Apakah hak kepemilikan (property rights) itu merupakan sesuatu yang penting?
Bila pertanyaan ini Anda berikan ke mereka yang memiliki haluan politik kiri, maka besar kemungkinan, jawaban yang akan Anda terima adalah hak kepemilikan merupakan sesuatu yang harus dihapuskan. Hak kepemilikan dianggap sebagai biang keladi dari kemiskinan dan kemelaratan yang dialami oleh jutaan orang, karena ada mereka yang memiliki banyak harta, sementara yang lain tidak memiliki apa-apa.
Oleh karena itu, hak kepemilikan sudah seharusnya dihapuskan untuk menciptakan kesetaraan. Bila hak kepemilikan dihapuskan, dan semua properti dimiliki bersama secara kolektif, maka akan tercipta keadilan, kesetaraan, dan setiap manusia bisa hidup dengan sejahtera.
Namun, anggapan tersebut adalah sesuatu yang keliru. Topik inilah yang dibahas oleh Gerald P. O’Driscoll Jr. dan Lee Hoskins dalam artikelnya yang berjudul “Property Rights: The Key to Economic Development”, yang diterbitkan oleh Libertarianism.org. Dalam artikel tersebut, O’Driscoll dan Hoskins membahas bagaimana perlindungan hak kepemilikan merupakan sesuatu yang sangat penting untuk mendorong pembangunan ekonomi, yang tentunya nanti akan membawa kesejahteraan.
Di bagian awal artikelnya, O’Driscoll dan Hoskins menulis bahwa kesejahteraan dan hak kepemilikan merupakan hal yang sangat berkaitan, dan hal tersebut merupakan hal yang sudah diakui oleh banyak ekonom dan pembuat kebijakan. Hak kepemilikan memberikan hak kepada setiap individu untuk menggunakan sumber daya yang mereka miliki sesuai dengan kehendak mereka. Proses tersebut akan membuat alokasi sumber daya menjadi efisien.
O’Driscoll dan Hoskins menulis, salah satu ekonom yang membahas mengenai perlindungan hak kepemilikan secara dalam adalah ekonom asal Peru yang bernama Hernando de Soto. De Soto menulis bahwa kapitalisme sukses umumnya di negara-negara Barat, karena negara-negara Barat memiliki hukum yang kuat untuk melindungi hak kepemilikan warga negaranya.
Hal ini tentu bisa kita lihat dari contoh nyata perbandingan negara-negara di dunia, seperti Kora Utara dan Korea Selatan misalnya. Korea Selatan memiliki tingkat pendapatan perkapita 17 kali lipat lebih tinggi daripada saudara-saudara mereka di Korea Utara.
Contoh lain yang digambarkan O’Driscoll dan Hoskins adalah, Finlandia dan Estonia, di mana keduanya pada dekade 1930an memilik standar kehidupan yang sama. Selain itu, Estonia dan Finlandia juga memiliki nilai dan budaya yang relatif mirip. Namun, karena Estonia berada di bawah kontrol rezim komunis Uni Soviet sampai dekade 1990-an, Pada tahun 2000, Finlandia memiliki tingkat penghasilan 7 kali lipat lebih tinggi daripada Estonia.
Pengetahuan mengenai pentingnya perlindungan atas hak kepemilikan ini merupakan sesuatu yang sudah diketahui oleh banyak ekonom dan pemikir hingga era Pencerahan di abad ke-18. Pendiri ilmu ekonomi modern, Adam Smith, menulis bahwa tugas utama dari pembentukan pemerintah adalah untuk memberi perlindungan kepada warga negara apabila ada orang yang mengambil paksa sesuatu yang bukan miliknya.
Di masa selanjutnya, tokoh Mazhab Ekonomi Austria, Ludwig von Mises, menulis bahwa, berbeda dengan pandangan kebanyakan mereka yang berhaluan kiri, kepemilikan alat-alat produksi bukanlah suatu bentuk keistimewaan (privilege), namun, merupakan bentuk social liability. Para pemilik alat-alat produksi dan perusahaan dipaksa untuk menggunakan sumber daya yang mereka miliki demi memberi kepuasan bagi konsumen. Oleh karena itu, bila ada pemilik alat produksi atau perusahaan yang tidak bisa berperforma dengan baik, maka akan dihukum oleh konsumen dalam bentuk kerugian.
O’Driscoll dan Hoskins juga menulis bahwa, bila hak kepemilikan tidak dilindungi, maka hal tersebut adalah sesuatu yang sangat berbahaya. Selain akan menghambat kemajuan ekonomi, hal tersebut akan membuka pintu totalitarianisme negara, seperti di Uni Soviet dan negara-negara komunis lainnya, di mana negara bisa mengambil paksa properti yang dimiliki warganya secara semena-mena.
Selain itu, faktor lain bila hak kepemilikan tidak dilindungi, maka akan mendorong praktik korupsi, karena masyarakat akan sulit menjalankan usaha secara legal. Untuk membahas topik ini, O’Driscoll dan Hoskins mengutip penelitian dari ekonom asal Peru, Hernando de Soto, mengenai pentingnya perlindungan hak kepemilikan.
De Soto menulis, faktor terbesar yang membedakan antara negara-negara Barat dengan negara-negara berkembang terletak pada perlindungan hak kepemilikan. Bila hak kepemilikan tidak dicatat dan dilindungi oleh negara, maka mau tidak mau masyarakat hanya bisa menjalankan usaha dengan cara memberi suap kepada aparatur negara agar usaha mereka tidak diambil paksa.
Hal tersebut membuat kegiatan usaha tentu tidak bisa berkembang, karena sumber daya yang dimiliki oleh pelaku usaha digunakan untuk membayar suap kepada aparatur negara. Selain itu, pelaku usaha tersebut juga akan sulit mendapatkan kredit dari bank karena pelaku usaha tersebut tidak memiliki aset yang tertulis dan jelas yang dapat dijadikan sebagai jaminan, dan tentunya akan semakin mempersulit para pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya.
Sebagai penutup, O’Driscoll dan Hoskins menulis kesimpulan bahwa, melalui sejarah kita bisa mengambil pelajaran mengenai pentingnya perlindungan terhadap hak kepemilikan. Selain akan mencegah korupsi dan kesewenang-wenangan negara, perlindungan hak kepemilikan merupakan prekondisi untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.
Sumber artikel
https://www.libertarianism.org/publications/essays/property-rights-key-economic-development Diakses pada 16 Juni 2020, pukul 00.45 WIB.

Haikal Kurniawan merupakan editor pelaksana Suara Kebebasan dari Januari 2020 – Januari 2022. Ia merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Haikal menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dengan judul skripsi “Warisan Politik Ronald Reagan Untuk Partai Republik Amerika Serikat (2001-2016).”
Selain menjadi editor pelaksana dan kontributor tetap Suara Kebebasan, Haikal juga aktif dalam beberapa organisasi libertarian lainnya. Diantaranya adalah menjadi anggota organisasi mahasiswa libertarian, Students for Liberty sejak tahun 2015, dan telah mewakili Students for Liberty ke konferensi Asia Liberty Forum (ALF) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun bulan Februari tahun 2016, dan Australian Libertarian Society Friedman Conference di Sydney, Australia pada bulan Mei 2019. Haikal saat ini menduduki posisi sebagai salah satu anggota Executive Board Students for Liberty untuk wilayah Asia-Pasifik (yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, dan New Zealand).
Haikal juga merupakan salah satu pendiri dan koordinator dari komunitas libertarian, Indo-Libertarian sejak tahun 2015. Selain itu, Haikal juga merupakan alumni program summer seminars yang diselenggarakan oleh institusi libertarian Amerika Serikat, Institute for Humane Studies, dimana Haikal menjadi peserta dari salah satu program seminar tersebut di Bryn Mawr College, Pennsylvania, Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2017.
Mewakili Suara Kebebasan, Haikal juga merupakan alumni dari pelatihan Atlas’s Think Tank Essentials yang diselenggarakan oleh Atlas Network pada bulan Februari 2019 di Colombo, Sri Lanka. Selain itu, ia juga merupakan alumni dari workshop International Academy for Leadership (IAF) yang diselenggarakan oleh lembaga Friedrich Naumann Foundation di kota Gummersbach, Jerman, pada bulan Oktober 2018.
Haikal dapat dihubungi melalui email: haikalkurniawan@studentsforliberty.org.
Untuk halaman profil Haikal di Students for Liberty dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk halaman profil Haikal di Consumer Choice Center dapat dilihat melalui tautan ini.