Detail Film
Judul Film: Mr. Jones
Sutradara: Agnieszka Holland
Tahun Rilis: 2019
Durasi: 141 menit
Studio Film: Samuel Goldwyn Films / Signature Entertainment
Tahun 1932 – 1933 merupakan salah satu periode paling buruk dalam sejarah Ukraina. Pada periode tersebut, setidaknya hampir 4 juta warga Ukraina meninggal karena kelaparan. Tidak hanya kehilangan nyawa di tempat tinggal mereka, jenazah-jenazah penduduk Ukraina juga banyak bergelimpangan di berbagai jalan kota-kota besar.
Namun, bencana tersebut bukanlah karena kehendak alam, seperti kekeringan atau wabah yang membuat panen bahan-bahan pangan gagal. Produksi bahan-bahan Ukraina pada periode tersebut tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya.
Bencana besar tersebut adalah hasil kreasi dari Pemerintahan Uni Soviet di Moskow, dibawah kepemimpinan Joseph Stalin, di mana Ukraina pada masa itu masih menjadi bagian dari imperium negara komunis pertama di dunia tersebut. Stalin memerintahkan aparat Uni Soviet untuk mengambil paksa bahan-bahan pangan dari seluruh Ukraina tanpa menyisakan sedikit pun bagi penduduk yang hidup di wilayah tersebut.
Seluruh bahan pangan tersebut nantinya akan dikirim ke Moskow untuk diekspor ke luar negeri. Penduduk Ukraina yang ditemukan menyembunyikan bahan pangan akan langsung ditembak di tempat. Begitu pula mereka yang hendak mencuri dari gudang-gudang pangan milik pemerintah. Seluruh perbatasan Ukraina juga ditutup paksa oleh pemerintah Uni Soviet, sehingga rakyat yang hidup di dalamnya tidak bisa keluar untuk menyelamatkan diri.
Bencana kelaparan besar ini sekarang dikenal dengan nama Holodomor, yang dalam bahasa Ukraina memiliki artik “to kill by starvation” (membunuh melalui kelaparan). Dunia internasional seakan bungkam pada masa itu. Banyak dari mereka yang tidak mengetahui tindakan keji dari Stalin tersebut, setidaknya sampai jurnalis asal Wales, Gareth Jones, yang membongkar bencana tersebut untuk pertama kalinya.
Gareth Jones dikenal sebagai jurnalis pertama yang mempublikasikan laporan mengenai bencana kelaparan tersebut ke dunia internasional. Laporan tersebut ia dapatkan ketika ia mengunjungi Uni Soviet pada tahun 1933.
Kisah Gareth Jones pada tahun 2019 lalu diabadikan melalui film yang berjudul Mr. Jones. Film yang disutradarai oleh sutradara asal Polandia, Agnieszka Holland, menceritakan mengenai kisah Jones ketika ia mengunjugi Uni Soviet pada tahun 1933 dan membongkar bencana kelaparan besar yang terjadi di Ukraina.
Gareth Jones sendiri, yang diperankan oleh aktor asal Britania Raya, James Norton, sebelumnya bekerja sebagai salah satu penasihat kebijakan luar negeri untuk Perdana Menteri Britania Raya, David Lloyd George. Sebelum pergi ke Uni Soviet, Jones dikenal publik sebagai salah satu jurnalis yang berhasil mewawancarai Adolf Hitler di Jerman, berkat koneksi politik yang dimilikinya.
Setelah mewawancarai Hitler, Jones berambisi pergi ke Uni Soviet untuk mewawancarai Stalin. Perdana Menteri Lloyd George membantu Jones dengan membuat surat rekomendasi yang membantunya mendapatkan visa untuk mengunjungi negara komunis tersebut.
Sebelum pergi ke Uni Soviet, Jones mendapat telepon dari salah satu kawan jurnalisnya di Moskow, Paul, bahwa ia sedang menulis berita tentang suatu kejadian besar di Ukraina. Namun, sambungan telepon tersebut diputuskan oleh aparat Uni Soviet yang mendengarkan percakapan tersebut, sebelum Paul dapat menceritakan beritanya kepada Jones.
Pada awal bulan Maret 1933, Jones akhirnya berkunjung ke Moskow. Namun, aparat Uni Soviet melarang jurnalis tersebut untuk keluar dari ibukota Soviet. Di Moskow, ia bertemu dengan jurnalis asal Amerika Serikat, Walter Duranty, yang merupakan kepala biro harian The New York Times di Uni Soviet. Duranty sendiri pada tahun 1932 mendapatkan penghargaan Pulitzer untuk laporannya di Uni Soviet.
Melalui Duranty, Jones mengetahui kalau Paul ternyata sudah tewas di Moskow, di mana Jones diberi informasi bahwa hal tersebut karena perampokan. Jones sendiri akhirnya gagal untuk mewawancarai Stalin di Moskow. Ia pun teringat pada berita tentang Ukraina yang hendak dituliskan oleh kawannya.
Jones akhirnya membuat surat palsu yang bertuliskan bahwa ia merupakan wakil resmi dari Perdana Menteri Lloyd George. Di Moskow, ia bertemu dengan Menteri Luar Negeri Uni Soviet, Maxim Litvinov, di mana Jones mengatakan bahwa ia diberi tugas oleh Lloyd George untuk mengecek pabrik-pabrik Soviet. Hal tersebut dikarenakan Uni Soviet merupakan sekutu militer Britania Raya. Jones mengatakan kepada Litvinov bahwa Lloyd George ingin memastikan industri Soviet memadai bila kelak harus menghadapi invasi militer dari Jerman.
Jones secara spesifik mengatakan ingin melihat pabrik Uni Soviet di Ukraina dan hal tersebut disetujui oleh Litvinov. Pada 7 Maret 1933, Jones akhirnya pergi ke Ukraina bersama dengan salah satu pegawai pemerintahan Uni Soviet. Ketika pegawai tersebut tengah mabuk, Jones akhirnya berhasil melarikan diri dari kereta dan melihat keadaan yang sebenarnya di Ukraina.
Jurnalis asal Wales tersebut akhirnya melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Uni Soviet bukanlah surga pekerja sebagaimana yang digembor-gembrokan oleh Partai Komunis ke dunia internasional. Harga yang harus dibayar untuk mendirikan masyarakat utopia komunis sangat tinggi dan memakan korban hingga jutaan orang.
Jones di Ukraina bertemu dengan anak-anak yang kelaparan, hingga melihat jenazah bergelimpangan jatuh di jalan-jalan kota. Jones juga menjadi saksi mata banyak warga Ukraina yang beralih menjadi kanibal dengan mengkonsumsi saudara dan tetangga mereka sendiri yang telah kehilangan nyawa karena kelaparan.
Jones akhirnya mengambil dokumentasi dalam bentuk foto dan mencatat berbagai pengalaman yang ia dapatkan selama di Ukraina. Ia juga sempat mengunjungi salah satu gudang tempat penimbunan bahan-bahan pangan yang dirampas oleh pemerintah Soviet dari warga Ukraina secara sembunyi-sembunyi. Jones juga menyaksikan warga Ukraina yang kelaparan ditembak di tempat ketika hendak mendekati gudang tempat penimbunan bahan pangan tersebut.
Pemerintah Soviet akhirnya berhasil menemukan Jones di Ukraina. Kemudian, ia diculik dan dibawa kembali ke Moskow. Pemerintah Ukraina juga menangkan lima warga negara Inggris lainnya di Uni Soviet yang dituduh sebagai mata-mata. Atas bantuan dari Duranty, Jones akhirnya dibebaskan dan ia dapat kembali ke Britania Raya. Namun, Pemerintah Soviet mengancam Jones bahwa bila ia berani mempublikasikan berita yang ia dapatkan dari Ukraina, maka warga Inggris yang ditangkap akan dihabisi nyawanya.
Kembali ke London, Jones bertemu dengan penulis kenamaan, George Orwell. Ia pun bercerita mengenai pengalamannya kepada Orwell, serta dilema bila ia mempublikasikan berita mengenai kelaparan di Ukraina. Orwell pun meyakinkan Jones bahwa ia harus mempublikasikan berita tersebut karena bila tidak, jutaan warga Ukraina akan terancam jiwanya.
Jones akhirnya mempublikasikan berita dari Ukraina tersebut melalui salah satu harian di Britania Raya. Berita tersebut langsung menjadi sensasi. Jones juga mengungkapkan bahwa Pemerintah Soviet telah memenjarakan 5 warga negara Britania Raya dan mengancam akan membunuh mereka, bila ia mempublikasikan pengalamannya di Ukraina.
Pemerintah Soviet langsung membantah tuduhan tersebut. Selain itu, warga Britania Raya yang ditangkap juga dibebaskan sebagai upaya untuk membuktikan bahwa tuduhan Jones adalah salah.
Namun, yang Jones tidak sangka adalah, berita tentang bencana kelaparan di Ukraina yang ia tulis tersebut disanggah oleh artikel di harian The New York Times. Artikel tersebut tidak lain ditulis oleh Walter Duranty. Duranty ternyata selama ini bekerja sama dengan Pemerintah Soviet dengan tidak memberitakan hal-hal buruk dan keji yang dilakukan oleh rezim komunis terhadap warganya.
Karena Duranty pada masa itu memiliki kredibilitas yang tinggi, dan ia bekerja untuk salah satu media paling terpercaya di dunia, banyak orang akhirnya meragukan keabsahan dari berita mengenai bencana kelaparan di Ukraina. Mereka menganggap Jones hanya mengada-ada. Tidak sedikit pula yang berpandangan bahwa artikel yang ditulis Jones tersebut membawa muatan politik tertentu.
Artikel mengenai Soviet yang ditulis oleh Duranty sendiri memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pejabat tinggi di Amerika Serikat. Artikel tersebut juga mempengaruhi keputusan Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt, untuk membuka hubungan diplomatik dengan Uni Soviet. Pada bulan November 1933, Roosevelt mengundang Litvinov ke Washington D.C., untuk secara resmi memberi pengakuan terhadap Uni Soviet dan membuka hubungan diplomatik dengan negara komunis tersebut.
Jones sendiri menjadi sangat terpinggirkan di kalangan pekerja media di Britania Raya. Ia akhirnya memutuskan kembali ke Wales. Jones sendiri dilarang mengunjungi Uni Soviet karena artikel yang ditulisnya. Film tersebut ditutup ketika Jones akhirnya mendapat pekerjaan di salah satu koran lokal di Wales.
Namun, berbeda dengan akhir film tersebut, kisah hidup Jones yang sebenarnya tidak berakhir di Wales. Pada akhir tahun 1934, Jones pergi ke Jepang, untuk meliput invasi Jepang terhadap China, yang dikenal dengan sebutan negara Tirai Bambu. Ia berhasil mewawancarai para petinggi militer di negara Matahari Terbit tersebut.
Setelah menghabiskan waktu selama enam minggu di Jepang, Jones memutuskan untuk pergi ke China. Ia mengunjungi wilayah Manchuria yang berada di sebelah utara China, yang pada saat itu sudah diduduki oleh Jepang. Tentara Jepang di Manchuria melarang Jones untuk memasuki wilayah tersebut, dan ia akhirnya pergi ke Beijing.
Namun, dalam perjalanan, Jones akhirnya diculik oleh komplotan bandit. Pada akhirnya, diketahui bahwa penculikan Jones merupakan hal yang direncanakan oleh polisi rahasia Soviet, NKVD, sebagai aksi balas dendam atas artikel yang ditulis oleh jurnalis asal Wales tersebut. Pada 17 Agustus 1935, kepolisian China akhirnya menemukan jenazah Jones yang sudah tidak bernyawa (BBC, 2012).
Kisah mengenai Gareth Jones merupakan perjalanan hidup yang menggambarkan keberanian dan integritas yang tinggi. Sebagai seorang jurnalis, Jones menyadari bahwa kewajiban utama yang ia miliki adalah menyampaikan kebenaran kepada publik, terlepas dari sebesar apapun resiko yang harus ia hadapi. Bahkan, ketika kebenaran tersebut harus ia bayar dengan nyawanya sendiri.
Referensi
https://www.bbc.com/news/uk-wales-south-east-wales-18691109 Diakses pada 19 Juni 2020, pukul 23.30 WIB.

Haikal Kurniawan merupakan editor pelaksana Suara Kebebasan dari Januari 2020 – Januari 2022. Ia merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Haikal menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dengan judul skripsi “Warisan Politik Ronald Reagan Untuk Partai Republik Amerika Serikat (2001-2016).”
Selain menjadi editor pelaksana dan kontributor tetap Suara Kebebasan, Haikal juga aktif dalam beberapa organisasi libertarian lainnya. Diantaranya adalah menjadi anggota organisasi mahasiswa libertarian, Students for Liberty sejak tahun 2015, dan telah mewakili Students for Liberty ke konferensi Asia Liberty Forum (ALF) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun bulan Februari tahun 2016, dan Australian Libertarian Society Friedman Conference di Sydney, Australia pada bulan Mei 2019. Haikal saat ini menduduki posisi sebagai salah satu anggota Executive Board Students for Liberty untuk wilayah Asia-Pasifik (yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, dan New Zealand).
Haikal juga merupakan salah satu pendiri dan koordinator dari komunitas libertarian, Indo-Libertarian sejak tahun 2015. Selain itu, Haikal juga merupakan alumni program summer seminars yang diselenggarakan oleh institusi libertarian Amerika Serikat, Institute for Humane Studies, dimana Haikal menjadi peserta dari salah satu program seminar tersebut di Bryn Mawr College, Pennsylvania, Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2017.
Mewakili Suara Kebebasan, Haikal juga merupakan alumni dari pelatihan Atlas’s Think Tank Essentials yang diselenggarakan oleh Atlas Network pada bulan Februari 2019 di Colombo, Sri Lanka. Selain itu, ia juga merupakan alumni dari workshop International Academy for Leadership (IAF) yang diselenggarakan oleh lembaga Friedrich Naumann Foundation di kota Gummersbach, Jerman, pada bulan Oktober 2018.
Haikal dapat dihubungi melalui email: haikalkurniawan@studentsforliberty.org.
Untuk halaman profil Haikal di Students for Liberty dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk halaman profil Haikal di Consumer Choice Center dapat dilihat melalui tautan ini.