Sepanjang ribuan tahun, manusia hidup dari generasi ke generasi tanpa melihat adanya perkembangan signifikan dalam standar hidupnya. Di masa ini semua orang lahir ke posisinya; orang yang dilahirkan ke keluarga petani akan menjadi petani dan yang dilahirkan ke keluarga bangsawan menjadi bangsawan. Semua ini berubah di abad ke-18, di mana ide kebebasan individu dalam bentuk kapitalisme dan libertarianisme mulai dipopulerkan oleh tokoh-tokoh seperti Adam Smith dan John Locke. Artikel ini akan membahas ideologi ini dengan referensi ke buku “Kebebasan dan Kemiskinan”, dengan tujuan memberikan argumen singkat tentang efisiennya sektor privat dalam mensejahterakan suatu negara. Tulisan akan mengaitkan juga topik dengan keadaan ekonomi di Indonesia modern.
Pertama, ideologi kebebasan yang dibahas di artikel ini difokuskan ke kebebasan secara ekonomi, termasuk hak milik properti dan intelektual, pasar bebas, serta kebebasan untuk membuka usaha. Dengan kata lain, artikel ini akan berfokus pada kapitalisme. Topik ini merupakan hal yang penting dibahas, karena kapitalisme memiliki reputasi yang buruk di mata banyak pihak jika diamati sekilas, yang bisa dilihat dengan mulai populernya gerakan sosialisme di Amerika Serikat. Hal ini ironis, karena secara historikal kapitalisme telah mengangkat standar hidup banyak manusia dari kemiskinan di seluruh mata kompas.
Kapitalisme dasarnya membebaskan manusia untuk mengikuti keinginan individualnya untuk berinovasi guna mensejahterakan dirinya sendiri, dalam batasan hukum, dan hasilnya adalah produk efisien yang meningkatkan juga standar hidup komunitasnya. Contohnya, seseorang menemukan mesin baru yang mempermudah pekerjaan para petani. Mesin ini akan dijual untuk mendatangkan untung bagi penemu, dan sektor pertanian juga akan mendapat manfaat dalam bentuk naiknya produktivitas. Seterusnya, kompetitor akan berusaha masuk ke pasar ini, dengan produk mesin yang lebih efisien lagi. Karena sistem pasar bebas inilah, kapitalisme bisa juga dianggap sebagai ekspresi demokrasi pasar, di mana suara konsumen diterjemahkan lewat supply and demand.
Keberhasilan kapitalisme dapat dilihat sekilas dari pertumbuhan pesat beberapa negara di abad ke-20 dan ke-21. Singapura, yang bertumbuh pesat walaupun ukurannya yang kecil, karena kebijakan pemerintah yang menyambut bisnis internasional dan pasar bebas. Vietnam, yang di 1986 melonggarkan ideologi komunismenya untuk bisnis privat, dan sejak ini memiliki kenaikan PDB di atas 5% secara rata-rata. India, yang mengalami perkembangan signifikan sejak dihapuskannya License Raj di 1991. Bahkan negara komunis besar terakhir seperti Tiongkok membuka ekonominya di 1970-1990an (Morrison, 2020), yang berujung pada terciptanya negara tersebut sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia pada tahun 2021 (Silver, 2020).
Secara fungsional, masyarakat yang bebas hampir selalu menghasilkan produk yang lebih efisien dibandingkan produk pemerintah. Hal ini karena adanya insentif persaingan di pasar bebas, keinginan untuk mendapatkan untung lebih dibanding kompetitor, yang mendorong perbaikan produk dan operasional. Di buku Kemiskinan dan Kebebasan, salah satu studi kasus yang difokuskan merupakan betapa buruknya perusahaan listrik yang dikelola pemerintah Lebanon. Di buku ini, Matt Warner menggambarkan situasi di mana rakyat bisa terjebak dalam lift karena putus listrik (Warner, 2021).
Contoh lain dalam buku ini adalah krisis air bersih di beberapa wilayah Peru, di mana perusahaan infrastruktur air yang dikelola negara gagal untuk menyediakan suplai berkualitas cukup. Di kedua kasus ini, pihak non-pemerintah harus ikut berperan, dan kedua krisis ini dapat membuat negara yang masih berkembang tertinggal semakin jauh. Pada tahap yang paling ekstrim, pemerintah otoriter bisa menghalangi rakyatnya untuk membuka bisnis dengan birokrasi yang menyulitkan. Di Burundi, Warner menjabarkan bagaimana pemerintahan yang represif secara efektif telah membungkam pasar bebas, dan hal ini telah menghambat perkembangan negara tersebut secara material (Warner, 2021).
Jika kita melihat ke Indonesia sendiri, ada beberapa contoh yang menyerupai studi dalam buku tersebut, walaupun tidak seburuk kasus-kasus di atas. Salah satu poin yang bisa diperhatikan di Indonesia adalah BUMN, khususnya yang memiliki monopoli total di sektor penting seperti PLN. Kinerja perusahaan ini bisa dibilang kurang efektif, seperti bisa dilihat dari pemadaman yang kadang terjadi di ibu kota, dan dengan frekuensi yang lebih sering di luar Jawa. Jika dikaji dari segi finansial, PLN juga membutuhkan subsidi pemerintah sebesar Rp49 miliar rata-rata tiap tahunnya guna mencegah kerugian (Pln.co.id, 2021).
Alasan dari inefisiensi ini sebenarnya bisa dijawab dengan tidak adanya persaingan pasar, sehingga tidak ada pula insentif untuk efisiensi infrastruktur. Perusahaan tahu bahwa konsumen tidak punya alternatif lain, karena listrik merupakan sebuah kebutuhan yang absolut untuk keperluan sehari-hari ataupun kerja. BUMN yang diberikan kekuatan monopoli seperti ini tidak hanya menyediakan pelayanan yang buruk, tapi bisa diargumentasikan juga menghambat berdirinya emiten privat yang akan menyerap tenaga kerja dan menghasilkan pelayanan yang inovatif.
Dalam argumen ini, buruknya kinerja beberapa BUMN dapat juga berdampak pada persepsi rakyat dan pihak asing ke imej pemerintah. Kasus korupsi dan nepotisme juga merupakan rumor yang menghantui perusahaan-perusahaan ini. Pada akhirnya, tumpukan kasus ini akan menjatuhkan nama baik pemerintah sendiri, dan hal ini akan berdampak signifikan pada ekonomi secara keseluruhan.
Fondasi mendasar dari sebuah ekonomi yang sehat adalah kepercayaan pada negara, dan jika pemerintah memiliki reputasi buruk, bukan tidak mungkin hal ini akan membuat calon wirausahawan dan investor takut untuk membuat komitmen di Indonesia. Jika BUMN akan dikelola, alangkah baiknya sistem proteksionis dilonggarkan, sehingga BUMN bisa bersaing dengan inovasi privat seperti layaknya BUMN di Singapura. Privatisasi sektor penting seperti listrik juga masuk akal jika melihat bentuk wilayah Indonesia yang terpecah ke ribuan pulau, karena realistisnya sulit bagi satu BUMN untuk menyediakan infrastruktur layanan optimal bagi seluruh wilayah seluas ini tanpa adanya saingan di pasar bebas.
Akhir kata, kita bisa melihat secara empiris betapa pentingnya kebebasan individu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dorongan setiap individu untuk mencari hasil terbaik bagi dirinya sendiri akan mendorong inovasi yang tidak bisa disaingi pemerintah pusat sendirian. Relaksasi kebijakan yang memaksimalkan kebebasan setiap orang untuk mengejar ambisinya adalah jalan paling pragmatis untuk suatu negara menjadi makmur.
Di Indonesia, privatisasi BUMN, atau setidaknya dilepasnya monopoli beberapa sektor akan membuka lapangan pekerjaan baru yang kemungkinan besar akan juga memberikan pelayanan yang lebih efisien. Efek dari hal ini adalah net-positive bagi seluruh pelaku ekonomi. Tidak dapat dipungkiri bahwa banyak negara berusaha mengambil alih sektor ekonomi karena anggapan bahwa pemerintah dapat menyediakan kondisi yang setara bagi seluruh rakyatnya. Namun, seperti kata-kata ekonom Milton Friedman, komunitas yang mengorbankan kebebasan demi kesetaraan tidak akan mendapat keduanya. Tetapi komunitas yang memprioritaskan kebebasan dari kesetaraan, cenderung akan mendapat keduanya dengan jumlah yang setimbang.
Referensi
Buku
Warner, Matt. 2021. Kemiskinan dan Kebebasan: Studi Kasus Pembangunan Ekonomi Global. Jakarta: Suara Kebebasan.
Laporan
Morrison, Wayne M. 2019. China’s Economic Rise: History, Trends, Challenges, and Implications for the United States. https://www.everycrsreport.com/reports/RL33534.html Diakses pada 26 Juli 2021, pukul 23.00 WIB.
Internet
https://www.investopedia.com/insights/worlds-top-economies/ Diakses pada 25 Juli 2021, pukul 10.00 WIB.
https://web.pln.co.id/statics/uploads/2021/08/Laporan-Tahunan-PT-PLN-(Persero)-Tahun-2020-Hires.pdf Diakses pada 26 Juli 2021, pukul 22.26 WIB.

Andre Andika adalah seorang lulusan Victoria University of Wellington, New Zealand. Sekarang bekerja di bidang finance, dengan hobi di ruang ekonomi, politik, sejarah, dan fiksi horror.