Artikel Dasar Libertarianisme kali ini akan membahas mengenai salah satu pemikir dan penulis yang memiliki sumbangsih besar terahdap perkembangan gagasan liberalisme klasik, Harriet Taylor Mill. Suara Kebebasan mengambil pembahasan mengenai hal ini dari artikel “The Forgotten Legacy of Harriet Taylor Mill” yang ditulis oleh Paul Meany di portal Libertarianism.org*.
Ketika kita membahas mengenai pemikiran gagasan liberalisme di abad ke-19, besar kemungkinan tokoh yang terbesit di pikiran kita adalah John Stuart Mill. Filsuf liberal asal Inggris tersebut memang dianggap banyak kalangan sebagai salah satu pemikir liberal paling besar dan berpengaruh di abad ke-19, dan gagasannya masih tetap memiliki pengaruh besar hingga hari ini.
Buku On Liberty yang ditulis oleh Mill, yang terbit pada tahun 1879, merupakan salah satu literatur paling berpengaruh dalam gagasan liberalisme. Prinsip harm principle yang dikemukakan oleh Mill dalam bukunya masih menjadi salah satu dasar dari diskursus mengenai liberalisme, baik dari aspek filosofi hingga kebijakan publik.
Warisan intelektual John Stuart Mill yang sangat besar terhadap perkembangan gagasan liberalisme klasik memang merupakan sesuatu yang diakui secara universal. Namun, ada satu tokoh besar lain yang memiliki pengaruh besar terhadap gagasan liberalisme yang kerap dilupakan yang juga memiliki pengaruh besar terhadap Mill, yakni istri dari filsuf tersebut, Harriet Taylor Mill.
Paul Meany di awal artikelnya menulis mengenai kehidupan Harriet Taylor Mill. Terlahir pada tahun 1807 di Kota London bagian selatan, Harriet menikah dengan pengusaha John Taylor pada usia 18 tahun. Taylor dalam hal ini tidak membatasi dan justru mendorong hasrat dan kecintaan Harriet tentang literatur, yang merupakan praktik yang tidak umum di era Victoria di Inggris pada masa itu, di mana akses pendidikan terhadap perempuan sangat dibatasi.
Harriet sejak muda tertarik dengan berbagai isu-isu sosial, khususnya mengenai hak perempuan. Ia berpandangan bahwa perempuan di Inggris pada masa itu diperlakukan dengan sangat tidak adil, dan hanya dijadikan sebagai objek untuk dinikahi semata. Harriet menganggap bahwa perempuan di Inggris pada masa itu ada hanya untuk menjaga anak-anak mereka.
Tujuh tahun kemudian, Taylor mengundang John Stuart Mill untuk makan malam di rumahnya, dan diperkenalkan dengan Harriet. Mill dan Harriet akhirnya berkolaborasi untuk menulis berbagai karya yang membahas mengenai seputar isu-isu sosial, politik, dan ekonomi. Salah satu dari karya tersebut adalah buku Mill yang berjudul “Principles of Political Economy”, yang terbit pada tahun 1848. Harriet memberikan banyak masukan dan kontribusi dalam karya tersebut, dan hal itu diakui oleh Mill. Mill menyebut karya tersebut sebagai karya bersama antara ia dan Harriet.
Pada tahun 1849, Taylor meninggal karena terkena kanker. Dua tahun kemudian, Harriet dan Mill menikah. Pernikahan Mill dan Harriet selalu dipenuhi dengan berbagai kegiatan menulis, diskusi, dan bertukar pikiran mengenai berbagai ide-ide besar mengenai sosial, politik, dan ekonomi.
Harriet sendiri memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap Mill. Mill misalnya, sebelumnya menganggap dirinya sebagai reformer sosial daripada filsuf, dan ia lebih condong ingin mempengaruhi perdebatan politik dan juga debat publik dibandingkan membangun gagasan intelektual. Harriet justru menjadi seseorang yang memberi pengaruh terbesar kepada Mill untuk membantunya menulis sesuai dengan kaidah logika dan cara berpikir yang runut dan tepat, sembari tetap mempertahankan idealisme yang dimilikinya.
Karya-karya kolaborasi dari Harriet dan juga Mill bukan hanya buku “Principles of Political Economy”, melainkan juga “On Liberty”. Buku “On Liberty” sendiri, meskipun dipublikasikan setelah Harriet wafat, merupakan hasil pemikiran dan kolaborasi antara mereka berdua selama bertahun-tahun, dan Mill sendiri mengakui bahwa “On Liberty” merupakan karyanya yang paling kolaboratif dengan Harriet. Mill pun juga mendedikasikan buku tersebut untuk istrinya.
Selain berkolaborasi dengan Mill, Harriet sendiri juga banyak menuliskan karya-karya lain dalam bentuk tulisan yang mengkritik berbagai praktik ketidakadilan terhadap perempuan di Inggris pada masa itu. Salah satu yang menjadi fokus Harriet adalah isu mengenai kekerasan domestik.
Harriet dalam hal ini merupakan salah satu pemikir pertama yang menyadari mengenai bahaya jangka panjang dari berbagai perilaku kekerasan domestik terhadap perempuan dan anak-anak, bagaimana perempuan yang menjadi korban kekerasan domestik seringkali diabaikan oleh hukum, dan bagaimana anak-anak yang menjadi korban kelak juga berpotensi dapat menjadi pelaku kekerasan ketika mereka menjadi orang tua ketika dewasa.
Sebagai penutup, sumbangsih Harriet Taylor Mill terhadap perkembangan gagasan liberalisme sangat besar. Hal tersebut juga diakui oleh suaminya, John Stuart Mill, di mana ia menulis bahwa hampir semua karyanya merupakan hasil kolaborasi yang ia lakukan dengan Harriet. Namun, karena Harriet seorang perempuan, kontribusinya kerap dipinggirkan oleh banyak akademisi dan intelektual selama bertahun-tahun.
Harriet tentu bukan satu-satunya tokoh yang kontribusinya terhadap perkembangan gagasan, termasuk juga gagasan liberalisme, yang kerap terlupakan karena gender yang dimilikinya. Untuk itu, sangat penting bagi kita untuk menggali dan membaca kembali sejarah perkembangan gagasan tersebut, dan mengangkat serta mengakui para pemikir, penulis, dan intelektual perempuan yang kontribusinya kerap terpinggirkan dan terlupakan.
*Artikel ini diambil dari tulisan Paul Meany yang berjudul “The Forgotten Legacy of Harriet Taylor Mill.” Link artikel: https://www.libertarianism.org/articles/forgotten-legacy-harriet-taylor-mill Diakses pada 8 Januari 2022, pukul 22.50 WIB.

Haikal Kurniawan merupakan editor pelaksana Suara Kebebasan dari Januari 2020 – Januari 2022. Ia merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Haikal menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dengan judul skripsi “Warisan Politik Ronald Reagan Untuk Partai Republik Amerika Serikat (2001-2016).”
Selain menjadi editor pelaksana dan kontributor tetap Suara Kebebasan, Haikal juga aktif dalam beberapa organisasi libertarian lainnya. Diantaranya adalah menjadi anggota organisasi mahasiswa libertarian, Students for Liberty sejak tahun 2015, dan telah mewakili Students for Liberty ke konferensi Asia Liberty Forum (ALF) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun bulan Februari tahun 2016, dan Australian Libertarian Society Friedman Conference di Sydney, Australia pada bulan Mei 2019. Haikal saat ini menduduki posisi sebagai salah satu anggota Executive Board Students for Liberty untuk wilayah Asia-Pasifik (yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, dan New Zealand).
Haikal juga merupakan salah satu pendiri dan koordinator dari komunitas libertarian, Indo-Libertarian sejak tahun 2015. Selain itu, Haikal juga merupakan alumni program summer seminars yang diselenggarakan oleh institusi libertarian Amerika Serikat, Institute for Humane Studies, dimana Haikal menjadi peserta dari salah satu program seminar tersebut di Bryn Mawr College, Pennsylvania, Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2017.
Mewakili Suara Kebebasan, Haikal juga merupakan alumni dari pelatihan Atlas’s Think Tank Essentials yang diselenggarakan oleh Atlas Network pada bulan Februari 2019 di Colombo, Sri Lanka. Selain itu, ia juga merupakan alumni dari workshop International Academy for Leadership (IAF) yang diselenggarakan oleh lembaga Friedrich Naumann Foundation di kota Gummersbach, Jerman, pada bulan Oktober 2018.
Haikal dapat dihubungi melalui email: haikalkurniawan@studentsforliberty.org.
Untuk halaman profil Haikal di Students for Liberty dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk halaman profil Haikal di Consumer Choice Center dapat dilihat melalui tautan ini.