Libertarianisme, Perang, dan Isolasionisme

    803

    Libertarianisme merupakan gagasan yang menjunjung tinggi kebebasan individu dan perdamaian. Fungsi utama pemerintah, dalam kaca mata libertarianisme, adalah menjaga hak individu dari agresi pihak lainnya, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.

    Untuk itu, libertarianisme menentang segala bentuk intervensi pemerintah yang melanggar kemerdekaan individu, baik dalam bidang sosial ataupun ekonomi. Dengan kata lain, pemerintah dalam hal ini cukup menjadi wasit untuk menindak apabila ada anggota masyarakat yang bertindak melanggar hukum dengan mencederai hak individu lainnya.

    Tidak hanya dalam bidang sosial dan ekonomi, kebijakan “non-intervensionisme” pemerintah yang diusung oleh libertarianisme juga mencakup kebijakan luar negeri. Bila pemerintah sepatutnya tidak mengintervensi kehidupan warga negara, kecuali bila ada seseorang yang mengancam keselamatan dan mencederai hak orang lain, maka pada saat yang sama, pemerintah juga tidak seharusnya melakukan intervensi terhadap negara lain bila negara tersebut tidak mengancam atau menyerang negara kita.

    Libertarianisme sangat membenci perang. Hal tersebut disebabkan bukan hanya karena perang berpotensi besar membunuh jutaan orang yang tidak bersalah di negara lain dan menghancurkan properti yang mereka miliki, namun juga perang berpotensi besar mencederai hak individu warga negara di dalam negeri, dengan mengatasnamakan keamanan publik.

    Perang Global Melawan Terorisme (Global War on Terror) yang dilancarkan oleh Presiden Amerika Serikat, George W. Bush, pasca serangan 11 September tahun 2001 misalnya, bukan hanya menyerang pihak-pihak yang bertanggung jawab atas serangan keji tersebut, akan tetapi juga negara-negara lain yang tidak menyerang Amerika, seperti Irak, dan membunuhi ratusan ribu warga sipil yang tidak bersalah. Tidak hanya itu, perang tersebut juga telah memberikan wewenang besar kepada Pemerintah Amerika Serikat untuk memberlakukan kebijakan penyadapan massal, yang tentunya merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak privasi (The Atlantic, 08/04/2015).

    Sikap menentang perang dan intervensi militer ke luar negeri merupakan salah satu posisi politik yang universal di antara berbagai kelompok libertarian, termasuk di Amerika Serikat. Salah satu politisi libertarian yang paling dikenal asal Amerika Serikat adalah Ron Paul, yang menjabat sebagai anggota DPR (House of Representatives) Amerika Serikat dari negara bagian Texas dari tahun 1976 – 2013.

    Ron Paul, yang menjadi salah satu kandidat presiden Amerika Serikat dari Partai Republik sebanyak dua kali, yakni pada pemilihan presiden tahun 2008 dan 2012, dikenal dengan posisi politiknya yang sangat anti perang. Ron Paul menentang hampir seluruh perang yang dilancarkan oleh Amerika Serikat, termasuk Perang Irak tahun 2003, dan mengadvokasi pemulangan seluruh tentara Amerika di luar negeri (LewRockwell.com, 21/05/2007).

    Atas posisi politiknya, Ron Paul kerap dituduh sebagai seorang isolasionis. Kolumnis dan akademisi Michael A. Cohen misalnya, dalam salah satu artikelnya di majalah Foreign Policy, menyatakan bahwa Paul adalah seorang isolasionis (Foreign Policy, 23/12/2013).

    Lantas apakah tuduhan tersebut merupakan sesuatu yang tepat? Apakah libertarianisme dan isolasionisme merupakan dua hal yang berjalan beriringan?

    *****

    Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita melihat terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan isolasionisme. Isolasionisme (isolationism), berdasarkan Merriam-Webster, adalah kebijakan nasional dengan mengisolasi diri dan menolak untuk memiliki hubungan politik dan ekonomi internasional dengan negara lain (Merriam-Webster.com, 2020).

    Dengan kata lain, isolasionisme merupakan kebijakan negara yang menutup diri dari segala pengaruh luar. Seluruh kegiatan politik dan ekonomi dilakukan hanya di dalam batas negara tersebut, dan seluruh barang dan jasa diproduksi di dalam negeri. Tidak jarang juga, kebijakan isolasionisme diikuti dengan penutupan imigrasi untuk mencegah pengaruh luar masuk ke negara tersebut.

    Isolasionisme merupakan kebijakan yang diterapkan di berbagai negara di dunia sepanjang sejarah. Salah satu contoh negara dalam sejarah yang paling dikenal dalam menerapkan kebijakan isolasionisme adalah Jepang dari awal abad ke-17 sampai dengan Restorasi Meiji di tahun 1867. Jepang pada masa itu menerapkan kebijakan isolasionisme total dengan menolak membuka diri dari segala jenis pengaruh dari luar (History Channel, 2009).

    Secara konseptual, jelas kebijakan isolasionisme merupakan kebijakan yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai libertarianisme. Isolasionisme hanya bisa dilakukan apabila peran pemerintah sangat besar untuk mengurung warganya dari segala pengaruh dari luar negeri.

    Sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya, libertarianisme merupakan gagasan yang menjunjung tinggi kebebasan individu. Kebebasan individu ini tentu bukan hanya termasuk dalam ranah sosial, seperti bebas untuk memilih agama yang dianut atau mengeluarkan opini, tetapi juga di ranah ekonomi. Setiap individu memiliki hak dasar untuk melakukan transaksi ekonomi dengan pihak manapun yang dianggapnya dapat memberi manfaat dan keuntungan bagi dirinya.

    Oleh karena itu, perdagangan bebas dan kebebasan imigrasi merupakan hal yang sangat penting. Tanpa adanya kebebasan untuk bekerja dan melakukan transaksi ekonomi, maka sistem ekonomi yang bebas, yang dijunjung tinggi oleh libertarianisme, mustahil dapat dijalankan.

    Inilah salah satu kesalahpahaman besar yang kerap diungkapkan oleh berbagai pihak terhadap gagasan libertarianisme. Sikap libertarianisme yang menolak pemerintah untuk mengintervensi negara lain sangat jauh berbeda dengan mengisolasi diri dari pengaruh luar. Libertariansime justru sangat terbuka dengan dunia internasional dan menginginkan seluruh individu untuk hidup damai dan saling bekerja sama satu sama lain untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan.

    Kebijakan ini sangat ditolak oleh kaum isolasionis. Mereka yang mendukung kebijakan isolasionisme menginginkan negara mereka untuk menutup diri dari segala pengaruh luar, dan umumnya mengatasnamakan purifikasi budaya, ras, dan kedaulatan ekonomi. Hal ini tentu sangat ditentang oleh libertarianisme.

    Melalui perdagangan bebas dan kerja sama internasional, setiap negara akan saling bergantung dengan negara lain. Hal ini akan mengurangi insentif perang antar negara dalam secara masif. Setiap negara akan cenderung menghindari konflik militer dan memilih saling melakukan kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

    Sebagaimana yang pernah ditulis oleh ekonom kenamaan asal Prancis di abad ke-19, Frederic Bastiat, “When goods don’t cross borders, soldiers will” (Foundations of Economic Education, 26/10/2010).

     

    Referensi

    https://www.theatlantic.com/technology/archive/2015/04/same-surveillance-state-different-war/389988/ Diakses pada 14 September 2020, pukul 19.45 WIB.

    https://www.lewrockwell.com/2007/05/lew-rockwell/ron-paul-on-peace-and-freedom/ Diakses pada 14 September 2020, pukul 21.30 WIB.

    https://foreignpolicy.com/2011/12/23/the-world-according-to-ron-paul/ Diakses pada 14 September 2020, pukul 22.40 WIB.

    https://www.merriam-webster.com/dictionary/isolationism#other-words Diakses pada 15 September 2020, pukul 00.15 WIB.

    https://www.history.com/topics/japan/meiji-restoration Diakses pada 15 September 2020, pukul 01.25 WIB.

    https://fee.org/resources/if-goods-dont-cross-borders/ Diakses pada 15 September 2020, pukul 14.20 WIB.