Kontradiksi Kesetaraan dan Kemerdekaan

    895

    Tidak sedikit masyarakat yang saat ini masih memberlakukan berbagai bentuk hirarki sosial. Hirarki berdasarkan ras misalnya, sangat penting bagi masyarakat Amerika Serikat dan Eropa, setidaknya hingga di pertengahan abad ke-20. Hirarki berdasarkan kasta juga merupakan sesuatu yang sangat kuat tertanam di dalam masyarakat India. Namun, ada satu jenis hirarki senantiasa hadir di dalam semua jenis masyarakat yang diketahui, yakni hierarki jenis kelamin.

    Struktur hirarkis antara laki-laki dan perempuan merupakan produk hasil karya manusia, sama halnya seperti sistem kasta di India dan sistem rasial di Amerika Serikat dan Eropa. Memang ada beberapa faktor biologis yang menunjang hirarki tersebut. Salah satu contohnya, hanya perempuan yang dapat melahirkan anak, karena laki-laki tidak punya rahim.

    Namun, setiap masyarakat menempatkan banyak gagasan dan norma budaya yang nyaris tidak ada hubungannya dengan biologi. Masyarakat kerap mengaitkan berbagai sifat dengan maskulinitas dan feminitas yang sebagian besarnya tidak memiliki fondasi biologi yang kukuh.

    Lalu, bagaimana kita bisa membedakan antara apa yang merupakan ketetapan biologis dengan apa yang dicoba dibenarkan dengan mitos-mitos biologis? Aturan dasar yang bagus adalah “Biologi memungkinkan. Budaya melarang.” Dalam cakupan biologi, terdapat kemungkinan yang ada sangat luas, hampir tak terbatas. Dari perspektif biologis, tidak ada yang tidak alami. Namun, adanya budaya dan norma setempat mewajibkan orang untuk mewujudkan sebagian kemungkinan, seraya melarang yang lain.

    *****

    Hampir seluruh hirarki yang muncul di berbagai masyarakat selalu mendasari pada perbedaan biologis. Mengutip salah satu kalimat yang sangat menarik dari buku Sapiens karya sejarawan ternama Yuval Noah Harari,Alam konon mengganjar prestasi dengan kekayaan seraya menghukum kemalasan” (Harari, 2017). Orang-orang boleh berpendapat kalau keadilan kelas antar si kaya dan si miskin seharusnya dihapuskan. Namun sayangnya, masyarakat yang bersifat kompleks ini membutuhkan diskriminasi yang “tidak adil” untuk terus memacu insting primal mereka dalam berkompetisi satu sama lain.

    Tentu saja, perbedaan-perbedaan dalam hal kemampuan alami juga berperan dalam pembentukan hirarki sosisal. Namun, banyak orang beranggapan tidak semua orang memiliki “privillege” untuk mengasah dan melatih bakat yang mereka punya. Banyak orang juga berpikir bahwa orang kaya itu menjadi kaya semata mereka terlahir dalam keluarga menengah ke atas, dan hal tersebut menjadi prasangka yang kuat.

    Karena pada dasarnya, tidak ada manusia yang terlahir setara dalam hal apapun, baik dari fisik maupun non fisik. Pada awalnya, semua memang tergantung dari bagaimana cara orang tua mendidik anaknya, lingkungan apa yang ditempati, dan nilai-nilai apa yang berkembang di sekitarnya. Namun, pada akhirnya semua orang bebas memilih ke mana arah selanjutnya.

    Kenyataannya, kesetaraan dan kebebasan seakan merupakan dua nilai yang saling berkontradiksi. Kesetaraan hanya bisa diwujudkan dengan membatasi kebebasan orang-orang yang keadaannya lebih baik. Bila itu dilakukan, tentunya tidak adil untuk orang-orang yang berusaha jauh lebih keras, kemudian harus berkorban demi orang yang hanya mengandalkan pemerintah untuk mengatasi masalah mereka.

    Dunia modern seakan gagal menyelaraskan kesetaraan dan kemerdekaan. Meskipun demikian, hal itu bukanlah sebuah bentuk kecacatan. Justru melalui kebebasan, kreativitas dan inovasi semakin berkembang, dan telah memberi manfaat yang sangat besar bagi jutaan penduduk dunia.

    Bisa kita lihat bagaimana logika kemajuan dan inovasi ketika masyarakat diberikan kebebasan sebebas-bebasnya dalam bekerja dan bereksperimen. Banyak produk teknologi canggih yang lahir dari rahim kapitalisme karena kapitalisme memberi kesempatan dan keleluasan para pengusaha dan pekerja untuk melakukan kesalahan dan kegagalan. Hal ini merupakan suatu yang seringkali luput untuk diperhatikan oleh mereka yang gemar menyerukan kesetaraan dan bersikap anti terhadap kebebasan (Suara Kebebasan, 2019).

     

    Referensi

    Harari, Yuval Noah. 2017. Sapiens. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

    Suara Kebebasan. 2019. Libertarianisme: Perspektif Kebebasan atas Kekuasaan dan Kesejahteraan. Jakarta: Suara Kebebasan.