Artikel Dasar Libertarianisme kali ini akan mengangkat tentang pemikiran John Locke mengenai pemerintah. Suara Kebebasan mengambil pembahasan mengenai hal ini dari artikel “An Introduction to Locke’s Two Treatises” oleh Paul Meany di Libertarianism.org*, yang berangkat dari pertanyaan tentang alasan justifikasi keberadaan institusi pemerintah. Berikut artikel yang sudah kami parafrase dan terjemahkan.
Pertanyaan tentang alasan justifikasi keberadaan institusi pemerintah merupakan salah satu pertanyaan tertua dari filsafat politik. Berbagai pemikir, mulai dari filsuf Yunani Kuno seperti Plato dan Aristoteles, hingga filsuf politik di abad ke-21 berupaya menjawab pertanyaan tersebut melalui berbagai pemikiran dan sudut pandang.
Salah satu tokoh besar yang paling berpengaruh dalam pembahasan tersebut, yang hingga hari ini masih terus dikutip di berbagai kelas ilmu politik dan filsafat politik di seluruh dunia, adalah filsuf kenamaan asal Britania, John Locke. Locke, yang hidup di abad ke-17, dikenal sebagai Bapak Liberalisme. Salah satu karyanya yang paling dikenal, “The Two Treatises of Government”, adalah salah satu literatur paling penting dalam sejarah perkembangan pemikiran dan filsafat politik, dan menginspirasi berbagai konstitusi di banyak negara.
Artikel Meany tersebut membahas mengenai biografi singkat Locke, konteks sejarah singkat pada saat karya tersebut terbit, ide-ide dasar yang dikemukakan dalam The Two Treatises of Government, dan pengaruh karya Locke tersebut terhadap perkembangan pemikiran, gagasan dan filsafat politik.
John Locke dilahirkan pada tahun 1632 di kota Wrington, Inggris, dibesarkan di desa kecil bernama Pensford, dan mendapat pendidikan di Universitas Oxford. Locke sendiri besar di masa pergolakan politik di Inggris, dan semasa hidupnya ia menyaksikan negaranya jatuh ke dalam perang sipil, hingga eksekusi raja. Hal ini kelak akan membentuk gagasan Locke mengenai pemerintah di masa depan.
Eropa pada abad ke-17 dikuasai oleh berbagai pemerintahan monarki absolut, di mana Raja memiliki kekuasaan mutlak terhadap rakyatnya. Salah satu yang tokoh yang membela sistem absolutisme monarki adalah pemikir politik Inggris, Robert Filmer, dalam karyanya yang berjudul “Patriarcha” (terbit pada tahun 1680).
Filmer dalam Patriarcha memberi justifikasi teologis atas sistem monarki absolut yang diberlakukan di berbagai negara di Eropa. Ia menulis bahwa ketika penciptaan pertama manusia, Tuhan memberikan seluruh dunia ini kepada Adam. Adam selanjutnya membagi-bagikan otoritas wilayah kepada keturunannya, dan kelak nantinya akan memunculkan berbagai kerajaan-kerajaan. Oleh karena itu, otoritas raja yang ada di Eropa pada masa itu merupakan sesuatu yang sudah ditentukan dan berasal dari Tuhan.
Locke dalam risalahnya (treatise) yang pertama berupaya untuk menunjukkan kekeliruan dari pandangan Filmer tersebut. Ia menulis dalam Kitab Genesis, tidak pernah dituliskan Tuhan memberikan seluruh dunia ini kepada Adam, atau menetapkan Adam sebagai raja. Dalam kitab Genesis pula, tidak pernah disebutkan adanya otoritas raja yang berasal dari garis keturunan Adam. Oleh karena itu, argumen teologis untuk memberikan justifikasi terhadap sistem monarki absolut sebagaimana yang dituliskan oleh Filmer adalah sesuatu yang tidak tepat.
Setelah meng-counter argumen Filmer dalam risalah pertamanya, memasuki risalah keduanya, Locke memaparkan pandangannya mengenai asal usul negara. Locke menulis bahwa, berbeda dengan pandangan Thomas Hobbes dalam karyanya Leviathan, kehidupan manusia sebelum ada negara, yang dikenal dengan nama state of nature, bukan sesuatu yang brutal dan selalu dipenuhi oleh perang dan kekerasan.
Tanpa adanya otoritas pemerintah, Locke percaya bahwa manusia tetap mampu untuk hidup damai dan harmonis terhadap sesama. Namun, kondisi tersebut bukan berarti kondisi yang sempurna. Tetap akan ada individu-individu yang berupaya untuk mengambil dan melanggar hak orang lain, seperti mencuri dan merampas properti milik orang lain, yang tentunya akan menimbulkan konflik.
Lantas dari mana konsep mengenai properti ini berasal? Bukankah properti adalah hal yang baru muncul ketika kita mendirikan institusi pemerintah?
Locke dalam hal ini menolak pandangan tersebut, dan menulis bahwa properti adalah sesuatu yang sudah ada jauh sebelum adanya pemerintah. Kita semua, setiap indvidu, adalah pemilik dari diri dan tubuh kita sendiri. Oleh karena itu, hasil kerja (labour) yang kita lakukan dengan menggunakan tubuh kita adalah milik kita, dan dari hal itulah konsep mengenai properti lahir.
Untuk melindungi properti yang dimiliki individu, dan menengahi persilisihan yang nantinya muncul, masyarakat di dalam state of nature secara sukarela berkumpul untuk membentuk institusi politik. Kesukarelaan dari seluruh anggota masyarakat mendirikan pemerintahan untuk melindungi hak mereka menjadi legitimasi bagi adanya otoritas pemerintahan.
Berbeda dengan Thomas Hobbbes yang mengadvokasi otoritas pemerintahan yang absolut, Locke menulis bahwa otoritas pemerintah dalam masyarakat sipil harus terbatas. Otoritas pemerintah tidak bisa menjadi tirani yang mengambil properti dan kebebasan individu, karena hal tersebut bertentangan dari tujuan didirikannya institusi pemerintah, yakni untuk melindungi hak dan kebebasan masyarakat yang tinggal di dalamnya.
Oleh karena itu, Locke menulis, bila institusi pemerintah menjadi otoritas yang otoritarian dan merampas hak individu, maka masyarakat memiliki hak untuk melakukan revolusi dan menggantikannya dengan pemerintahan lain yang menghargai hak-hak dasar warganya. Locke sendiri mengidentifikasi dua tanda-tanda munculnya pemerintahan yang tirani.
Pertama, bila penguasa mengganti kedaulatan hukum (rule of law) dengan aturan-aturan yang ia buat sendiri dengan tujuan untuk memperkaya dan menguntungkan dirinya sendiri, sehingga mengkhianati kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat. Kedua, bila penguasa tersebut memberlakukan aturan di luar wewenang yang dimilikinya, sehingga melanggar dan mencederai hak warganya sendiri.
Artikel ini ditutup dengan pengaruh dari The Two Treatises of Government terhadap perkembangan filsafat dan gerakan politik di dunia pada masa-masa setelahnya. Meany menulis bahwa, pemikiran Locke memberi pengaruh yang besar terhadap para bapak Pendiri Amerika Serikat untuk melakukan revolusi di Koloni Amerika demi melepaskan diri dari penjajahan Inggris dan mendirikan negara merdeka.
Tidak hanya di Amerika, pemikiran Locke juga dikutip oleh banyak kaum revolusioner Prancis di abad ke-18. Dari sisi perkembangan gagasan dan filsafat politik, The Two Treatises of Government merupakan salah satu literatur yang paling penting yang mendasari gagasan mengenai hak alamiah (natural rights), yang merupakan fondasi dari liberalisme dan libertarianisme.
*Artikel ini diambil dari tulisan Paul Meany yang berjudul “An Introduction to Locke’s Two Treatises.” Link artikel: https://www.libertarianism.org/articles/introduction-lockes-two-treatises Diakses pada 9 Januari 2021, pukul 23.35 WIB.

Haikal Kurniawan merupakan editor pelaksana Suara Kebebasan dari Januari 2020 – Januari 2022. Ia merupakan alumni dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Haikal menyelesaikan studinya di Universitas Indonesia pada tahun 2018 dengan judul skripsi “Warisan Politik Ronald Reagan Untuk Partai Republik Amerika Serikat (2001-2016).”
Selain menjadi editor pelaksana dan kontributor tetap Suara Kebebasan, Haikal juga aktif dalam beberapa organisasi libertarian lainnya. Diantaranya adalah menjadi anggota organisasi mahasiswa libertarian, Students for Liberty sejak tahun 2015, dan telah mewakili Students for Liberty ke konferensi Asia Liberty Forum (ALF) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tahun bulan Februari tahun 2016, dan Australian Libertarian Society Friedman Conference di Sydney, Australia pada bulan Mei 2019. Haikal saat ini menduduki posisi sebagai salah satu anggota Executive Board Students for Liberty untuk wilayah Asia-Pasifik (yang mencakup Asia Tenggara, Asia Timur, Australia, dan New Zealand).
Haikal juga merupakan salah satu pendiri dan koordinator dari komunitas libertarian, Indo-Libertarian sejak tahun 2015. Selain itu, Haikal juga merupakan alumni program summer seminars yang diselenggarakan oleh institusi libertarian Amerika Serikat, Institute for Humane Studies, dimana Haikal menjadi peserta dari salah satu program seminar tersebut di Bryn Mawr College, Pennsylvania, Amerika Serikat pada bulan Juni tahun 2017.
Mewakili Suara Kebebasan, Haikal juga merupakan alumni dari pelatihan Atlas’s Think Tank Essentials yang diselenggarakan oleh Atlas Network pada bulan Februari 2019 di Colombo, Sri Lanka. Selain itu, ia juga merupakan alumni dari workshop International Academy for Leadership (IAF) yang diselenggarakan oleh lembaga Friedrich Naumann Foundation di kota Gummersbach, Jerman, pada bulan Oktober 2018.
Haikal dapat dihubungi melalui email: haikalkurniawan@studentsforliberty.org.
Untuk halaman profil Haikal di Students for Liberty dapat dilihat melalui tautan ini.
Untuk halaman profil Haikal di Consumer Choice Center dapat dilihat melalui tautan ini.