Kepala artikel yang penulis cantumkan mungkin agak peyoratif dan menyudutkan tokoh sejarah yang bisa dijuluki sebagai bapak kedua komunisme dunia. Namun tanpa bermaksud menyindir siapapun, di sini penulis justru ingin mendiskusikan dengan pembaca sisi lain dari Lenin yang jarang diketahui.
Sebagian orang mungkin mengenal tokoh sejarah yang namanya cukup prestasius ini. Ya, dia adalah seorang ahli strategi, politikus yang ulung, pemimpin yang dipuji oleh jutaan orang. Namun, sebagian orang memandang dirinya sebagai seorang propagandis, ambisius, dan monster jahat.
H.G. Wells salah satunya. Wells adalah seorang sejarawan sekaligus penulis ternama dari Inggris. Njoto mengungkit tokoh ini yang begitu sinisnya terhadap program-program Lenin di Uni Soviet. Setelah bertemu secara langsung dengan Lenin, H.G Wells lantas menjuluki Lenin sebagai “pelamun di Kremlin” (Njoto, 1962).
Robert Gallately dalam buku The Age of Social Catastrophe, dengan sinis merasa heran dengan stereotipe yang digambarkan orang-orang tentang “Lenin yang baik dan bijak” dan “Stalin yang kejam dan jahat”, Gallately mengatakan “Lenin sebenarnya tak kenal ampun dan kejam (Gallately, 2007).
Dalam melihat sejarah, tak mungkin hanya memandang dari sisi hitam dan putih. Kita sudah menjauhi era kamera monokrom dan memasuki era digital di mana tampilan layar di televisi, laptop dan ponsel sudah memiliki vitur yang menyajikan ratusan warna, pun dalam memandang jejak historis seorang “pelamun dari Kremlin”.
*****
Kaum liberal dan pasar bebas pasti akan “gondok” bila mendengar nama Lenin. Bapak komunis ini adalah pelopor penghancur sistem pasar yang merebut semua hasil jerih payah seorang borjuis dan menasionalisasi semua kepemilikan pribadi di tangan negara yang dikontrol oleh satu partai, dan partai itu dikontrol oleh diktator proletarian.
Lenin mendapat inspirasi tentang dunia surga dan kejayaan dari kakaknya. Alexander yang dihukum mati oleh pemerintah Tsar karena terlibat gerakan revolusioner teroris yang memiliki tujuan untuk menumbangkan sistem kerajaan dan membunuh Tsar yang dianggap sebagai simbol ketidakadilan sistem feodalisme.
Masa kecil Vladimir Ilych Ulyanov Lenin mungkin dipenuhi oleh imajinasi-imajinasi romatis mengenai keadilan, kesamarataan, kebenaran, surga dunia, dan penghapusan kemiskinan. Dorongan pada impian tersebut membuat Lenin justru ikut dalam gerakan-gerakan demonstrasi mahasiswa yang kemudian mengenalkannya kepada Marxisme.
Setelah mengenal Marxisme, kebenciannya beralih kepada kapitalisme. Buku-buku Marxisme khususnya tulisan Georgy Plekhanov membuat kebenciannya terhadap kaum borjuis, pengusaha, sistem pasar, dan hal-hal yang berbau kapitalis semakin tersistematis. Ia membangun jaringan, membuat surat kabar, mengorganisir massa, menggencarkan propaganda, dan mendirikan partai komunis atau yang lebih populer dikenal sebagai Bolshevik.
Impian dan cita-cita Lenin terwujud ketika Rusia menghadapai kekalahan pada perang dunia pertama. Ia melancarkan sebuah revolusi merah yang dicatat dalam sejarah sebagai revolusi Oktober pada tahun 1917. Hasrat Lenin untuk menciptakan masyarakat adil makmur tanpa kapitalisme dan sistem pasar sebagaimana impiannya semakin mengebu-gebu ketika ia menjadi orang nomor satu di Rusia pasca penggulingan Tsar Nicholas II.
Lamunan Revolusioner
Pasca revolusi pecah, Lenin dihadapkan pada situasi sulit. Ia harus merealisasikan semua impian yang diangan-angankannya sejak lama. Lenin harus mengorganisir jutaan rakyat Rusia yang mengalami kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan akibat perang.
Di awal masa revolusi, Lenin tetap kekeuh mempertahankan gagasannya bahwa revolusi harus berjalan sesuai garis sosialisme ala Karl Marx, yakni merobohkan fondasi kapitalisme dan berjuang mewujudkan kesejahteraan lewat kebijakan-kebijakan yang menurutnya “sosialis”.
Pada awal keberhasilan revolusi, Plekhanov yang notabene adalah mentor Lenin menyarankan agar Lenin mengikuti “fase Marx”. Untuk mencapai masyarakat komunis, transisi menuju sosialisme harus dilakukan oleh kaum buruh melalui kerjasama dengan kaum borjuis atau kapitalis.
Lenin berkata bahwa setelah revolusi berhasil maka keadaan dunia akan lebih makmur daripada sebelumnya. “Kalau kita menang di seluruh dunia, saya kira kita akan menggunakan emas (sebagai bahan) untuk membuat toilet-toilet umum di setiap jalan dibeberapa kota besar dunia,” kata Lenin (Aziz, 2017).
Dalam impian Lenin, ketika revolusi menang dan sistem pasar hancur, maka emas dan permata sudah tak berguna lagi dibanding dengan gandum dan air, sehingga mungkin saja besok emas digunakan untuk membuat toilet. Plekhanov berpandangan bahwa Rusia masih memiliki kultur feodal yang kental. Industrialisasi belum terwujud di Rusia, dan pola pertanian yang dilakukan oleh masyarakat masih sangat tradisional. Dengan kolaborasi antara proletarian dengan borjuis, diharapkan fondasi ekonomi Rusia semakin mantap sembari membangun sosialisme.
Namun, pendapat sang mentor dibantah habis-habisan. Lenin beranggapan bahwa kaum borjuis bukan kelas yang setia dengan revolusi. Ia tetap tegar diatas impiannya bahwa revolusi sosialis harus diwujudkan dengan mengikis habis sistem nilai/pasar dan kapitalisme.
Kaum Bolshevik kemudian melakukan program nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan yang terdapat di Rusia. Mereka menyita pabrik, kantor, nank, pertokoan, bahkan juga pertanian.
Dengan kekuasaan di tangan, Pemerintah kKmunis kemudian menerapkan kebijakan setoran bagi para petani. Ia menyetujui penarikan makanan dari petani kaya (yang disebut dengan Kulak). Pada musim semi, Komisariat Penyediaan Makanan menggunakan cara-cara kekerasan untuk mendapat pasokan makanan.
Lenin mempropagandakan “Perang Suci Demi Roti” pada 24 Mei 1918. Diktator Proletarian kemudian mencanangkan kebijakan prodrazverstka yaitu penetapan kuota biji serta penarikan biji-bijian dari petani.
Hasilnya, terjadi kelaparan besar menimpa Rusia dan tingkat kemiskinan petani semakin tinggi. Alih-alih menghendaki sistem komunis, para petani justru melakukan serangan balik kepada petugas yang ingin mengambil hasil pertanian mereka (Gallately, 2007).
Melihat kenyataan ini kaum Bolshevik berusaha untuk mereformasi ekonomi secara radikal dengan menerapkan kembali sistem barter dan menghapus kebijakan moneter dan sistem uang. Namun, rencana tersebut tidak dilanjutkan karena berakhir pada kebuntuan. Kegagalan plan ekonominya membuat Lenin secara jujur mengatakan bahwa “Ini membuat kepala seseorang pusing” (Prasetyo, 2004).
Melihat Realitas
Setelah gagal melaksanakan plan ekonominya, Lenin sadar bahwa letak kesalahannya adalah karena dia mengabaikan sistem pasar. Mau tak mau, ia harus mengakui bahwa sistem pasar sangat dibutuhkan untuk membangun ekonomi Rusia yang dipimpinnya.
Fuwa Tetsuzo menulis sebuah artikel yang bagus tentang perubahan pandangan Lenin mengenai ekonomi pasar. Tetsuzo menulis, “Setelah Lenin mengambil keputusan untuk mengambil jalan ini (menerapkan ekonomi pasar), ia segera mulai mengerjakan isu ini dengan lebih detail dan mengembangkannya menjadi suatu kebijakan utama yang akan menjadi penopang penting dari nasib Revolusi Rusia dan sosialisme. Yaitu jalan menuju Sosialisme dengan Ekonomi Pasar” (Tetsuzo, 2002).
Lenin merombak semua kebijakan fundamentalnya dengan menerapkan New Policy Economy (NEP), Pasar kembali dibuka dan perdagangan kembali diizinkan. Kini, petani tidak akan ditarik setoran utuh tetapi berupa pajak di mana kelebihan dari hasil pertaniannya boleh dijual secara bebas untuk keuntungan si petani.
Sistem uang tetap dilanggengkan dan pemerintah hanya fokus mengurus soal-soal besar seperti infrastruktur (Lenin mengeluarkan program elektrifikasi), industri berat, dan transportasi. Sisanya, Lenin mengizinkan peran swasta untuk mengelolanya.
Untuk masalah koperasi, jika dahulu setiap petani dan warga diwajibkan untuk ikut serta menjadi anggota koperasi, Lenin kemudian merubah kebijakannya menjadi lebih longgar. Setiap orang boleh ikut koperasi dengan azas sukarela dan tanpa paksaan.
*****
Jika kita melihat sejarah hidup Lenin, maka dapat kita simpulkan bahwa impian dan lamunan Lenin tentang negara adil makmur tanpa kapitalisme dan orang kaya besar (borjuis) berawal ketika ia melihat keadaan Rusia yang terbelakang dan terjebak oleh kemiskinan ekstrim. Ini faktor utama yang mendorong Lenin untuk mengadakan revolusi.
Ya, setiap orang tentu akan terinspirasi untuk membuat perubahan dan gerakan sosial ketika melihat ketidakadilan dan penindasan. Sekarang saja, sudah puluhan bahkan ratusan ormas dan partai berdiri dengan dalih “untuk membawa perubahan”.
Sayangnya, perubahan tidak dapat dihasilkan dari lamunan semata, dan hanya dapat dilakukan dengan kerja dan pandangan yang realistis. Tanpa akal sehat dan pandangan realistis, impian tentang sorga dunia yang adil malah dapat menjerumuskan orang-orang ke dalam lembah neraka. Di sini, mungkin kita dapat mencontoh Lenin.
Lenin muda mungkin adalah tokoh yang mendapat inspirasi dari ideologi dan impian yang kurang realistis dalam menghadapi kenyataan, Namun, ketika ia menyadari bahwa impian revolusionernya tidak selalu berdampak baik, sehingga ia kembali kebijakan yang lebih realistik yaitu menerima sistem pasar bebas dan memberi ruang kebebasan bagi rakyatnya.
Jadi anggapan bahwa Lenin adalah seorang pelamun dari Kremlin, tidak juga sepenuhnya benar.*
*Artikel ini ditulis untuk memperingati Hari Kelahiran Kamerad Lenin di bulan April
Referensi
Buku
Njoto. 1962. Marxisme Ilmu dan Amalnja. Jakarta: Harian Rakyat.
Gellately, Robert. 2007. Lenin, Stalin dan Hitler: Era Bencana Sosial, terj. Rina Buntaran dkk. Jakarta: Kompas Gramedia.
Firdausi, Fadrik Aziz. 2017. Njoto: Biografi Pemikiran 1951-1965. Tangerang Selatan: Margin Kiri.
Prasetyo, Eko. 2004. Lenin: Revolusi Oktober 1917. Yogyakarta: Resist Books.
Makalah
Tetszuko, Fuwa. Lenin dan Ekonomi Pasar. Makalah disampakan di Akademi Ilmu Sosial China, Peking, pada 27 Agustus 2002.

Reynaldi adalah seorang aktivis muslim moderat yang tertarik untuk mengembangkan ide-ide mengenai toleransi, kemanusiaan, kebebasan, dan kerukunan antar umat beragama. Email: adisuryareynaldi@gmail.com