Artikel Dasar Libertarianisme kali ini akan mengangkat tentang pemikiran dari ekonom liberal masyur asal Prancis, Frederic Bastiat. Suara Kebebasan mengambil pembahasan mengenai hal ini dari artikel “An Introduction to Frederic Bastiat’s The Law” yang ditulis oleh Paul Meany di portal Libertarianism.org*. Artikel tersebut membahas mengenai gagasan Bastiat yang tertulis dalam karyanya yang sangat terkenal yang berjudul The Law (terbit tahun 1850).
Buku The Law sendiri merupakan karya dari Bastiat yang ditujukan untuk mengkritik hukum yang diberlakukan di negaranya, Prancis. Prancis pada masa itu dianggap Bastiat telah menjalankan hukum yang sangat bertentangan dengan tujuan dari hukum itu sendiri.
Tujuan hukum, tulis Bastiat, adalah untuk menjaga keadilan, dan bukan justru menjadi alat untuk memberlakukan ketidakadilan kepada masyarakat. Bagi Bastiat, hukum bukanlah hanya sekedar komando yang dipaksakan oleh para politisi dan pnguasa. Hukum haruslah berdasarkan kondisi alamiah manusia (human nature) dan juga prinsip moral yang universal.
Bagi Bastiat, kepribadian, kebebasan, dan kepemilikan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kondisi alamiah manusia. Bagi sebagian kalangan, kebebasan dan kepemilikan dianggap sebagai sesuatu yang diberikan oleh negara. Namun, Bastiat secara lantang menolak pandangan ini. Justru kepemilikan dan kebebasan ada dan hadir sebelum adanya negara, dan tujuan diciptakannya hukum adalah untuk melindungi hak seseorang atas diri, kebebasan, dan properti yang dimilikinya,
Bastiat percaya bahwa setiap individu memiliki hak alamiah atas diri, kebebasan, dan properti yang dimilikinya. Oleh karena itu, setiap orang memiliki hak untuk membela diri bila tubuh, kebebasan, atau propertinya hendak dirampas oleh orang lain. Disinilah munculnya negara, di mana ada sebagian individu yang secara kolektif memutuskan untuk mendirikan institusi yang berfungsi untuk melindungi hak mereka dari agresi pihak lain.
Ketika negara tercipta, bukan berarti lantas institusi tersebut memiliki hak yang tidak terbatas, dan memiliki otoritas baru untuk membuat hukum selain untuk melindungi kebebasan seseorang. Hal ini adalah yang sangat keliru. Bastiat memberi contoh bahwa tindakan perampokan adalah hal yang tidak bisa dibenarkan bila dilakukan oleh perorangan.
Maka dari itu, hal yang sama juga berlaku untuk perampokan secara kolektif. Bila perampasan hak dan kebebasan individu lain secara personal tidak bisa dibenarkan, maka perampasan hak dan kebebasan secara kolektif juga tidak bisa dibenarkan, termasuk juga bila mengatasnamakan institusi negara.
Untuk itu, Bastiat menulis, sangat penting untuk hukum memiliki batasan yang jelas, dan tidak bisa mengatur seluruh hal hingga mendikte kehidupan individu. Hukum hadir bukan untuk meregulasi kehidupan personal seseorang, untuk meredistribusi kepemilikan, atau memberi komando kepada individu untuk melakukan sesuatu. Jangan sampai, hukum yang seharusnya digunakan untuk melindungi hak warga negara malah menjadi alat untuk melakukan tindakan kejahatan.
Bastiat dalam hal ini juga bukan seorang utopis. Ekonom Prancis tersebut mengakui bahwa setiap manusia memiliki tendensi untuk berbuat curang dan kejahatan. Hal ini dikarenakan manusia cenderung untuk memilih menghindari kesakitan. Bekerja keras merupakan kegiatan yang membawa “rasa sakit”seperti kelelahan dan lain-lain. Oleh karena itu, bila seseorang mendapati bahwa dirinya bisa mendapatkan uang atau keuntungan melalui perampasan atau cara-cara yang curang, yang tentunya lebih mudah dibandingkan dengan bekerja keras, maka seseorang akan memiliki kecenderungan untuk melakukan hal tersebut.
Solusi atas persoalan ini adalah, tulis Bastiat, kita harus mampu membangun sistem yang membuat tindakan kecurangan atau perampasan akan membawa kerugian yang lebih besar dibandingkan dengan manfaatnya. Disinilah peran lembaga peradilan untuk menjatuhkan hukuman bagi para pelaku kejahatan sangat penting, supaya insentif seseorang untuk melakukan kejahatan atau bertindak curang demi keuntungannya sendiri semakin kecil.
Tindakan perampasan atau kecurangan ini akan sangat jauh lebih berbahaya bila tindakan tersebut didukung dan dilegalkan oleh institusi negara. Dalam hal ini, Bastiat memperkenalkan istilah yang dikenal dengan nama “legal plunder”, atau penjarahan legal.
Perampokan atau penjarahan legal adalah perampokan atau penjarahan yang digunakan melalui instrumen hukum sebagai sebagai dasar dan untuk membenarkan tindakan tersebut. Beberapa contoh fenomena tersebut yang banyak terjadi di berbagai negara di dunia adalah redistribusi kekayaan secara paksa yang dimiliki seseorang kepada orang lain.
Karena itulah, penting untuk memastikan pemerintahan yang terbatas dan menggunakan instrumen hukum sesuai dengan tujuannya, Bila kita membiarkan hukum untuk mengatur seluruh aspek kehidupan, Bastiat menulis, maka politik akan menjadi segalanya. Segala hal akan menjadi dipolitisasi, mulai dari pendidikan, apa yang bisa kita makan, dan lain sebagainya.
Sebagai penutup, buku klasik The Law karya Bastiat merupakan karya yang masih terus relevan hingga saat ini. Meskipun diterbitkan lebih dari 150 tahun lalu, peringatan dari Bastiat merupakan sesuatu yang harus tetap kita perhatikan.
Hingga saat ini, kita bisa dengan mudah menemukan betapa bahayanya bila kita membiarkan institusi negara menggunakan instrumen hukum untuk melanggar hak dan kebebasan individu. Hasilnya bukan hanya maraknya berbagai praktik korupsi, namun juga kemelaratan, kemiskinan, hingga pemerintahan yang otoriter.
*Artikel ini diambil dari artikel yang ditulis oleh Paul Meany yang berjudul “An Introduction to Frederic Bastiat’s The Law”. Link artikel: https://www.libertarianism.org/articles/introduction-frederic-bastiats-law Diakses pada 5 Juni 2021, pukul 22.45 WIB.

Haikal Kurniawan merupakan editor pelaksana Suara Kebebasan dari Januari 2020 – Januari 2022. Ia merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Haikal menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dengan judul skripsi “Warisan Politik Ronald Reagan Untuk Partai Republik Amerika Serikat (2001-2016).”
Selain menjadi editor pelaksana dan kontributor tetap Suara Kebebasan, Haikal juga aktif dalam beberapa organisasi libertarian lainnya. Diantaranya adalah menjadi anggota organisasi mahasiswa libertarian, Students for Liberty sejak tahun 2015, dan telah mewakili Students for Liberty ke konferensi Asia Liberty Forum (ALF) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun bulan Februari tahun 2016, dan Australian Libertarian Society Friedman Conference di Sydney, Australia pada bulan Mei 2019. Haikal saat ini menduduki posisi sebagai salah satu anggota Executive Board Students for Liberty untuk wilayah Asia-Pasifik (yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, dan New Zealand).
Haikal juga merupakan salah satu pendiri dan koordinator dari komunitas libertarian, Indo-Libertarian sejak tahun 2015. Selain itu, Haikal juga merupakan alumni program summer seminars yang diselenggarakan oleh institusi libertarian Amerika Serikat, Institute for Humane Studies, dimana Haikal menjadi peserta dari salah satu program seminar tersebut di Bryn Mawr College, Pennsylvania, Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2017.
Mewakili Suara Kebebasan, Haikal juga merupakan alumni dari pelatihan Atlas’s Think Tank Essentials yang diselenggarakan oleh Atlas Network pada bulan Februari 2019 di Colombo, Sri Lanka. Selain itu, ia juga merupakan alumni dari workshop International Academy for Leadership (IAF) yang diselenggarakan oleh lembaga Friedrich Naumann Foundation di kota Gummersbach, Jerman, pada bulan Oktober 2018.
Haikal dapat dihubungi melalui email: haikalkurniawan@studentsforliberty.org.
Untuk halaman profil Haikal di Students for Liberty dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk halaman profil Haikal di Consumer Choice Center dapat dilihat melalui tautan ini.