(Lanjutan dari bagian I)
Membantah Para Pesimis Peradaban
Salah satu pandangan yang sering diungkapkan adalah, semakin lama bumi semakin tidak ada tempat untuk menampung manusia. Hal ini adalah kesalahan yang sering umum yang kemudian berakibat pada kesimpulan bahwa dunia sudah overpopulasi.
Kesalahan ini akibat ketidakmampuan membedakan antara overpopulasi dan overcrowding. Kesalahan ini juga muncul akibat dari bias availability heuristic, dimana hanya karena kita berada di tempat yang padat penduduk lantas kemudian kita menyimpulkan bahwa dunia sudah overpopulasi. Bagaimana mungkin, pengamatan subjektif semacam itu bisa dipakai untuk menyimpulkan keadaan dunia?
Overcrowding terjadi bukan karena populasi manusia yang bertambah. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor, diantaranya adalah manusia yang enggan berpindah, tidak bersedia bertransmigrasi ke daerah lain yang kosong, dan memilih untuk menetap di satu tempat saja. Ini adalah persoalan teknis yang tidak ada hubunganya sama sekali dengan yang namanya overpopulasi
Pandangan lainnya yang sering kita dengar adalah, semakin lama, stok pangan akan habis dan tidak bisa lagi memberi makan manusia. Untuk melihat apakah pandangan ini merupakan sesuatu yang tepat atau tidak, mari kita lihat data-data pangan global terlebih dahulu.
Menurut World Education Service, pertanian dunia telah mencapai kemajuan dengan menambah 17% kilokalori (kkal) untuk setiap individu per hari. Steven Pinker, dalam bukunya “Enlightenment Now”, mengungkapkan berdasarkan data dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa, 1,3 miliar orang di China memiliki akses ke rata-rata 3.100 kalori per orang per hari. Sementara di India, yang merupakan rumah bagi 1 miliar penduduk, rata-rata warganya memiliki akses terhadap 2.400 kalor per harinya.
Bahkan, di benua Afrika sendiri, rata-rata penduduknya mengkonsumsi 2.600 kalori per hari. Data-data ini menunjukan bahwa, dunia modern terbukti mampu memberi makan kepada banyak umat manusia. Jika kita bandingkan, jelas populasi dunia sekarang jauh lebih banyak di bandingkan dengan dunia era Malthus.
Pandangan lainnya adalah, air kita semakin tercemar. Bahwa semakin lama air bersih semakin habis. Tentu saja hal ini juga keliru. Bagaimana tidak, manusia dengan teknologi modern yang semakin maju dan berkembang terbukti berhasil merubah air laut, air limbah, urin, dan bahkan tinja menjadi air bersih siap pakai.
Tentu, sebagaian orang akan merasa jijik mendengar hal ini. Namun, perasaan adalah perkara yang sangat subjektif. Tentu, secara rasional, jika air memang sudah terbukti bersih dan siap pakai, dan telah di daur ulang dengan teknologi tinggi yang aman, secara objektif tidak ada lagi alasan atas ketakutan untuk mengkonsumsinya. Para insinyur di luar angkasa misalnya, menggunakan teknologi semacam ini untuk merubah urin dan keringat menjadi air bersih siap pakai.
Pandangan lainnya adalah, alam semakin lama semakin rusak. Hal ini bisa dilihat dari sampah plastik di mana-mana, lingkungan semakin tercemar, dan pemanasan global. Ini juga argumen umum yang sering di lontarkan oleh para pesimis peradaban. Menjawab argumen ini, saya akan menengahkan beberapa perspektif saya terlebih dulu.
Tentu, sebagai manusia, kita harus menjaga bumi yang adalah satu-satunya tempat kita tinggal. Namun, dalam rangka menjaga bumi itu, bukan dengan melalui ide-ide utopis ataupun aneh yang berujung pada bush industry, mengurangi kemakmuran umat manusia, ataupun kembali ke masa lampau yang asri.
Justru, solusi dari berbagai persoalan tersebut adalah melalui berbagai program seperti reboisasi dan pengurukan ulang lahan bekas tambang proyek. Jurnalis asal Britania Raya, Matt Ridley, dalam artikelnya yang berjudul “Rejoice, The Earth is Becoming Greener” memaparkan bagaimana dunia semakin hijau bahkan lebih cepat di bandingkan dengan perubahan iklim. Ridley mendasarkan agumennya pada studi yang di paparkan pada tahun 2016 dengan 32 penulis dari 24 institusi berbeda yang berasal dari 8 negara.
Bukti-bukti tersebut diambil dari berbagai hasil pemaparan satelit dan juga pertumbuhan flora. Hasil studi tersebut juga menunjukan bagaimana, selama 30 tahun, terdapat peningkatan 14% vegetasi hijau. Studi ini juga menghubungkan 70% dari peningkatan ini dengan karbondioksida di atmosfer.
Data dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa Bangsa dan Pusat Pemantauan Konversi Dunia, yang di susun oleh World Resources Institute, juga menunjukan hal yang positif terkait kenaikan Kkwasan lindung yang di hitung sejak 1990-2014, dengan pertumbuhan 8,2 persen. Seorang ahli ekologi bernama Stuart Pimm mengatakan bahwa, kepunahan secara keseluruhan telah berkurang sebanyak 75%.
Kemajuan Manusia
Carl Sagan, dalam bukunya “The Demon Haunted World”, menunjukan bagaimana satu aspek saja dalam dunia modern yang berhasil meningkatkan kualitas hidup manusia, yaitu bidang medis. Sagan memulai dengan menyinggung perkembangan dunia medis pra-modern, yakni bagaimana dunia medis berkembang sejak era Hippokrates sampai era pertengahan.
Namun anehnya, meski perkembangan dunia medis sudah terjadi sejak era sebelum Masehi, tidak ada kenaikan nyata apapun tentang angka harapan hidup. Kita ambil contoh Ratu Anne misalnya, salah seorang ratu terakhir dari Dinasti Stuart di Britania Raya. Selama 17 tahun terakhir di abad ke-17, ia hamil delapan belas kali. Namun, di antara semua kehamilan itu, hanya 5 anak yang terlahir hidup. Diantara kelima anak itu, hanya satu yang berhasil melalui masa kecil, dan dia meninggal saat remaja, sebelum Ratu Anne naik tahta pada 1702. Padahal jelas, Ratu Anne memiliki semua perawatan medis terbaik dunia kala itu.
Dalam sejarah manusia, wabah penyakit berkali-kali hampir memusnahkan umat manusia. Sudah banyak nyawa yang terenggut akibat wabah penyakit. Anak-anak, perempuan, laki-laki, prajurit, bahkan kalangan bangsawan dan raja sekalipun sudah banyak yang tumbang akibat wabah penyakit.
Saat ini, dunia medis modern menunjukan keberhasilan dalam memitigasi sedikit demi sedikit wabah yang pernah menghantui dunia. Berkat ditemukannya mikroba dan virus, para ilmuwan dan pakar kesehatan bisa melakukan sosialisasi terkait pentingnya mencuci tangan dan sterilisasi alat-alat medis sebelum digunakan. Selain itu, berkat perbaikan gizi dan sarana sanitasi, berbagai penyakit bisa kita kalahkan.
Belum lagi, berbagai temuan seperti antibiotik, obat-obatan modern, vaksin, terungkapnya struktur DNA sehingga kita bisa membaca peta genetik. Semuanya adalah berkat perkembangan dunia medis dan ilmu pengetahuan yang telah berperan besar dalam menghapuskan berbagai mematikan dalam sejarah dan meningkatkan angka harapan hidup manusia modern.
Penyakit-penyakit semacam kolera, cacar, bahkan flu, sudah bukan lagi menjadi epidemik menakutkan. Tentu saja, masih banyak penyakit yang belum disembuhkan. Namun, coba kita lihat data-data yang menunjukan kematian akibat penyakit-penyakit baru hari ini dengan penyakit-penyakit wabah di masa lalu. Meski wabah juga terjadi di era modern, namun dampaknya tidak sebanding dengan wabah yang terjadi di masa lalu.
Pada zaman pemburu-pengumpul, angka harapan hidup manusia hanya berkisar antara 20-30 tahun. Bahkan, hal ini juga berlangsung sampai era Eropa Barat pada era Kekaisaran Romawi akhir sampai zaman pertengahan. Angka harapan hidup secara signifikan meningkat sampai usia 40 tahun pada tahun 1870 dan terus meningkat dalam abad-abad berikutnya.
Pada tahun 1915, angka harapan hidup rata-rata manusia meningkat menjadi 50 tahun, 60 tahun pada 1930, 70 tahun pada 1955, dan kini, (akhir abad 20 dan awal abad 21 sampai sekarang) adalah 80 tahun. Semua ini menunjukan kesahihan tesis Simon dan para pemikir pencerahan lainnya, bahwa sumber daya terbesar yang dimiliki manusia adalah kecerdasan. Jika kita bersedia untuk menerapkan kecerdasan kita pada dunia tempat kita tinggal, niscaya kualitas hidup kita akan semakin meningkat.
*****
Tentu saja, saat ini kita masih banyak masalah yang harus kita hadapi. Namun, sekali lagi, kita hidup di dunia yang memang sejak awal penuh dengan masalah. Kelaparan, penyakit, dan bencana alam memang tidak sepenuhnya hilang. Namun, berbagai hal tersebut di era modern semakin termitigasi, dan jauh lebih kecil di bandingkan dengan masa lampau. Dan memang, adalah tugas kita untuk mengusahakan hal yang lebih baik dengan mengurangi dampak kerusakan dari semua hal itu sedikit demi sedikit.
Tulisan saya ini bukan bermaksud untuk mengatakan bahwa semua selalu baik-baik saja, dan kita tidak perlu melakukan apapun. Namun, tulisan ini merupakan hasil renungan bahwa dunia tidak seburuk yang selama ini kita anggap. Bahwa kita bisa menyelesaikan berbagai masalah yang kita hadapi sedikit demi sedikit.
Referensi:
Humanprogress.org. Ridley. Rejoice, The Earth is Becoming Render.
Sagan, C. 2019. The Demon-Haunted World: Sains Penerang Kegelapan. Jakarta. KPG.
Pinker, S. 2019. Enlightenment Now: Pencerahan Sekarang Juga: Membela Nalar, Sains, dan Humanisme. Manado. CV. Global Indo Kreatif.

Sekedar manusia biasa. Tidak suka kopi dan rokok. Pro dengan gagasan-gagasan pencerahan. Hidup lebih baik dari pada yang kita duga.