Cerita Webinar Forum Kebebasan: Mengkritisi Perbudakan Modern di Indonesia

325

Praktik perbudakan saat ini mungkin telah lenyap dan terlarang. Perbudakan berarti penindasan hak asasi orang lain yang diperbudak oleh kelompok tertentu yang merasa dirinya memiliki kuasa. Pada masa lampau, perbudakan dan praktik jual-beli budak adalah hal lumrah, termasuk di Indonesia.

Namun, para filsuf dan orang bijaksana yang memiliki kesadaran akan kesetaraan dan hak kemanusiaan  secara tegas mengkritisi praktik perbudakan tersebut. Kritik dan perlawanan terhadap perbudakan inilah yang kemudian mendorong sebuah evolusi peradaban, di mana praktik perbudakan telah disepakati sebagai perbuatan terlarang secara hukum.

Di Indonesia, perbudakan secara jelas merupakan praktik yang inkonstitusional dan bertentangan dengan falsafah Pancasila, di mana Sila Kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang beradab,”secara nyata telah menegaskan larangan terhadap setiap praktik perbudakan.

Meskipun konstitusi telah secara tegas melarang, namun sistem perbudakan kini telah ‘berubah bentuk’. Kasus di Sumatera Utara yang menjerat Bupati Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin,  telah membongkar praktik perbudakan modern yang berkedok rehabilitasi narkoba.

Petugas kepolisian yang kebetulan tengah menggeledah rumah sang bupati yang tertangkap tangan telah melakukan tindak pidana korupsi, menemukan dua buah bangunan kurungan yang modelnya seperti penjara.

Kurungan tersebut diisi  40 orang yang menurut kesaksian penjaga kurungan adalah orang-orang yang ditahan oleh sang bupati karena kedapatan menggunakan narkoba. Tidak hanya itu, orang-orang yang dikurung tersebut juga wajib bekerja di kebun sawit milik bupati tanpa mendapat upah sepeserpun.

Lebih parahnya lagi, banyak di antara mereka yang wajahnya lebam bekas kekerasan. Menurut keterangan polisi, selain melakukan perbudakan, bupati juga melajukan kekerasan terhadap para penghuni kurungan tersebut.

Kasus ini kemudian menjadi trending di media massa sekaligus membuka mata masyarakat bahwa perbudakan tidak sepenuhnya hilang. Perbudakan masih ada dan bertransformasi dalam bentuk lain dan dengan motif lainnya.

Kasus perbudakan di Langkat mendorong Suara Kebebasan menyelenggarakan forum diskusi webinar mengenai kasus perbudakan modern, pada hari Jumat, 11 Februari 2022. Hadir sebagai narasumber adalah Siti Badriyah selaku Koordinator Advokasi dan Kebijakan Migrant CARE dan Muhammad Isnur selaku Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Siti Badriyah menjelaskan bagaimana perbudakan modern telah berjalan dengan berbagai kedok, yang salah salah satunya adalah melalui perdagangan manusia. Dalam hal ini, adalah orang-orang yang diiming-imingi akan bekerja di satu perusahaan baik di dalam dan di luar negeri, namun pada hakikatnya mereka dijebak dan akhirnya dipekerjakan secara paksa.

Jam kerja yang tinggi, upah yang rendah bahkan nol, juga penyiksaan yang dirasakan oleh para pekerja merupakan salah satu bentuk perbudakan modern yang saat ini masih terjadi. Siti Badriyah menjelaskan bahwa salah satu sasaran empuk bagi para pelaku perbudakan adalah orang-orang yang ingin mendapatkan pekerjaan di luar negeri.

Para agensi pekerja migran kerap kali menjadi pelaku dari praktik perdagangan orang tersebut. Yang parahnya lagi, banyak para pekerja merupakan orang awam yang memiliki pendidikan minim sehingga mudah dikelabui oleh para agensi ilegal.

Hal ini yang membuat praktik-praktik perbudakan modern berkedok tenaga kerja migran terjadi. Banyak para pekerja seolah diculik dan dipekerjakan sebagai pekerja seks atau tenaga kasar yang tak memiliki upah yang layak.

Terkait dengan kasus pengurungan orang-orang di Kabupaten Langkat dengan kedok rehabilitasi, secara tegas Siti Badriyah menolak klaim rehabilitasi tersebut. Menurut Siti Badriyah, tempat yang disediakan oleh bupati bukanlah tempat rehabilitasi tapi kerangkeng penjara.

Mereka yang dikurung disana tidak mendapatkan kebebasan, tidak boleh dijenguk oleh pihak keluarga, tidak mendapatkan upah, serta tidur dalam tempat yang sempit. Siti Badriyah secara tegas mengatakan bahwa ini adalah praktik perbudakan, karena kondisi para penghuni kurungan tersebut dipekerjakan secara paksa dan tidak mendapatkan upah sama sekali dari hasil kerjanya.

Kasus perbudakan ini kemudian menjadi masif ketika pemerintah tidak secara sigap dan cepat dalam menyoroti kasus-kasus perbudakan tersebut. Sehingga, praktik perbudakan di bawah tanah tumbuh subur dan menjerat ratusan orang sebagai korbannya.

Pernyataan Siti Badriyah tersebut dibenarkan oleh Muhammad Isnur, bahwa masalah pengakan hukum terhadap kasus perbudakan manusia masih mengkhawatirkan dan masih banyak kejadian yang terjadi dibanding dengan kasus yang naik di media massa.

Muhammad Isnur menuturkan bahwa menurut data Institute of Resource Governance and Social Change dalam satu wilayah di Indonesia saja, yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), pada tahun 2015, tercatat 468 orang menjadi korban.

Dalam Konvensi ILO No. 29 Tahun 1930 (dan berlaku di Indonesia) menjelaskan bahwa kerja paksa atau perbudakan adalah segala bentuk kerja apapun yang dipaksakan oleh seorang pekerja tanpa ada kesukarelaan merupakan perbudakan.

Hal ini juga berlaku dengan tindakan Bupati Langkat yang melakukan tindakan pengurungan para pekerja perkebunan dengan dalih rehabilitasi narkoba. Muhammad Isnur kemudian menuturkan bahwa kasus perbudakan modern di Langkat merupakan puncak gunung es dari kasus lain yang masih tertutupi di Indonesia.

Isnur menuturkan bahwa maraknya praktik pekerja paksa atau perbudakan dikarenakan tiga hal. pertama, penyelewengan jabatan seperti yang dilakukan oleh Bupati Langkat terhadap para pekerja sawitnya. Kedua, kemiskinan. Adanya kemiskinan yang membuat praktik kerja paksa atau kerja dengan upah rendah terjadi di beberapa daerah. Ketiga, ledakan populasi yang menyebabkan langkanya lapangan pekerjaan, sehingga orang terpaksa berkerja apapun asal tetap bisa makan.

Hal inilah yang menurut pemateri yang harus diperhatikan oleh pemerintah jika menginginkan kasus perbudakan di Indonesia tuntas.

***

Dalam proses tanya jawab, beberapa pertanyaan berhasil dikumpulkan oleh moderator yang kemudian diajukan kepada pemateri.

Salah satunya adalah mengenai penetapan upah yang rendah. Jika sebuah perusahaan tidak dapat membayar upah sesuai dengan UMR yang ditetapkan oleh pemerintah, apakah hal itu termasuk salah satu bentuk kerja paksa?

Hal ini dijawab oleh Siti Badriyah bahwa jika sebuah perusahaan membayar karyawan dengan jumlah rendah adalah perbudakan. Selama ada kesadaran dan kesukarelaan dalam melakukan pekerjaan tersebut, maka hal tersebut bukanlah perbudakan.

Pun terhadap para pengusaha, Siti Badriyah juga menambahkan bahwa jika seseorang mengupah pekerjanya dengan  upah dibawah standar, maka lebih baik orang tersebut menyesuaikan beban pekerjaan tersebut dengan upah yang didapatnya.

Pertanyaan lainnya, apa yang menyebabkan kasus perbudakan ini masih marak dan juga kerap terjadi?

Menurut Muhamad Isnur, praktik perbudakan terjadi bisa dikarenakan dua hal, yaitu hukum yang tidak tegas dalam menghapus praktik yang merusak kebebasan manusia tersebut dan karena adanya pembiaran yang dilakukan oleh masyarakat.

Isnur juga menyayangkan kesadaran masyarakat yang rendah terhadap praktik ini. Tidak ada inisiatif dari masyarakat untuk mencegah adanya praktik perbudakan ini. Kesadaran ini yang harusnya dibangun. Masyarakat harus dididik untuk sadar bahwa perbudakan dalam bentuk apapun dan alasan apapun adalah dilarang. Karena itulah, praktik perbudakan adalah tindakan ilegal yang tidak boleh dibiarkan.