FDI) sulit masuk ke Indonesia (Detik.com,07/09/2023).

    Masalah hukum juga menjadi hal penting. Para pebisnis tak ingin berinvestasi di negara yang kacau dan penegakan hukum yang lemah. Rocky Gerung berpendapat ini merupakan salah satu hal yang membuat Elon Musk menunda Investasi di Indonesia karena belum jelasnya kepastian hukum.

    “Bagi Elon Musk ini sebetulnya semacam pernyataan bahwa, udah lah kalian saya tahulah, ketidakpastian hukum, ketidakstabilan politik di tempat kalian, kesulitan ekonomi, nggak mungkin kita berkantor di situ,” tandas Rocky Gerung (Satusuara, 08/03/2023).

    Dengan melihat dua masalah di atas, sebenarnya menarik investor adalah hal sepele. Namun, karena ketiadaan keseriusan dan masih maraknya oknum yang korup, banyak investor yang berminat masuk terhambat, bahkan membatalkan niatnya. Indonesia harus belajar dari Malaysia mengenai mereka yang mempraktikkan pasar bebas untuk menarik investor dan mereformasi struktur ekonominya.

    Iklim yang kondusif untuk dunia bisnis sangatlah penting. Oleh karena itu, jika pemerintah ingin mencoba merestrukturisasi perekonomian kita, mulailah mencoba resep pasar bebas. Rendahkan pajak, permudah perizinan, perkokoh penegakan hukum, dan lawan oknum yang melakukan pungutan liar atau korupsi. Ini adalah langkah sederhana untuk membantu memperkokoh fondasi ekonomi kita.

    Referensi

    https://amp.dw.com/id/malaysia-liberalisasi-ekonominya/a-4445437. Diakses pada 23 Maret 2023, pukul 11.00 WIB.

    https://bisnis.tempo.co/read/548216/benarkah-indonesia-tidak-ramah-investasi.Diakses pada Kamis, 23 Maret 2023 pukul 11.12 WIB.

    https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4697198/sesungguhnya-indonesia-cantik-di-mata-investor-tapi-.  Diakses pada 23 Maret 2023, pukul 12.25 WIB.

    https://satusuaraexpress.co/2023/03/elon-musk-pilih-buka-kantor-pusat-tesla-di-malaysia-daripada-indonesia-rocky-gerung-presiden-jokowi-dihina/. Diakses pada 23 Maret 2023, pukul 11.56 WIB.