Bila ada yang bertanya, “Manakah yang lebih esensial bagi manusia? Air atau berlian?”
Hampir semua dari Anda kemungkinan besar akan menjawab, tentu air jauh lebih penting bagi manusia. Tidak hanya manusia, air bisa dikatakan merupakan salah satu entitas yang paling penting bagi kehidupan. Baik manusia, hewan, maupun tanaman, semuanya membutuhkan air untuk dapat bertahan hidup. Tanpa adanya air, tentu kehidupan di muka bumi juga mustahil dapat muncul (envirotech-online.com, 22/5/2017).
Adanya jumlah air yang besar di suatu wilayah juga merupakan hal yang sangat penting untuk membangun peradaban. Hampir semua peradaban kuno di masa lalu misalnya, selalu dibangun di dekat sumber air. Peradaban Mesir Kuno misalnya, yang merupakan salah satu peradaban pertama di dunia, dibangun di sepanjang aliran Sungai Nil, yang merupakan sungai terpanjang di dunia (History.com, 21/2/2020).
Sebaliknya, berlian bukanlah hal yang sepenting air bagi kehidupan manusia. Memang, berlian merupakan benda yang memiliki banyak manfaat, selain menjadi perhiasan, berlian juga memilki berbagai manfaat lain, seperti untuk alat memotong dan pengeboran di sektor industri, karena strukturnya yang sangat kuat. Namun, bila dibandingkan dengan air, seseorang bisa bertahan hidup puluhan tahun tanpa adanya berlian. Namun, seseorang tidak akan bisa bertahan sampai satu bulan tanpa adanya air.
Tetapi, bila air merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, jauh di atas berlian, mengapa harga berlian bisa jutaan kali lipat jauh lebih mahal daripada air? Mengapa kita menghargai berlian, yang fungsinya tidak terlalu esensial bagi kita bila dibandingkan dengan air, dengan harga yang sangat tinggi?
*****
Fenomena perbedaan harga antara air dan berlian ini merupakan pembahasan yang sudah lama dibahas. Fenomena ini sendiri dikenal dengan istilah paradox of value atau paradoks nilai. Salah satu tokoh yang membahas mengenai topik tersebut adalah ekonom kelahiran Austria, Eugen von Böhm-Bawerk. Böhm-Bawerk sendiri merupakan salah satu dari penggagas awal Mazhab Ekonomi Austria, bersama dengan rekan-rekannya, Carl Menger dan Friedrich von Wieser. Böhm-Bawerk menulis mengenai apa yang ia sebut sebagai marginal utility (utilitas marjinal), dalam bukunya yang berjudul The Positive Theory of Capital (terbit tahun 1891).
Berbeda dengan ekonom klasik dan Marxis, Böhm-Bawerk memaparkan bahwa nilai suatu barang bukanlah ditentukan dari berapa banyak tenaga kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang tersebut, yang dikenal dengan nama Labor Theory of Value. Ekonom kelahiran Austria tersebut menulis bahwa nilai suatu barang ditentukan secara subjektif oleh individu berdasarkan kegunaan atau manfaat (utilitas) yang didapatkan dari mengkonsumsi barang tersebut (Böhm-Bawerk, 1891).
Sementara itu, utilitas marjinal (marginal utility) suatu barang didapatkan dari kepuasan seseorang menggunakan barang tersebut yang menurutnya paling penting. Bila seseorang memilki suatu barang, maka tentu ia akan menggunakan barang tersebut untuk konsumsi yang menurutnya menjadi prioritas utama. Bila ia memiliki barang yang serupa, ia akan menggunakannya untuk prioritas keduanya, dan demikian seterusnya (Hamada, 2014).
Böhm-Bawerk memberi contoh mengenai seorang petani yang memiliki 5 karung gandum. Karung pertama akan ia gunakan untuk membuat roti untuk kebutuhan hidup. Karung kedua, ia akan menggunakannya untuk membuat lebih banyak roti, agar ia bisa bekerja dengan lebih keras. Karung ketiga akan iagunakan untuk memberi makan hewan ternak yang dimilikinya. Karung keempat untuk membuat whisky, dan yang kelima untuk memberi makan burung (Böhm-Bawerk, 1891).
Melalui ilustrasi tersebut, Böhm-Bawerk memaparkan bahwa dengan semakin banyaknya karung gandum yang dimiliki oleh petani tersebut, nilai subjektif dari gandum tersebut bagi sang petani menjadi semakin berkurang. Utilitas dari karung kelima misalnya, bagi petani tersebut setara dengan memberi makan burung. Hal ini dikarenakan kebutuhan prioritasnya, dalam hal ini gandum untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, sudah dapat terpenuhi.
Maka dari itu, melalui teori utilitas marjinal, paradoks nilai di mana harga berlian jauh lebih mahal daripada air bukan berarti nilai keseluruhan air jauh lebih rendah dibandingkan dengan nilai keseluruhan berlian. Secara total, air jelas jauh lebih penting dibandingkan dengan berlian, karena semua manusia membutuhkan air untuk bertahan hidup.
Namun, nilai air per unit lah yang memiliki nilai yang jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan per unit berlian. Sebotol air misalnya, memiliki nilai yang jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan sebongkah berlian. Hal ini dikarenakan jumlah air di seluruh dunia sangatlah besar, yang membuat utilitas marjinal dari air tersebut semakin berkurang. Sama seperti ilustrasi petani dan gandum yang digambarkan oleh Böhm-Bawerk. Dengan semakin banyaknya jumlah air yang tersedia, maka marjinal utilitas dari air tersebut akan semakin berkurang. Karena, berarti setiap orang akan dapat dengan lebih mudah mudah menggunakan air untuk kebutuhan prioritas utamanya (untuk minum, mencuci, dan lain-lain), dan pada saat yang sama akan semakin banyak air yang dapat digunakan untuk konsumsi yang dianggap tidak menjadi prioritas.
Sebaliknya, berlian jumlahnya sangat sedikit. Dengan jumlah berlian yang sangat sedikit tersebut, maka utilitas marjinal dari benda tersebut semakin meningkat, karena seseorang pasti akan menggunakan berlian untuk sesuatu yang dianggapnya merupakan prioritas.
Tetapi situasi ini bukan berarti tidak berubah. Pada situasi tertentu, ada kalanya air per unit jauh lebih berharga daripada berlian. Bagi seseorang yang terdampar di tengah gurun misalnya, sebotol air akan jauh lebih bernilai dibandingkan dengan sebongkah berlian, karena jumlah air yang sangat sedikit dan sangat ia butuhkan untuk bertahan hidup. Namun, bila ia menemukan oase dan pemukiman di tengah gurun, bisa jadi lantas utilitas marjinal dari air tersebut menjadi menurun, berlian kembali menjadi barang yang memiliki utilitas marjinal yang tinggi.
Teori mengenai nilai subjektif dan utilitas marjinal ini merupakan hal yang sangat penting untuk dipahami dan dipelajari. Teori tersebut menunjukkan bahwa setiap individu memiliki preferensi dan prioritas yang berbeda-beda dalam menilai kegunaan dari suatu barang, dan hal tersebut tidak bisa disetarakan.
Inilah mengapa sistem ekonomi pasar yang bertumpu pada transaksi sukarela antar individu merupakan hal yang sangat penting. Pasar yang bebas akan memberikan pilihan yang lebih besar bagi individu untuk memilih barang yang sesuai dengan preferensi subjektifnya. Selain itu, dengan pilihan yang beragam, hal tersebut juga akan membuat hidup seseorang menjadi lebih berwarna, karena ia tidak terjebak pada satu barang saja dan tidak memiliki pilihan yang lain, meskipun utilitas yang ia dapatkan dari barang tersebut semakin menurun.
Sebagai penutup, teori nilai subjektif dan utilitas marjinal yang dikembangkan oleh para pemikir dan ekonom Mazhab Austria seperti Böhm-Bawerk, merupakan kontribusi yang sangat besa dan penting. Melalui gagasan mereka, kita bisa mengetahui dan mempelajari bagaimana suatu barang bisa memiliki nilai tertentu, dan mengapa nilai suatu barang di mata satu individu bisa berbeda dengan individu lainnya. Semoga, gagasan yang dibawa oleh para pemikir dan ekonomi Mazhab Austria dapat terus kita pelajari dan dikembangkan, dan tidak hilang seiring berjalannya waktu.
Referensi
Buku:
Böhm-Bawerk, Eugen von. 1930 [1891]. The Positive Theory of Capital. New York: G. E. Stechert & Co.
Jurnal:
Hamada, Fumimasa. 2014. “Priority Order and Consumer Behavior”. KEO Discussion Paper, No. 132. Diakses dari https://www.sanken.keio.ac.jp/publication/KEO-dp/132/KEO-DP132.pdf pada 8 September 2021, pukul 23.50 WIB.
Internet:
https://www.envirotech-online.com/news/water-wastewater/9/breaking-news/what-would-happen-in-a-world-without-water/42745 Diakses pada 8 September 2021, pukul 21.05 WIB.
https://www.history.com/topics/ancient-history/ancient-egypt Diakses pada 8 September 2021, pukul 22.15 WIB.

Haikal Kurniawan merupakan editor pelaksana Suara Kebebasan dari Januari 2020 – Januari 2022. Ia merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Haikal menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dengan judul skripsi “Warisan Politik Ronald Reagan Untuk Partai Republik Amerika Serikat (2001-2016).”
Selain menjadi editor pelaksana dan kontributor tetap Suara Kebebasan, Haikal juga aktif dalam beberapa organisasi libertarian lainnya. Diantaranya adalah menjadi anggota organisasi mahasiswa libertarian, Students for Liberty sejak tahun 2015, dan telah mewakili Students for Liberty ke konferensi Asia Liberty Forum (ALF) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun bulan Februari tahun 2016, dan Australian Libertarian Society Friedman Conference di Sydney, Australia pada bulan Mei 2019. Haikal saat ini menduduki posisi sebagai salah satu anggota Executive Board Students for Liberty untuk wilayah Asia-Pasifik (yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, dan New Zealand).
Haikal juga merupakan salah satu pendiri dan koordinator dari komunitas libertarian, Indo-Libertarian sejak tahun 2015. Selain itu, Haikal juga merupakan alumni program summer seminars yang diselenggarakan oleh institusi libertarian Amerika Serikat, Institute for Humane Studies, dimana Haikal menjadi peserta dari salah satu program seminar tersebut di Bryn Mawr College, Pennsylvania, Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2017.
Mewakili Suara Kebebasan, Haikal juga merupakan alumni dari pelatihan Atlas’s Think Tank Essentials yang diselenggarakan oleh Atlas Network pada bulan Februari 2019 di Colombo, Sri Lanka. Selain itu, ia juga merupakan alumni dari workshop International Academy for Leadership (IAF) yang diselenggarakan oleh lembaga Friedrich Naumann Foundation di kota Gummersbach, Jerman, pada bulan Oktober 2018.
Haikal dapat dihubungi melalui email: haikalkurniawan@studentsforliberty.org.
Untuk halaman profil Haikal di Students for Liberty dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk halaman profil Haikal di Consumer Choice Center dapat dilihat melalui tautan ini.