Dampak Mengerikan Jika Perang Dunia Kembali Terjadi

    295
    Sumber gambar: https://www.reuters.com/world/europe/putin-launches-war-west-saw-coming-was-powerless-stop-2022-02-24/

    Ketika bintang-bintang masih berpedar di angkasa, sekitar pukul 2 pagi pada 2 Agustus 1990, rakyat Kuwait terhentak dengan bunyi letusan yang menganggu tidur nyenyak mereka. Tak ada yang menduga bahwa malam yang tenang itu adalah awal dari petaka.

    Pasukan Irak dengan kekuatan penuh menyerbu Kuwait, tetangga kecilnya yang kaya minyak bumi. Pasukan pertahanan Kuwait kewalahan menghadapi serangan mendadak sehingga banyak di antara mereka gugur dan sebagian terpaksa mundur ke Arab Saudi.

    Emir Kuwait, keluarganya, dan para pemimpin pemerintah lainnya juga menyelamatkan diri ke Arab Saudi, sehingga dalam waktu beberapa jam Ibu Kota Kuwait telah berhasil direbut oleh Irak. Saddam Husein adalah otak dibalik invasi tersebut. Ia mengalihkan hasratnya ke Kuwait, setelah gagal menguasai Iran pada tahun 1981.

    Dengan diinvasinya Kuwait, otomatis 20% produksi minyak dunia berada di tangan Irak. Kuwait juga berperan penting dalam menentukan lalu lintas internasional karena negaranya berbatasan dengan Teluk Persia (Pedomantangerang.com, 02/08/2022).

    Akibat Perang Teluk II yang dilancarkan Irak ke Kuwait, harga minyak hancur pada hari Minggu, (18/1 1991). Penurunan harga terjadi hingga 29% saat pecahnya Perang Teluk. Selain itu, jalur perdagangan di Teluk Persia juga terganggu akibat adanya perang. Otomatis beberapa komoditas import seperti bahan baku menjadi naik tinggi (Kontan.co.id, 12/02/2022).

    Kerusakan properti dan hancurnya ekonomi begitu berdampak bagi dunia hanya disebabkan invasi Irak ke Kuwait. Bisa dibayangkan jika terjadi perang yang lebih besar lagi dengan jumlah negara yang terlibat perang lebih dari dua negara. Kondisi dunia sangat mengerikan jika peperangan besar atau Perang Dunia ke-3 benar-benar terjadi. Jutaan orang akan mati, puluhan juta orang terjerat kemiskinan dan kelaparan, serta hancurnya peradaban akan menghambat perdamaian dan pembangunan untuk kesejahteraan seluruh umat manusia.

    Gambaran perang yang mengerikan dapat kita bayangkan jika kita menonton beberapa film dokumenter atau film komersil lainnya yang bertemakan suasana Perang Dunia I dan II. Contohnya,  film Downfall yang menceritakan suasana Jerman yang hancur lebur akibat perang. Banyak orang tua yang memakan bangkai kuda dan para gadis yang terpaksa mencari air bersih dan obat untuk merawat keluarganya.

    Dalam film Women in Berlin, kita juga akan melihat tontonan yang memilukan dan menjijikan, di mana tentara Uni Soviet dan sekutu mencari perempuan baik gadis, tua dan muda hanya untuk diperkosa melampiaskan nafsu mereka. Gambaran seperti ini juga terjadi di Korea Selatan, di mana ribuan perempuan dipaksa menjadi pelacur untuk memuaskan hasrat seks tentara Jepang.

    Dalam perang, bukan hanya kemanusiaan dan belas kasih yang terinjak-injak. Tetapi, martabat perempuan dan kesejahteraan rakyat juga menjadi korban akibat perang. Gambaran suram ini harusnya sudah tertanam dalam benak pemimpin tiap negara agar mereka menjauhkan arogansi dan fokus pada kesejahteraan rakyatnya.

    ***

    Ketika Rusia berhasrat untuk mencaplok Ukraina, dan mengirim bala tentaranya ke Donbas, Kamis, (24/2/2022), setiap orang khawatir Perang Dunia ke-3 akan meletus. Keganasan perang yang kita tonton dalam film dokumenter dan buku sejarah bukan tidak mungkin akan kita alami juga perang benar-benar meluas.

    Sejarah manusia memang tak bisa lepas dari perang. Catatan sejarah bangsa-bangsa tak pernah lupa merekam peristiwa peperangan dalam sejarah suatu bangsa. Thomas Hobbes, filsuf Britania Raya berkata, bahwa manusia adalah homo homini lupus. Setiap manusia adalah serigala bagi sesamanya.

    Dalam pidato pengukuhan Guru Besarnya di Universitas Sebelas Maret , (19/3/2008),  yang berjudul “Perang Dalam Tata Kehidupan Antarbangsa”, Totok Sarsisto mengatakan bahwa dari tahun 3600 SM manusia hanya merasakan masa damai selama 292 tahun. Dalam rentang waktu tersebut, tercatat bahwa manusia telah berperang sebanyak 14.531 kali dengan korban jiwa mencapai 3.640.000.000 (Sarsisto, 2008).

    Dengan kata lain, walaupun kita semua menginginkan perdamaian, keharmonisan, dan juga ketentraman, faktanya kita tidak bisa mengelak bahwa ego manusia untuk berkuasa merupakan salah satu penyebab perang terjadi.

    Walaupun kita sudah berusaha sekuat hati untuk mencari jalan damai dan  berusaha untuk menjaga perdamaian, toh peperangan dan kekerasan tetap masih dan terus ada. Namun, hal ini bukan berarti kita hanya duduk termangu saja, masyarakat punya peran besar untuk mencegah meletusnya perang.

    Ada beberapa dampak fatal yang harus kita alami jika perang dunia kembali terjadi. Pertama, hilangnya perdamaian. Setiap individu tentu mengharapkan hidup yang damai, tentram dan bahagia. Dengan meletusnya perang, maka perdamaian dan keamanan akan hilang. Setiap waktu orang bisa saja mati akibat serangan udara atau menjadi tenaga sukarela untuk turut serta berperang. Tak ada yang lebih menyedihkan ketimbang ditinggal oleh keluarga yang pergi berperang.

    Kedua, rusaknya ekonomi. Ketika perang meletus maka jangan bermimpi pembangunan akan berjalan. Dalam logika perang, pembangunan yang utama adalah perkuat angkatan perang dan persenjataan. Hal ini berarti kegiatan dan aktivitas ekonomi nasional akan terganggu, sebab seluruh sumberdaya difokuskan untuk memenangkan pertempuran di medan laga.

    Jika ekonomi melemah, maka peluang usaha semakin kecil dan ini berdampak pada banyaknya pengangguran. Selain itu kegiatan ekspor dan impor barang juga menjadi terhambat. Tentu kita ingat serangan kapal selam Jerman kepada kapal kargo Amerika Serikat pada Perang Dunia I dan II, ini menandakan aktivitas ekspor dan impor akan menjadi lumpuh.

    Jika aktivitas ekspor dan impor lumpuh, maka krisis ekonomi makin tak terelakkan, khususnya Indonesia yang sebagian besar masih mengimpor bahan baku tekstil seperti kapas dan juga pangan seperti gandum, sehingga bukan tidak mungkin harga pakaian, roti dan mie instan akan melambung tinggi.

    Ketiga, kehancuran kolosal. Tak ada yang menyangkal bahwa perang bersifat distruktif, menghancurkan dan merusak sebanyak-banyaknya bangunan yang dianggap vital, serta membuat kerugian sebesar-besarnya bagi musuh.

    Pada zaman dahulu, ketika suatu negara kalah berperang, maka negara yang kalah perang tersebut akan dijarah, dibakar, dan dihancurkan sebagai tanda kekuasaan si pemenang perang. Hal ini mungkin tidak terjadi di zaman sekarang, sebab kehancuran tidak lagi di akhir perang, tapi selama perang berlangsung.

    Dengan demikian, perang adalah momen terbaik yang mendukung kemunduran peradaban dan mesin pembunuh paling efektif. Pasca perang, tiap negara pasti akan mengalami krisis ekonomi, kemiskinan, kelaparan, dan juga kerugian akibat hancurnya perang.

    Keempat, hilangnya kebebasan. Kebebasan adalah asas paling asasi bagi setiap individu. Dalam peperangan, kebebasan individu akan tersita, ia tak diizinkan melakukan apa yang diinginkannya. Setiap pria misalnya, akan dipaksa maju ke garis depan untuk berperang dan meninggalkan seluruh kegiatannya.

    Kebebasan, martabat kemanusiaan, dan hati nurani manusia akan terinjak-injak oleh perang. Contohnya pada Perang Dunia II ketika Jerman memburu dan membunuh seluruh etnis Yahudi di Eropa, begitu pula ketika Amerika Serikat mengebom Jepang dengan bom atom.

    Dengan kata lain, jika perang semakin meluas, maka kehancuran peradaban manusia dan juga martabat kemanusiaan dan kebebasan akan tergadaikan. Siapapun yang menang pasti akan mengalami kerugian besar. Pencapaian yang telah kita dapatkan di era digital ini, akan hancur oleh perang. Teknologi yang susah payah kita buat justru akan membawa banyak bangsa kedalam jurang kehancuran dan kemiskinan.

    Karena itulah, sebisa mungkin manusia harus bisa menekan egonya untuk tidak berperang. Memang kita tak mungkin bisa menghilangkan perang dalam sejarah manusia, namun setidaknya kita dapat mencegahnya.

    Referensi

    Sudarsono, Totok. 2008. “Perang Dalam Tata Kehidupan Antarbangsa”,  Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas Sebelas Maret.

    https://investasi.kontan.co.id/news/harga-minyak-dekati-penurunan-rekor-terburuk-sejak-perang-teluk-1991.  Diakses pada 2 Maret 2022, pukul 18.20 WIB.

    https://pedomantangerang.pikiran-rakyat.com/pendidikan/pr-072317961/memori-2-agustus-saddam-hussein-perintahkan-pasukan-irak-invasi-kuwait. Diakses pada 2 Maret 2022, pukul 17.18 WIB