Globalisasi, Perdagangan, dan Perubahan Budaya

    497

    Selain tokoh ilmu sosial terkemuka seperti Karl Marx dan Max Weber, setiap siswa-siswa SMA kelas IPS pasti tidak asing dengan kata-kata seperti globalisasi, Westernisasi, chauvinisme, dan sebagainya, yang kerap lalu-lalang di buku-buku PKN dan Sosiologi. Yang menarik dari istilah-istilah tersebut adalah, entah bagaimana, istilah tersebut menjadi stereotip, karena dianggap mengandung stigma negatif.

    Globalisasi sebagai sebuah konsep yang mendominasi di era saat ini telah menyentuh berbagai aspek kehidupan manusia dalam berbagai bidang, tak terkecuali aspek budaya dan identitas. Salah satu dampak nyata globalisasi terhadap budaya yaitu munculnya budaya global yang menjadi tren di negara-negara seluruh dunia seperti Westernisasi.

    Di dalam buku-buku pelajaran, istilah Westernisasi seringkali (bahkan hampir semuanya) dianggap membawa dampak negatif bagi budaya lokal hingga ideologi suatu negara, seperti Pancasila misalnya. Akibat Westernisasi, sebagian besar masyarakat dianggap mulai mementingkan gengsi dan kepraktisan seperti yang dilakukan oleh masyarakat Barat. Dan, tentunya dari segi pergaulan juga banyak disinggung. Hal ini dianggap sebagian kalangan sebagai bentuk degradasi moral.

    Apapun produknya, kalau disertai dengan iming-iming budaya Barat, sebagian masyarakat akan takut menerimanya. Padahal, aspek kebudayaan bersifat kompleks dan majemuk. Kebudayaan sendiri merupakan konsep fundamental dalam disiplin ilmu antropologi.

    Antropolog E.B Taylor mendefinisikan kebudayaan sebagai hal yang melingkupi semua pengalaman manusia. Taylor mengatakan bahwa, kebudayaan meliputi pengetahuan, seni, moral, hukum, serta kapasitas dan perilaku lainnya yang diterima atau dipelajari oleh manusia dan anggota masyarakat (Taylor, 1887).

    Dari definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa budaya merupakan produk yang diciptakan oleh manusia, di mana budaya tersebut juga membentuk manusia dalam kehidupan sehari-hari. Manusia memperoleh budayanya baik secara sadar melalui pembelajaran langsung mau- pun secara tidak sadar melalui interaksi.

    Budaya bersifat dinamis dan dapat tumbuh dan berkembang mengikuti perubahan zaman, karena budaya dikonstruksi dan direkonstruksi oleh manusia. Kita bisa melihat bahwa, era kapanpun itu, selalu ada alasan untuk reaksi penolakan pada kultur yang sedang tumbuh. Apa karena nilai moral yang menurun? Tidak. Apa karena pengaruh globalisasi dan Westernisasi yang tidak diseleksi? Tidak.

    Orang tua, pada masa apapun, pada belahan dunia manapun, pada dasarnya melihat transisi budaya pada anak-anaknya, dan itu adalah hal yang lumrah. Sebagian orang tua yang konservatif mengalami cultural shock melihat distingsi kehidupan masa mudanya dan dengan perbandingan masa muda anaknya.

    Memang, tidak dipungkiri lagi, perkembangan globalisasi yang menyentuh setiap lini kehidupan manusia juga berdampak terhadap perubahan budaya. Seperti yang diketahui, globalisasi menjadi isu yang mendapat perhatian besar sejak akhir abad ke-20 hingga awal abad ke-21. Dalam proses globalisasi, batasan geografis suatu negara menjadi kabur sehingga proses globalisasi dapat mengancam eksistensi budaya suatu bangsa karena budaya lain dapat dengan mudah masuk dalam suatu kehidupan bangsa.

    Kemudian, pengaruh globalisasi semakin tampak dalam penyebaran budaya dengan adanya perkembangan teknologi informasi. Sehingga, penyebaran budaya tidak lagi harus melalui migrasi, namun dapat dilakukan melalui media sosial dan media massa.

    Adanya akses internet telah memudahkan penyerapan kebudayaan karena hampir semua orang terhubung dengan jaringan internet. Media menjadi senjata utama dalam penyebaran budaya di era globalisasi, mengingat media berperan sebagai agen penyebaran budaya yang masif dengan menjadi jembatan antara agen dan konsumen.

    Dengan globalisasi, memang terkesan seperti semua orang tua dari belahan dunia mengiyakan degradasi moral. Karena apa yang kita pakai, dengar, nonton, dan sebagainya cenderung sama. Fashion di Jakarta kurang lebih mirip dengan yang ada di New York. Apa yang kita dengar kurang lebih hasil produksi musisi Holywood yang namanya tercantum di tangga lagu Billboard.

     

    Perdagangan Bebas dalam Globalisasi

    Anggapan negatif tentang globalisasi dan Westernisasi tidak berdampak pada kebudayaan saja. Pandangan mengenai pasar bebas dan kebebasan untuk memperkaya diri masing-masing juga turut mendapat kecaman karena dianggap menyaingi produk lokal. Di Indonesia misalnya, impor beras dianggap makin menyulitkan kondisi ekonomi para petani lokal.

    Padahal, penerapan perdagangan internasional dinilai sangat menguntungkan bagi tiap-tiap negara yang saling bekerjasama hal tersebut dikarenakan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara dan juga dapat meningkat kualitas produk bagi suatu negara yang melakukan perdagangan bebas.

    Indonesia juga merupakan salah satu negara yang menerapkan perdagangan internasional. Namun, hal ini juga tidak berlaku untuk semua hal. Pemerintah Indonesia sebagian besar mengabaikan pentingnya impor dengan mengatasnamakan ketahanan pangan, dengan miskonsepsi bahwa kerawanan pangan berasal dari ketergantungan pada impor makanan. Sejumlah undang-undang Indonesia menetapkan bahwa impor hanya diperbolehkan jika suplai domestik tidak cukup, salah satunya adalah UU No. 18 Tahun 2012, Pasal 36 (www.bulog.co.id).

    Kuota impor ditetapkan pada beberapa komoditas pangan secara spesifik. Biasanya, melibatkan tujuh komoditas pangan, yaitu beras, jagung, kedelai, daging sapi, cabe, gula, dan bawang. Semuanya adalah diet yang krusial untuk masyarakat Indonesia. Dalam sistem kuota ini, perusahaan lokal Indonesia atau beberapa perusahaan lokal ditunjuk sebagai importir untuk komoditas pangan ini (www.bulog.co.id).

    Perusahaan-perusahaan lokal Indonesia yang ditunjuk sebagai importir komoditas pangan tertentu (mereka yang punya lisensi impor) mendapatkan peran yang menguntungkan dalam sistem kuota ini. Selain bisa memonopoli harga, perusahaan-perusahaan tersebut bisa menunggu beberapa saat sebelum kelangkaan terjadi supaya harga pangan naik.

    Bagi saya, globalisasi tidak hanya sekedar pengaruh barat dari aspek gaya hidup, kegiatan praktis, dan lainnya. Globalisasi mencakup keseluruhan aspek kehidupan masyarakat dan memberi dampak yang berbeda-beda, tentunya ada yang negatif dan positif. Dari penjabaran di atas, saya ingin menekankan bahwa tidak hanya dampak negatif dari globalisasi saja yang perlu didoktrin terus-terusan. Globalisasi juga membuahkan dampak positif.

    Globalisasi tidak selalu berkaitan dengan uang atau kekayaan. Tujuan orang untuk berdagang adalah profit. Tetapi, penggerak yang lebih besar adalah persaingan. Kompetisi, keterbukaan pasar, akan membuahkan produksi yang lebih baik. Konsumen bisa membandingkan harga, variabel barangnya pun juga semakin beragam. Sama halnya dengan budaya yang bersifat dinamis, kebebasan demokrasi dan berekspresi juga akan semakin mudah disalurkan dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat.

     

    Referensi

    https://pendidikan.co.id/pengertian-kebudayaan/ Diakses pada 13 Januari 2021, pukul 21.00 WIB.

    http://www.bulog.co.id/ketahananpangan.php Diakses pada 13 Januari 2021, pukul 10.00 WIB.