Kilas Balik Pandemi: Tren yang “Booming” Sebagai Bentuk Ekspresi Kreativitas

    336

    Tidak terasa, pandemi sudah berjalan hampir dua tahun lamanya di Indonesia. Sejak saat kasus pertama COVID-19 terkonfirmasi di tanah air, pemerintah mulai memberikan instruksi untuk mengurangi kegiatan di luar rumah. Bahkan. berbagai kebijakan pun diterapkan pemerintah guna menekan penyebaran COVID-19 di Indonesia. Misalnya seperti local lockdown, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), hingga Work From Home (WFH). Hasilnya, fenomena sosial yang biasa terjadi berpotensi dapat dialihkan ke daring, yaitu melalui media internet.

    Menurut data yang dikutip dari KOMINFO, per tahun 2020 lalu, pengguna internet di Indonesia 175,5 juta jiwa atau dengan prosentase 65,3% dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia. Banyaknya masyarakat Indonesia yang menjadi pengguna media sosial dan internet mengakibatkan adanya suatu pergeseran fungsi dan peran dari masyarakat internet atau netizen itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat pada era 4.0 ini menjadikan suatu pola komunikasi dan membentuk suatu era masyarakat informasi yang interaktif dan dinamis (dip.fisip.unair.ac.id, 20/12/2020).

    Fenomena serba daring ini pun menghasilkan beragam tren, inovasi, dan karya-karya yang sangat menarik untuk diikuti, baik dari kalangan muda maupun generasi sebelumnya. Tren belanja online, pembayaran digital dalam bentuk e-wallet, layanan video conferencing yang menghadirkan ruang untuk rapat virtual, jaringan publik virtual, hingga protokol suara melalui video call, hiburan online seperti video streaming, dan sebagainya menunjukkan bahwa adanya pandemi ini secara komprehensif telah membentuk budaya komunikasi baru di kalangan masyarakat.

    Penerapan konsep dari transformasi yang mendadak ini pun tentu tidak mudah. Lingkungan yang semakin menyempit dan variasi opsi yang terbatas tak jarang membuat orang merasa jenuh di kala pandemi. Aktivitas yang dikekang karena adanya pandemi inilah yang memaksa masyarakat untuk berinovasi sebebas mungkin agar tidak mudah jenuh. Dalam hal ini, ruang kebebasan berekspresi individu menjadi yang utama. Kebebasan berekspresi adalah hak setiap orang untuk mencari, menerima dan menyebarkan informasi dan gagasan dalam bentuk apapun, dengan cara apapun (amnesty.id, 24/2/2021).

    Ini termasuk ekspresi lisan, tercetak maupun melalui materi audiovisual, serta ekspresi budaya, artistik maupun politik. Dari mulai ikut webinar, kelas onlinestreaming serial dan dokumenter favorit, sampai baca berita dari media mancanegara. Kebebasan berekspresi juga memungkinkan kita mencari informasi seluas-luasnya, mengembangkan diri, hingga mendapat gambaran utuh tentang apa yang sedang terjadi di dunia dari sebanyak-banyaknya sumber.

    Dengan adanya jaminan akan kebebasan berekspresi, khususnya di media sosial, masyarakat bisa dengan leluasa memproduksi dan mendistribusi konten yang variatif. Tidak hanya tren-tren yang sudah saya sebutkan di atas, ada beberapa tren yang unik pun juga menjadi salah satu bentuk inovasi dan ekspresi masyarakat. Bahkan, selama pandemi ini, beberapa tren yang booming muncul pertama kali hanya saat awal pandemi. Seperti tren dalgona coffee, pernikahan via drive thru, dan lain sebagainya.

    Selain itu, beberapa laporan juga melansir bagaimana pandemi mengubah skema aktivitas masyarakat, contohnya di bidang kuliner. Dilansir dari laporan tren makanan dan minuman GrabFood Indonesia tahun 2021, rata-rata anggaran makanan yang dikeluarkan masyarakat Indonesia di tahun 2020 melalui pembelian di aplikasi Grab berada di kisaran 25 ribu hingga 39 ribu rupiah per sekali makan per harinya. Yaitu, kisaran 25-27 ribu rupiah dihabiskan untuk sarapan, 34-36 ribu rupiah dihabiskan untuk makan siang, dan yang paling mahal adalah makan malam di kisaran pengeluaran 38-39 ribu rupiah per pesanan (pressrelease.kontan.co.id).

    Selain tren sebagai buah pemikiran dari inovasi masyarakat, ada juga beragam aplikasi yang menjadi medium ekspresi komunikasi masyarakat saat ini. Saya ambil contohnya, Tiktok. Aplikasi Tiktok merupakan aplikasi media sosial yang sekarang sudah banyak menyebar luas di Indonesia khususnya di kalangan remaja.

    Susilowati dalam penelitiannya menjelaskan bahwa aplikasi Tiktok adalah aplikasi yang memberikan special effects unik dan menarik yang dapat digunakan oleh pengguna dengan mudah sehingga dapat membuat video pendek dengan hasil yang keren serta dapat dipamerkan kepada teman-teman atau pengguna lainnya. Dengan adanya aplikasi Tiktok ini, individu bisa mengekspresikan gaya yang sesuai dengan keinginannya untuk menjadi pengguna yang terlihat unik dimata orang lain. Banyak cara yang dilakukan penggunanya dengan menggunakan aplikasi Tiktok ini sehingga berlomba-lomba untuk menjadi artis yang terkenal demi kepopuleran semata (Aji, 2018).

    Contoh-contoh di atas merupakan kasus di mana kebebasan berinovasi masyarakat dalam media sosial di Indonesia masih diakui eksistensinya oleh individu dan pemerintah. Lantas, bagaimana jadinya kalau kebebasan berinovasi dan berekspresi ini tidak ada?

    Mungkin, saat awal Maret 2020 lalu, saya tidak akan pernah merasakan asyiknya meracik kopi dalgona bersama adik saya atau tidak bisa mengikuti materi UTBK karena keterbatasan akses informasi terhadap layanan streaming edukasi online. Mungkin, tidak ada inovasi produk seperti aneka bentuk masker headloop maupun kain yang beragam, tidak ada kecanggihan sensor di lift yang bisa mendeteksi tangan, atau mungkin tidak ada perkembangan produk pendidikan yang signifikan.

    Seiring dengan perkembangan modern, individu dengan kebutuhannya untuk membangun konformitas semakin memerlukan regulasi yang menjamin Hak Asasi Manusia dalam implementasinya. Hal ini disebabkan oleh naluri individu yang didorong untuk selalu bisa adaptif dengan perubahan.

    Dalam kehidupan sehari-hari, kebebasan berekspresi merupakan salah satu syarat penting yang memungkinkan berlangsungnya demokrasi dan partisipasi publik dalam pembuatan keputusan-keputusan. Artinya, kebebasan berekspresi merupakan prasyarat bagi perwujudan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang pada akhirnya sangat esensial bagi pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia.

     

    Referensi

    Jurnal

    Aji, W. N. 2018. Aplikasi Tik Tok Sebagai Media Pembelajaran Bahasa Dan Sastra. Indonesia. Pertemuan Ilmiah Bahasa Dan Sastra Indonesia (PIBSI) 2018. Diakses melalui https://proceeding.unikal.ac.id/index.php/pibsi40/article/view/114 pada 4 November 2021, pukul 11.00 WIB.

     

    Internet

    http://dip.fisip.unair.ac.id/id_ID/kebebasan-berekspresi-dan-berpendapat-serta-regulasi-yang-mengaturnya-dalam-masyarakat-informasi-di-indonesia/ Diakses pada 3 November 2021, pukul 02.00 WIB.

    https://www.amnesty.id/kebebasan-berekspresi/ Diakses pada 3 November 2021, pukul 21.00 WIB.

    https://pressrelease.kontan.co.id/release/tren-kuliner-indonesia-bergeser-selama-pandemi-apa-saja-perubahannya Diakses pada 3 November 2021, pukul 21.00 WIB.