Bagi sebagian kalangan, gagasan liberalisme kerap disandangkan dengan imperialisme dan kolonialisme. Liberalisme dianggap sebagai gagasan Barat yang bertujuan untuk mengeksploitasi dan memiskinkan negara-negara berkembang, sebagaimana yang dilakukan oleh berbagai imperium Eropa pada masa lalu di berbagai belahan dunia.
Imperialisme dan kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa memang merupakan salah satu periode paling penting dan berpengaruh dalam sejarah manusia. Setidaknya sejak abad ke-15, hingga pertengahan abad ke-20, bangsa-bangsa Eropa, seperti Inggris, Prancis, Belanda, Spanyol, dan Portugis, melakukan ekspedisi dan penaklukan wilayah di berbagai belahan dunia, baik di Asia, Afrika, atau Amerika Latin, demi meningkatkan kekayaan dan memperluas kekuasaan yang mereka miliki.
Sumber-sumber daya di berbagai wilayah yang menjadi bagian dari kolonialisme dikeruk dan diambil untuk memenuhi kebutuhan bangsa Eropa. Tidak jarang juga, penduduk asli di wilayah-wilayah tersebut menjadi pekerja paksa di bawah komando para tentara dan pejabat-pejabat tinggi dari negeri-negeri Eropa.
Potret buram dan warisan gelap dari kolonialisme dan imperialisme merupakan hal yang masih berbekas dengan jelas di ingatan penduduk negara-negara bekas jajahan bangsa Eropa. Oleh karena itu, tidak heran masih sangat banyak penduduk di negara-negara Dunia Ketiga yang menaruh kecurigaan terhadap semua ide-ide dan gagasan yang dianggap berasal dari peradaban Barat, termasuk di juga Indonesia, dan menganggap bahwa gagasan-gagasan tersebut merepresentasikan imperialisme dan kolonialisme gaya baru.
Namun, apakah pandangan tersebut merupakan sesuatu yang tepat? Apakah liberalisme merupakan gagasan yang bisa disandingkan dengan kolonialisme dan imperialisme?
*****
Tidak sedikit orang beranggapan bahwa liberalisme dan imperialisme sebagai dua gagasan yang berkaitan erat, terutama mereka yang tinggal di negara-negara Dunia Ketiga, atau mereka yang memiliki haluan politik kiri. Mereka beranggapan bahwa liberalisme merupakan gagasan yang mengadvokasi eksploitasi terhadap kelompok-kelompok dan bangsa-bangsa lain.
Salah satu tokoh liberalisme, khususnya liberalisme klasik, yang membahas mengenai imperialisme dalam sudut pandang liberalisme adalah tokoh ekonomi Mazhab Austria tersohor, Ludwig von Mises, dalam bukunya “Liberalism: in the Classical Tradition”. Buku “Liberalism” sendiri merupakan buku karya Mises yang terbit pada tahun 1921, yang membahas liberalisme dari berbagai sudut pandang, baik politik, ekonomi, hingga kebijakan luar negeri.
Dalam bukunya, Mises menulis bahwa penaklukan yang dilakukan oleh berbagai bangsa di dunia sepanjang sejarah, khususnya bangsa-bangsa Eropa, dilakukan karena para pangeran dan bangsawan di negara tersebut ingin meningkatkan kekayaan dan memperluas wilayah kekuasaan mereka. Hal tersebut tulis Mises, merupakan hal yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai liberalisme, yang menjunjung tinggi perdagangan dan transaksi yang sukarela (Mises, 1921).
Liberalime merupakan gagasan yang mengadvokasi perdamaian antar bangsa dan negara. Dan oleh karena itu, kebijakan ekspansi wilayah merupakan hal yang tidak dapat diterima di dalam negara yang mengadopsi nilai-nilai liberalisme.
Mises juga melontarkan kritik yang sangat keras terhadap praktik kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Eropa, khususnya di Asia dan Afrika. Ekonom kelahiran Austria tersebut juga menantang rekan-rekannya sesama bangsa Eropa, bahwa bila mereka yakin bahwa kebudayaan Eropa itu jauh lebih tinggi daripada kebudayaan masyarakat lainnya, maka mereka harus mampu menyebarkan kebudayaan dan cara hidup masyarakat Eropa kepada bangsa-bangsa lain melalui persuasi, dan bukan pemaksaan di bawah todongan senjata (Mises, 1921).
Tidak sedikit orang-orang Eropa pada masa itu yang berpandangan bahwa bangsa kulit putih Eropa merupakan bangsa yang superior, di atas bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bangsa Eropa untuk “memperadabkan” bangsa-bangsa non-kulit putih lainnya. Mises juga memberikan kritik yang sangat keras terhadap cara pandang ini. Ia mengungkapkan apa yang ia lihat sebagai sikap hipoktrit bangsa-bangsa Eropa yang memperluas praktik perbudakan di Afrika pada masa lalu misalnya, yang sangat kejam dan telah membuat jutaan warga Afrika menderita.
Kritik terhadap imperialisme dan kolonialisme yang ditulis oleh Mises dari sudut pandang liberalisme adalah sesuatu yang sangat penting untuk dibaca dan direfleksikan. Kekuasaan imperialis yang dilakukan oleh berbagai imperium di dunia terhadap subjek-subjek mereka melalui cara-cara kekerasan merupakan hal yang sangat umum terjadi.
Selain itu, tidak jarang juga pemerintahan imperial memberlakukan berbagai kebijakan yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip liberalisme. Kebijakan pemaksaan monopoli produksi garam oleh Britania Raya di India misalnya, yang diberlakukan di penghujung abad ke-19 hingga awal abad ke-20, merupakan kebijakan yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai liberalisme, yang menjunjung tinggi kebebasan ekonomi.
Aturan tersebut dihadapkan dengan berbagai protes yang dilakukan oleh warga India terhadap kekuasaan Britania Raya. Salah satu protes yang paling dikenal oleh publik adalah protes yang dilakukan oleh Mahatma Gandhi, ketika ia berjalan kaki selama 24 hari dari Desa Sabarmati Ashram ke Pantai Dandi yang berbatasan dengan Samudera Hindia (History Channel, 10/06/2020).
Sebagai penutup, imperialisme dan liberalisme merupakan dua ideologi yang saling beroposisi satu sama lain dan tidak bisa dipersatukan. Menyatukan liberalisme dan imperialisme sama absurd-nya dengan menggabungkan antara komunisme dan liberalisme, atau liberalisme dan teokrasi.
Untuk itu, kita harus selalu bersikap kritis terhadap mereka yang kerap melontarkan berbagai tuduhan yang dibuat-buat terhadap liberalisme, tanpa menjabarkan prinsip-prinsip dan fondasi yang menjadi dasar dari gagasan tersebut. Tidak mustahil, tuduhan-tuduhan tersebut justru dilontarkan oleh mereka yang merasa posisinya terancam oleh nilai-nilai liberalisme, seperti pentingnya persaingan usaha dan kebebasan ekonomi, dan prinsip bahwa setiap individu memiliki hak dasar untuk membuat pilihan bagi dirinya sendiri tanpa intervensi pihak lainnya.
Referensi
Buku:
Mises, Ludwig von. 1985 [1921]. Liberalism: In The Classical Tradition. San Francisco: The Foundations for Economic Education, Inc.
Internet:
https://www.history.com/topics/india/salt-march#:~:text=The%20Salt%20March%2C%20which%20took,distance%20of%20some%20240%20miles. Diakses pada 4 Agustus 2020, pukul 15.20 WIB.

Haikal Kurniawan merupakan editor pelaksana Suara Kebebasan dari Januari 2020 – Januari 2022. Ia merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Haikal menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dengan judul skripsi “Warisan Politik Ronald Reagan Untuk Partai Republik Amerika Serikat (2001-2016).”
Selain menjadi editor pelaksana dan kontributor tetap Suara Kebebasan, Haikal juga aktif dalam beberapa organisasi libertarian lainnya. Diantaranya adalah menjadi anggota organisasi mahasiswa libertarian, Students for Liberty sejak tahun 2015, dan telah mewakili Students for Liberty ke konferensi Asia Liberty Forum (ALF) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun bulan Februari tahun 2016, dan Australian Libertarian Society Friedman Conference di Sydney, Australia pada bulan Mei 2019. Haikal saat ini menduduki posisi sebagai salah satu anggota Executive Board Students for Liberty untuk wilayah Asia-Pasifik (yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, dan New Zealand).
Haikal juga merupakan salah satu pendiri dan koordinator dari komunitas libertarian, Indo-Libertarian sejak tahun 2015. Selain itu, Haikal juga merupakan alumni program summer seminars yang diselenggarakan oleh institusi libertarian Amerika Serikat, Institute for Humane Studies, dimana Haikal menjadi peserta dari salah satu program seminar tersebut di Bryn Mawr College, Pennsylvania, Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2017.
Mewakili Suara Kebebasan, Haikal juga merupakan alumni dari pelatihan Atlas’s Think Tank Essentials yang diselenggarakan oleh Atlas Network pada bulan Februari 2019 di Colombo, Sri Lanka. Selain itu, ia juga merupakan alumni dari workshop International Academy for Leadership (IAF) yang diselenggarakan oleh lembaga Friedrich Naumann Foundation di kota Gummersbach, Jerman, pada bulan Oktober 2018.
Haikal dapat dihubungi melalui email: haikalkurniawan@studentsforliberty.org.
Untuk halaman profil Haikal di Students for Liberty dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk halaman profil Haikal di Consumer Choice Center dapat dilihat melalui tautan ini.