Islam Memembasakan Umat Manusia

113

Judul Buku                  : Islam dan Teologi Pembebasan

Penulis                         : Asghar Ali Engineer

Penerjemah                  : Agung Prihantoro

Penerbit                       : Pustaka Pelajar Yogyakarta

Tahun Terbit                : 2021 (Cetakan ke-6)

Tebal Halaman            : 332 halaman

 

Masyarakat di era ini masih banyak yang belum mengenal Islam secara baik dan benar, sehingga masih banyak kalangan yang menganggap Islam hanya sebatas spiritual saja. Selain itu, banyak pula kalangan yang tidak memahami Islam secara implisit atau hanya memahami Islam secara tekstual saja, bukan kontekstual. Padahal, Islam bisa diterima banyak kalangan sepanjang abad melalui pembaharuan pemahaman terhadap teks suci, bukan pembaharuan teksnya. Pemahaman yang testual dan ketidakterbukaan menyebabkan pengekangan terhadap umatnya, dan menunjukkan kesan tidak baik di hadapan umat lain.

Di satu sisi, Islam merupakan sebuah lembaga agama yang mengatur tata cara beribadah dan aturan spiritual lainnya. Di sisi lain, Islam juga diyakini sebagai tatanan sosial yang mengatur hubungan antar manusia. Oleh karena itu, dalam agama Islam ada dua konsep hubungan kausalitas, habluminallah sebagai hubungan spiritual dengan Yang Maha Pencipta, dan habluminannas sebagai hubungan sosial dengan sesama manusia. Dalam menciptakan hubungan yang baik antara sesama manusia perlu diperhatikan bahwa Islam sangat memandang kesejahteraan manusia, tidak membedakan atas dasar latar belakang apapun. Islam juga menentang penindasan dan eksploitasi.

Nabi Muhammad hadir di tengah-tengah manusia yang hidup dengan penuh kebodohan dan penuh dengan kemiskinan. Kebodohan lahir dari pengkerdilan dan ketidakbebasan berpikir. Melalui kalimat tauhid berarti Islam memberikan kebebasan kepada umat manusia untuk tidak terkekang oleh manusia lainnya karena penghambaan kepada sesama manusia adalah kemusyrikan. Islam hadir untuk kaum wanita yang pada saat itu selalu direndahkan oleh kaum laki-laki, baik melalui marginalisasi ataupun melalui subordinasi. Perempuan sangat dimuliakan oleh Islam.

Bidang politik juga tidak kalah pentingya dari kebebasan yang diberikan Islam. Islam membebaskan umatnya memilih pemimpin dan memutuskan segala urusannya melalui prinsip musyawarah. Namun, Republik Islam berakhir dengan dialihkannya sistem pengangkatan khalifah menjadi turun-temurun oleh Muawiyah bin Abi Sofyan dan berdirilah Dinasti Umayah yang sangat jauh dari ajaran Islam tentang musyawarah. Sayangnya, sistem kedinastian itu berlangsung cukup lama sampai abad ke-2- dengan berakhirnya Kesultanan Turki Utsmani.

Selama Nabi masih hidup dan beberapa dekade sesudahnya, Islam menjadi kekuatan yang revolusioner. Para sejarawan membuktikan bahwa Nabi menggulirkan tantangan yang membahayakan saudagar-saudagar kaya di Makkah yang berasal dari suku berkuasa, yakni suku Quraisy. Mereka melanggar norma kesukuan dan tidak menghargai fakir miskin.

Masyarakat yang sebagian anggotanya mengeksploitasi sebagian anggota lainnya yang lemah dan tertindas tidak bisa disebut sebagai masyarakat Islam, meskipun mereka menjalankan ritualitas Islam. Nabi bahkan menyamakan kemiskinan dengan kufur dan berdoa kepada Allah SWT agar dilindungi dari keduanya. Penghapusan kemiskinan merupakan syarat bagi terciptanya masyarakat Islam. Sebuah negara dapat berjalan dan bertahan hidup walau di dalamnya ada kekufuran, namun tidak bisa bertahan jika didalamnya terdapat zulm (penindasan). Masyarakat akan bertahan jika terdapat masyarakat yang kafir tetapi baik hati dan tidak berbuat zulm, namun masyarakat tidak akan bertahan jika hidup dengan masyarakat muslim yang berbuat zulm.

Hemat saya, bahwasanya teologi pembebasan di era saat ini sangat penting untuk dikaji. Melalui pengkajian itulah diharapkan ada kesadaran berpikir bahwa agama Islam tidak seram dan agama yang memang rahmatan lil alamin. Teologi pembebasan ini adalah wajah baru Islam yang disesuaikan dengan zaman yang sedang berlangsung. Dengan demikian, melalui teologi pembebasan, Islam yang dianggap kaku dan tidak memiliki sifat keterbukaan dapat digugurkan.

Buku ini memuat doktrin yang membawa pembaca mampu berpikir kritis dan terbuka terhadap perkembangan zaman. Pembaca yang memiliki pemikiran yang tidak kaku, kontekstual dan implisit sangat cocok membaca buku ini. Selain menambah wawasan, juga menambah argumentasi dalam membantah tesis (sebagai antitesis) golongan puritan yang berpikir sempit, tertutup dan sangat tekstual. Selain itu, buku ini juga cocok dibaca oleh kalangan yang menyuarakan keadilan dan kesetaraan, baik di bidang ekonomi, sosial, dan gender. Penulis buku ini juga tidak mencantumkan ayat Al-Qur’an, namun hanya menuliskan terjemahannya saja. Ini merupakan sebuah kelebihan yang patut diapresiasi karena buku ini dapat dibaca oleh siapapun, termasuk  orang yang sedang berhalangan. Buku seperti ini juga dapat disimpan di mana saja.

Mengenai sisi kekurangannya, secara materil mungkin tidak ada. Namun, secara formil dapat dilihat dari beberapa kata yang tidak sesuai tata bahasa (jumlahnya sangat sedikit), hal itu tidak jarang didapati pada buku-buku terjemahan. Dalam buku ini, terdapat beberapa halaman yang bercetak biru yang mungkin tidak atau belum diketahui fungsinya oleh pembaca. Tidak dicantumkannya ayat Al-Quran terkadang menuai kontroversi, karena ada yang berpandangan jika terjemahan Al-Qur’an harus disertai ayatnya. Beberapa kata tidak dapat dipahami karena tidak adanya kejelasan dalam catatan kaki dan tidak mencantumkan glosarium sebagai penerjemah kata yang sulit.

Sebagai penutup, mari kita bersama-sama berpikir kritis dan transformatif untuk membuka cara pandang yang kontekstual dan tidak kaku menghadapi perubahan zaman. Islam hadir untuk membebaskan manusia dari penindasan, ketidakadilan, dan ketimpangan, serta membebaskan manusia dari pengkerdilan berpikir dan penghambaan terhadap sesama manusia. Melalui cara tersebut diharapkan akan melahirkan sebuah masyarakat Islam yang sejahtera.

Wallahualam bis shawab.