Kebebasan Media dan Konten Berkualitas

    406

    Televisi merupakan salah satu teknologi audio visual yang dapat menyajikan informasi dan hiburan secara cepat dan terjangkau yang umum dimiliki oleh masyarakat. Begitu beraneka ragam produk yang disajikan televisi. Salah satu produk unggulan yang disajikan televisi adalah reality show. Kemunculan program reality show di berbagai stasiun televisi menjadi fenomena unik bagi masyarakat. Mari kita lihat tayangan televisi di Indonesia akhir-akhir ini. Setiap televisi berlomba-lomba menyajikan paket acara reality show, walau terkadang kesan mengekor atau ikut-ikutan terlihat jelas.

    Larisnya reality show membuat semakin banyak pengelola stasiun televisi berlomba-lomba membuatnya. Tak heran bila hingga saat ini puluhan jenis reality show telah diproduksi dengan bentuk dan kemasan yang berbeda namun kontennya cenderung serupa.

    Banyaknya jumlah pesaing membuat para pemilik media harus pandai dalam mempertahankan pangsa pasarnya untuk dapat survive. Tidak sedikit juga stasiun televisi yang mengabaikan privasi dengan cara mengupas kehidupan pribadi selebriti. Hal ini seolah memperlihatkan bahwa program-program acara televisi kini mulai didominasi unsuk hiburan, yang tidak jarang memasuki ranah pribadi public figure dan menjadikan hal-hal tabu tersebut berubah menjadi santapan publik.

    Tren ini dimulai ketika pada 20 Mei 2012, RCTI meluncurkan tayangan berjudul “Jodohku”. RCTI menayangkan prosesi Ngunduh Mantu Anang Hermansyah dan Ashanty dengan konsep pesta rakyat selama tiga jam penuh. Acara serupa kembali menjadi sorotan media pada pernikahan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina pada 16-17 Oktober 2014. Acara yang ditayangkan oleh Trans TV sejak pukul 08.00 WIB hingga 22.00 WIB ini menampilkan prosesi pernikahan khas budaya Jawa yang dimulai dari persiapan, seperti acara pengajian untuk mendoakan kedua mempelai, acara siraman, sungkeman, akad nikah, hingga puncaknya adalah resepsi pernikahan itu sendiri (wartaekonomi.co.id, 17/3/2021).

    Baru-baru ini, hal yang serupa kembali terjadi di salah satu saluran televisi Indonesia. Rangkaian prosesi pernikahan selebritas, Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah akan disiarkan langsung di stasiun televisi nasional RCTI pada 13 Maret 2021 dan dilanjut dengan siraman pada 19 Maret. Menurut jadwal siaran yang beredar, penayangan prosesi pernikahan tersebut bukan sekali dua kali tapi sampai empat kali. Bisa jadi pernikahan Atta-Aurel akan melampaui durasi siaran pernikahan selebritas, Raffi Ahmad dan Nagita Slavina yang dikenal menjadi salah satu yang paling mewah di Indonesia (voi.id, 12/3/2021).

    Bagian paling meresahkan bukan terletak pada acara dua pasangan itu. Tapi sampai kapan ruang publik kita yang bernama televisi melakukan hal-hal semacam ini? Barangkali menyiarkan acara prosesi pernikahan di saluran televisi yang menggunakan frekuensi publik tak jadi persoalan. Asal durasinya normal. Tapi, bila disiarkan selama berjam-jam bahkan berhari-hari?

    Meskipun sempat ditanggapi oleh pihak yang bersangkutan dengan argumen bahwa semuanya diserahkan kepada publik untuk menonton atau tidak soal lamaran hingga pernikahan mereka yang disiarkan di salah satu saluran televisi, namun permasalahannya adalah ini merupakan frekuensi publik ini pilihan yang terbatas, tidak  fleksibel seperti online streaming.

    Menurut KPI, program tersebut memuat banyak hal-hal yang tidak signifikan untuk diketahui publik, terutama mengenai privasi public figure itu sendiri (nasional.tempo.co, 15/3/2021). Privasi merupakan sebuah konsep ambigu yang tidak mudah untuk didefinisikan. Pada dasarnya, satu definisi umum mengenai privasi seperti dalam artikel Warren dan Brandeis (Gordon, 1999), yakni “Hak seorang individu untuk memiliki kebebasan atas kehidupan pribadinya” (individual right to be let alone), atau kontrol terhadap publisitas yang tidak diinginkan mengenai urusan pribadi seseorang.

    Pada dasarnya, media membatasi pengungkapan privasi seseorang berdasarkan tiga hal. Pertama, pengungkapan privasi yang melibatkan orang-orang yang secara otomatis akan kehilangan privasinya seperti artis, selebriti maupun politisi. Kedua, pengungkapan privasi yang melibatkan orang-orang yang secara tidak sengaja menjadi public person seperti korban kecelakaan atau pelaku kriminal. Ketiga, pengungkapan privasi di mana media tetap menghormati urusan pribadi orang-orang yang seharusnya tetap berada di dalam ruang privat atau dengan kata lain, tidak dibenarkan untuk menginvasi privasi orang awam.

    Tontonan seperti sinetron, infotainment, komedi-komedi bahkan iklan iklan irasional tanpa mengindahkan pembatasan jam tayangan, serta pemberitaan kriminal dan politik telah mengondisikan khalayak dalam ketegangan kultural, krisis kepercayaan diri dan menjadi subyek yang naif dalam merespons banjirnya program televisi tersebut

    Saat ini, masalah pribadi menjadi salah satu jenis tontonan yang menarik dalam layar kaca, dan menonton program tersebut menjadi alternatif hiburan baru bagi sebagian masyarakat kita. Program ini telah menjadi tayangan yang sangat dinantikan kehadirannya di layar kaca. Reality show yang mengulas masalah pribadi sangat digemari pemirsa. Ruang privat pun makin marak dijadikan sebagai komoditas dagang di layar televisi. Mempertontonkan kehidupan pribadi bahkan yang paling pribadi seseorang yang seharusnya menjadi ranah yang tak perlu disentuh pihak lain karena melanggar hak asasi manusia.

    Namun, di sisi lain, kebebasan pers dan media juga merupakan hal penting yang tidak boleh dikesampingkan begitu saja. Secara konseptual kebebasan pers dan media akan memunculkan pemerintahan dan masyarakat yang cerdas, bijaksana, dan bersih. Melalui adanya pers dan media yang independen, masyarakat akan dapat mengetahui berbagai peristiwa, termasuk kinerja pemerintah, sehingga muncul mekanisme check and balance, kontrol terhadap kekuasaan, maupun masyarakat sendiri.

    Karena itu, media dapat dijuluki sebagai pilar keempat demokrasi, melengkapi eksekutif, legeslatif, dan yudikatif. Kebebasan pers dan media pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas demokrasi. Melalui hal tersebut, media massa dimungkinkan untuk menyampaikan beragam informasi, sehingga memperkuat dan mendukung warga negara untuk berperan di dalam demokrasi atau disebut dengan civic empowerment. Oleh karena itu, melarang program yang dianggap tidak berkualitas adalah hal yang keliru.

    Sebagian masyarakat, bagi saya sebenarnya sudah lebih teliti dan jeli kembali ketika memilih tayangan televisi. Tidak hanya asal menghibur, tetapi tayangan juga sebaiknya dapat memberikan nilai positif dan informatif. Hal ini juga dikarenakan pilihan pasar industri media yang semakin variatif, mulai dari media konvensional hingga online streaming, seperti Netflix, Disney+, dan YouTube.

    Sebagai penutup, pemirsa televisi kini bukan lagi merupakan penonton pasif yang begitu saja menerima apa yang ditawarkan oleh media. Mereka memiliki berbagai pandangan dan asumsi masing-masing, serta sangat aktif dalam menanggapi pesan-pesan yang disampaikan media melalui tayangan-tayangannya. Masing-masing individu ini menghasilkan berbagai pemahaman yang beragam terhadap tayangan pernikahan Atta Halilintar dan Aurel Hermansyah ini.

     

    Referensi

    Buku

    Gordon, A. David. 1999. Controversies in Media Ethics. New York: Longman Publishers.

     

    Internet

    https://nasional.tempo.co/amp/1442452/panggil-stasiun-tv-soal-pernikahan-artis-kpi-rating-jangan-korbankan-publik Diakses pada 28 Maret 2021, pukul 20.00 WIB.

    https://voi.id/bernas/38632/komodifikasi-pernikahan-seleb-di-ruang-siaran-publik-mau-sampai-kapan Diakses pada 27 Maret 2021, pukul 21.00 WIB.

    https://www.wartaekonomi.co.id/read332582/selain-atta-aurel-ini-pernikahan-artis-yang-live-di-stasiun-tv-milik-taipan-hary-tanoe Diakses pada 27 Maret 2021, pukul 21.00 WIB.