Mungkin kita sudah akrab dengan sebuah ungkapan “Anda adalah apa yang Anda baca”. Namun, sepertinya di era dunia maya sekarang ungkapan yang lebih tepat adalah “kamu adalah apa yang kamu tampilkan di media sosialmu.”
Di abad ke-21 sekarang, kemajuan telekomunikasi dan derasnya arus informasi membuat sekat dan jarak antar manusia seolah-olah menjadi hilang. Kita bisa dengan enjoy berkomunikasi dengan orang yang jauh tanpa pernah bertemu dengannya. Kita juga bisa mengetahui profil seseorang dengan melihat hal-hal yang ia unggah. Bahkan, kita bisa mengikuti aktivitas seseorang melalui akun media sosialnya
Kemajuan teknologi, terutama di bidang informasi, sudah merambah ke setiap lini kehidupan manusia. Hal tersebut membuat setiap gerak dan aktivitas kita dapat terpantau. Misalnya, ketika berkendara atau melakukan aktivitas di tempat umum, wajah Anda tak lepas dari pantauan CCTV.
Saat ini, kemajuan teknologi memungkinkan kita untuk mengetahui lokasi seseorang berada dengan melacak ponsel genggamnya. Setiap orang dapat mengetahui berbagai hal tentang orang lain, seperti makanan yang disukai, aktor favorit, dan apa yang menjadi minat seseorang. Semua hal tersebut dapat diketahui melalui keterangan di media sosial.
Kemajuan teknologi juga membuat jarak antara ruang privasi dan juga ruang publik menjadi kabur. Batasan antara “apa yang hanya boleh saya ketahui” dan “apa yang boleh orang tahu” menjadi hilang. Sebab, bisa saja kisah pribadi kita terbongkar di dunia maya entah lewat media sosial atau media pesan elektronik, seperti WhatsApp dan Telegram.
Belakangan ini, muncul istilah yang cukup populer tapi bernada negatif, yaitu “stalker.” Dalam kamus Cambridge Dictionary, stalker dideskripsikan sebagai “seseorang yang secara ilegal mengikuti dan mengawasi orang lain, terutama seorang perempuan, dalam waktu tertentu” (a person who illegally follows and watches someone, especially a woman, over a period of time).
Istilah stalker ini merupakan sebutan bagi para penguntit di media sosial, entah karena dia ingin mengikuti karena cinta, iri, atau alasan lainnya. Mungkin kalau sekedar untuk sekedar mengikuti sah-sah saja. Namun, yang berbahaya adalah, jika stalker tersebut bertindak sangat berlebihan terhadap seseorang, hingga sampai melakukan pencurian terhadap data pribadinya, dan juga mengambil apa-apa yang seharusnya hanya si pemilik akun yang boleh tahu.
Karena itu, kita sering melihat di media sosial hal-hal viral dinikmati oleh banyak orang. Padahal, informasi viral tersebut kebanyakan bersifat pribadi, sehingga tidak layak dijadikan konsumsi publik. Lebih parahnya lagi, di media sosial seperti Facebook dan Twitter, banyak akun-akun palsu yang mengatas namakan orang lain. Informasi yang terdapat dalam akun palsu tersebut dicuri dari akun orang lain dengan tujuan untuk meraup keuntungan pribadi.
*****
Di era internet sekarang, identitas dan data diri kita tidak lagi terekam dalam bentuk KTP, ataupun akte kelahiran. Identitas diri kita sudah berubah ke dalam bentuk virtual. Kini, manusia bukan lagi dijuluki sebagai homo economicus (manusia ekonomi) atau zon politicon (makhluk yang berpolitik.) Di abad 21 ini, di mana hidup kita sudah tidak lagi bisa dipisahkan dengan internet, membuat kita memiliki istilah baru, yaitu “Homo Datum” alias manusia data.
Siapa keluarga dan sahabat kita, bagaimana gaya hidup kita, apa saja perilaku kita, bagaimana gambaran psikis kita, bahkan hingga riwayat kesehatan kita, kemana kita pergi, aktivitas apa saja yang disuka, dan tayangan apa saja yang sering kita tonton, semuanya terekam dalam jejak digital dan terkumpul dalam “Big Data”, yang merangkum seluruh diri virtual kita.
Apa yang kita sembunyikan dan juga kegiatan privat kita, sudah terekam dalam bentuk data. Apa yang tengah kita lakukan, di mana kita berada, dan percakapan yang menurut kita rahasia, akan terekam dalam bentuk data oleh ponsel genggam (smartphone), CCTV, komputer dan beragam media lainnya.
Ya, data diri kita telah dibentuk dalam bentuk virtual oleh sebuah alat yang beroperasi dengan bilang 1 dan 0, karena segala informasi, identitas diri setiap orang sudah terangkum dalam bentuk data digital. Maka, jika ada orang atau kelompok yang berhasil menjebol, menguasai, dan memanfaatkan data tersebut, berarti ia telah berhasil menguasai kita.
Perlindungan Bagi “Homo Datum”
Diambil dari survei yang dimuat pada Katadata.co.id, pada tahun 2017, jumlah smartphone yang digunakan adalah 371 juta (dari populasi 262 Juta, hal ini karena satu orang kadang memiliki 2-3 Kartu SIM atau Ponsel). Sedangkan, pengguna internet sekitar 132,7 juta, dan pengguna media sosial aktif sebanyak 106 juta (Katadata, 2017). Dari sini, maka bisa diketahui bahwa pengguna ponsel dan media sosial sangat tinggi di Indonesia.
Hampir rata-rata orang di Indonesia saat ini memiliki media sosial, Tentu arus data pribadi yang terekam secara virtual sangat banyak sekali dan itu mengandung informasi yang bersifat privasi atau rahasia.
Kasus mengenai penyalahgunaan data-data privat makin hari makin banyak dan beragam. Misalnya yang terjadi beberapa waktu yang lalu, karyawan salah satu bank di Indonesia mencuri data nasabah di SLIK OJK, kemudian ia menjual data tersebut kepada komplotan penjahat. Sehingga, penjahat itu bisa mengakses data nasabah dan membobol rekening (Bisnis Finansial, 2020).
Perlindungan data pribadi, khususnya data digital, belum diatur dalam undang-undang. Melihat banyaknya kasus penyalahgunaan, peretasan, dan juga publikasi terhadap data pribadi. Seharusnya, membuat pemerintah segera cepat bergerak untuk merumuskan undang-undang mengenai perlindungan data pribadi.
Di Benua Eropa, Dewan parlemen Uni Eropa pada tahun 2016 telah membuat Regulasi Perlindungan Data atau General Data Protection Regulation/GDPR, yang bertujuan untuk melindungi data pribadi dan pengelolaan identitas privat masyarakat Eropa.
Kemajuan teknologi telah memungkinkan perusahaan swasta dan otoritas publik memanfaatkan data-data pribadi, sehingga jika tidak ada regulasi yang jelas terhadap pelindungan data pribadi. Dikuatirkan, akan ada tentu pihak-pihak tertentu memanfaatkannya untuk tujuan yang tidak semestinya.
*****
Mengingat bahwa setiap orang di era modern ini tak bisa lepas dengan internet dan media sosial, data virtual kita termasuk hak privat yang harus dilindungi. Setiap hari kita mengakses internet, memposting status, membuka percakapan, mengupload foto, dan juga melakukan aktivitas lainnya di media sosial. Kadang kita mengekspresikan diri kita dalam bentuk catatan elektronik, video atau foto yang hanya ingin dinikmati oleh diri kita sendiri.
Tak bisa dibayangkan jika setiap catatan, video, foto, atau data-data rahasia kita diketahui oleh publik. Tentu sangat tidak lucu, apabila pelaku peretasan dan penyalahgunaan data kita bisa bebas menjalani hidup tanpa dijerat oleh hukum.
Kita berharap bahwa negara bukan hanya bertugas menjaga kebebasan, demokrasi, hak milik, dan juga keamanan rakyat, tetapi juga menjaga data privasi warganya agar tidak disalahgunakan oleh pihak manapun. Semoga saja, RUU Perlindungan Data Pribadi yang dirumuskan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, bisa segera dikaji dan disahkan secepatnya oleh DPR.
Referensi:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2017/08/29/pengguna-ponsel-indonesia-mencapai-142-dari-populasi Diakses pada 6 Maret 2020, pukul 02.26 WIB.
https://finansial.bisnis.com/read/20200206/90/1198078/komplotan-penjahat-bobol-rekening-data-nasabah-di-ojk-tidak-aman Diakses pada 06 Maret 2020, pukul 03.13 WIB.

Reynaldi adalah seorang aktivis muslim moderat yang tertarik untuk mengembangkan ide-ide mengenai toleransi, kemanusiaan, kebebasan, dan kerukunan antar umat beragama. Email: adisuryareynaldi@gmail.com