Kebebasan Memilih Dalam Politik & Ekonomi

    694
    Foto: ichef.bbci.co.uk

    “Bernie or Bust!”

    Bagi Anda yang memiliki perhatian terhadap politik Amerika Serikat, khususnya dalam periode 4 tahun terakhir, slogan di atas bukanlah sesuatu yang asing. “Bernie of Bust” merupakan slogan digunakan oleh pendukung Senator Bernie Sanders dalam pemilihan presiden negeri Paman Sam tiga tahun lalu.

    Slogan tersebut digunakan untuk menunjukkan sikap bahwa bila Bernie Sanders tidak menjadi calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Demokrat, maka para pendukungnya tidak akan mendukung siapapun. Sebagaimana kita ketahui, mantan ibu negara Hillary Clinton akhirnya yang menjadi kandidat karena ia mendapatkan dukungan dari para petinggi Partai Demokrat.

    Slogan “Bernie or Bust” merupakan salah satu bentuk nyata dari kekecewaan banyak rakyat Amerika Serikat dengan sistem dua partai di negera mereka. Politik Amerika Serikat sejak akhir abad ke 19 memang didominasi oleh dua partai besar, Partai Republik dan Partai Demokrat.

    Bagi para politisi di negeri Paman Sam, sangat sulit apabila mereka ingin memiliki karier yang sukses apabila tidak bergabung di salah satu partai tersebut, apalagi mereka yang ingin menduduki jabatan politik tertinggi. Bernie Sanders misalnya, meskipun sukses menjadi Senator yang independen dengan tidak bergabung ke partai manapun, harus menghadapi kegagalan ketika ia ingin mencalonkan diri sebagai presiden.

    Politik yang didominasi kuat oleh dua partai ini tentu juga memiliki dampak yang sangat besar terhadap masyarakat Amerika. Salah satunya adalah terbatasnya pilihan. Selain itu, hal ini juga mempermudah praktik korupsi oleh para petinggi-petinggi partai politik, karena pemilih tidak memiliki opsi untuk memilih partai lainnya.

    Maka tak heran, tak sedikit masyarakat Amerika yang memiliki sikap apatis politik dan merasa termarjinalisasi oleh sistem tersebut karena kepentingan mereka tidak bisa terwakili. Dalam berita yang dilansir oleh CNN pada 5 Maret 2019 misalnya, menurut survei yang dilakukan oleh NBC dan Wall Street Journal menemukan bahwa 38% masyarakat Amerika Serikat menganggap bahwa sistem politik yang didominasi dua partai telah membawa kerusakan yang besar bagi politik di negara tersebut.

    Tidak hanya itu saja, berdasarkan survei yang sama, hanya ada 1 dari 10 warga Amerika yang menganggap sistem dua partai selama ini bekerja dengan baik. Belum lagi, 62% masyarakat Amerika yang menganggap negara mereka membutuhkan adanya partai ketiga yang kuat untuk mengimbangi kedua partai yang telah mendominasi politik negeri Paman Sam selama lebih dari 150 tahun.

    Mengurangi pilihan politik yang dapat dimiliki oleh masyarakat sebagai salah satu cara untuk mempertahankan kekuasaan merupakan sebuah cara yang tak asing lagi, dan tidak hanya diterapkan oleh elit-elit politik di negeri Paman Sam. Indonesia pada masa Orde Baru misalnya, hanya memiliki tiga partai politik tentunya agar pilihan-pilihan masyarakat dapat dikontrol dengan lebih mudah dan status quo kekuasaan dapat dipertahankan.

    Membatasi pilihan politik warga negara dan memperkecil kesempatan seseorang untuk mengaspirasikan kepentingannya melalui representasi politik tentu sangat bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi. Di dalam negara demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan politik, sudah seharusnya kepentingan seluruh lapisan masyarakat dapat terwakili melalui pemilihan yang bebas dan terbuka.

    Itulah mengapa, di hampir setiap negara yang melalui masa reformasi politik dari sistem autoritarian ke sistem yang lebih demokratis, selalu diawali dengan ledakan jumlah partai politik baru yang berdiri mengikuti kompetisi dalam pemilihan umum. Indonesia pada pemilu tahun 1999, diikuti oleh 48 partai politik.

    Kebebasan untuk memilih perwakilan kita di lembaga politik merupakan salah satu pilar demokrasi yang harus dijunjung tinggi. Adanya berbagai partai politik yang menawarkan platform kebijakan yang beragam akan membuka ruang yang lebih besar bagi setiap anggota masyarakat untuk menyuarakan serta menyalurkan aspirasi politik yang mereka miliki, karena setiap individu memiliki cara pandang yang tak sama dalam melihat dunia.

    Namun, yang sering kita lupakan adalah, kebebasan memilih dalam ranah politik bukan satu-satunya bentuk dari kebebasan memilih yang sangat penting untuk kita jaga dan lestarikan. Ada dimensi lain dari kebebasan memilih yang tak kalah pentingnya, yakni kebebasan memilih dalam ranah ekonomi.

    Kebebasan memilih makanan, pakaian, atau alat transportasi yang kita disukai, program pendidikan yang kita diinginkan, atau produk investasi yang sesuai dengan kebutuhan kita, merupakan sedikit contoh dari berbagai bentuk kebebasan memilih dalam bidang ekonomi. Adanya kebebasan memilih dalam ranah ekonomi merupakan sesuatu yang sangat penting, karena setiap individu merupakan sesuatu yang unik. Setiap diri kita memiliki selera, kebutuhan, kepetingan, serta gaya hidup yang berbeda-beda, dan sistem ekonomi pasar yang terbuka memberi kesempatan bagi individu untuk mengambil pilihan ekonomi sesuai dengan yang ia inginkan.

    Tidak itu saja, tersedianya berbagai ragam pilihan produk yang dapat dipilih oleh individu merupakan hal yang dapat mengontrol setiap pelaku usaha untuk membuat produk dengan sebaik mungkin engan harga yang terjangkau. Apabila ada seorang pelaku usaha yang gagal dalam menjalankan hal tersebut, niscaya pembeli akan beralih ke produsen lain yang dapat menyediakan produk yang lebih baik.

    Sistem politik yang tertutup yang hanya didominasi oleh satu atau dua partai politik tentu tidak memberi insentif bagi elit politik dan para politisi untuk membenai diri dan mendengarkan aspirasi dari konsituennya, karena masyarakat tidak memiliki pilihan lain. Sebagaimana dengan hal tersebut, adanya sistem ekonomi yang dimana hanya ada satu atau dua pelaku usaha yang beroperasi di sektor tertentu niscaya akan menghilangkan dorongan untuk selalui berkreasi dan berinovasi, karena pembeli mau tidak mau hanya bisa membeli dari pelaku usaha tersebut. Terlebih lagi, bila usaha tersebut bergerak di bidang yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat, seperti transportasi, penyediaan listrik, bahan-bahan pangan, dan telekomunikasi.

    Oleh karena itulah, kebijakan intervensi pemerintah seperti nasionalisasi sektor ekonomi tertentu, atau memberlakukan regulasi ketat yang mempersulit pelaku usaha untuk memulai bisnis baru merupakan sesuatu yang sangat berbahaya. Pengambilalihan sektor ekonomi tertentu dari kepemilikan swasta menjadi kepemilikan negara niscaya akan diikuti oleh penyeragaman yang akan mematikan kompetisi dan menghilangkan keragaman produk yang dapat dinikmati oleh masyarakat.

    Hampir semua orang yang percaya bahwa demokrasi merupakan hal yang harus dijunjung tinggi mengetahui akan bahaya kebijakan yang dapat mengurangi jumlah partai politik di sebuah negara atau mempersulit partai-partai baru untuk terlibat di dalam pertarungan politik. Adanya kebijakan demikian, akan semakin memperkecil ruang untuk menampung dan menyalurkan aspirasi politik masyarakat. Akan semakin sedikit warga negara yang kepentingannya dapat direpresentasikan di dalam lembaga politik.

    Sayangnya, tidak banyak mereka yang menggunakan sudut pandang tersebut dalam melihat kebebasan memilih di bidang ekonomi. Adanya kebijakan ekonomi intervensionis yang mempersulit usaha hingga pengambilalihan sektor swasta oleh negara niscaya akan semakin memperkecil ruang bagi masyarakat untuk menyalurkan keinginan mereka untuk memilih produk tertentu yang sesuai dengan pilihannya. Akan semakin sedikit anggota masyarakat yang selera dan pilihannya dapat disediakan oleh pasar.

    Semakin kecil ruang kompetisi dan kebebasan memilih bagi pembeli tentu akan semakin meningkatkan kesempatan untuk melakukan praktik kronisme yang sangat merugikan masyarakat. Oleh karena itu, bila Anda bertemu dengan seorang demokrat yang percaya pada demokrasi, namun mendukung kebijakan ekonomi yang membatasi kebebasan memilih individu, cukup katakan kepada orang tersebut, bagaimana bila pembatasan tersebut diberlakukan di dalam bidang politik untuk membatasi aspirasi yang dimiliki oleh masyarakat.