Cerita “Liberty Talks” Zoom Suara Kebebasan: “Adam Smith: Life and Ideas”

276

Pada hari Kamis, 19 Mei 2022, Suara Kebebasan mengangkat topik tentang tokoh ekonomi modern dan kapitalisme, Adam Smith “Life and Ideas”, dengan menghadirkan Nurkholisoh Ibnu Aman, Doctoral Researcher, University of Edinburgh, yang juga Anggota Dewan Pengawas Yayasan Kebebasan Indonesia. Adinda Tenriangke Muchtar, Chief Editor Suara Kebebasan, memandu diskusi daring yang dilakukan lewat platform Zoom. Nurkholisoh mengawali diskusinya dengan memperkenal tentang Edinburgh, Scotland, yang kaya akan sejarah intelektual dan keilmuan di berbagai bidang. Di sini pulalah, tempat Adam Smith hidup dan menghasilkan karya-karya besarnya, sampai akhir hayatnya.
Diskusi yang menarik dengan visual dan paparan yang ditampilkan pembicara seolah membawa para peserta laksana peserta tur dan ziarah mengenang Adam Smith. Nurkholisoh menjelaskan karya awal Adam Smith, “The Moral Sentiments”, di mana Adam Smith menjelaskan dan membandingkan tentang dua sifat dasar manusia, yaitu sebagai individu dengan segala kepentingan pribadinya, dan sebagai makhluk sosial yang memiliki simpati, serta konflik yang dialami manusia. Di satu sisi, manusia memiliki ego dan di sisi lain, mempunya rasa peduli. Di buku ini pulalah, Adam Smith membahas tentang kebaikan, hukum, maupun penghargaan. Pembicara juga menceritakan bahwa di masa hidupnya, Adam Smith, bersahabat baik dengan pemikir intelektual lainnya, David Hume, yang terkenal dengan ‘reasoning based on evidence’, yang Adam Smith selalu bela, di tengah religiusnya masyarakat di sana saat itu.
Selanjutnya, pembicara membahas tentang karya terkenal Adam Smith, “The Wealth of Nations”, yang memberi landasan untuk kapitalisme dan memperkenal konsep-konsep ekonomi modern, seperti ‘invisible hand’, ‘division of labor’, ‘gross domestic product’, serta perdagangan bebas dan kompetisi, maupun pasokan dan permintaan. Ia menggarisbawahi pentingnya spesialisasi, di mana hal ini juga kemudian diangkat oleh David Ricardo terkait ‘comparative advantage’ dalam perdagangan. Lebih jauh, patut dicatat, bahwa Adam Smith juga melihat pentingnya institusi berupa sistem peradilan untuk menegakkan hukum. Poin ini juga merupakan salah satu indikator penting dalam mengukur kondisi kebebasan ekonomi suatu negara.
Adam Smith juga percaya, seperti yang tertulis di atas nisannya, bahwa property merupakan hasil kerja keras manusia yang sacral, berharga, dan tidak boleh diganggu gugat. Dengan kata lain, sejak dahulu, Adam Smith telah memperkenalkan dan menggarisbawahi pentingnya hak kepemilikan individu. Bahkan, ia juga berargumen jangan sampai intervensi pemerintah yang dianggap insentif kebijakan malah merusak dan menjadi disinsentif untuk orang bekerja dan bekerja sama, seperti yang dibunyikannya dalam konsep ‘invisible hand’.
Yang menarik dan mungkin tidak banyak yang tahu, di akhir hidupnya, ironinya, Adam Smith justru menjadi seorang regulator yang sepanjang karirnya di bea cukai sebagai petinggi selama 12 tahun, tidak pernah tercatat menerapkan ide-ide yang ditulisnya tentang pasar bebas dan kebebasan ekonomi. Misalnya lewat regulasi yang ketat, penangkapan dan pembakaran, serta perampasan kapal, yang justru menjadikannya sebagai seseorang yang sangat berbakti pada sistem merkantilisme yang dulu jelas-jelas ia kritik dan tentang dalam karyanya. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai hal ini, Nurkholisoh menyarankan untuk membaca “Adam Smith in the Customhouse” (https://www.jstor.org/stable/18322135). Di poin ini, pembicara mengatakan bahwa Adam Smith dikritik terlalu dielu-elukan sebagai seorang intelektual, meski ya iya memang cerdas dan menghasilkan karya-karya besar yang diakui, namun dalam perjalanan hidupnya, dia menunjukkan bahwa dirinya juga adalah seorang manusia yang menikmati posisi dan kehidupan yang lebih baik, lepas dari pertentangannya dengan ide-ide kebebasan ekonomi yang digagas sebelumnya.
Diskusi menarik ini kemudian membawa peserta tur dengan pemandu wisata yang tengah mengerjakan program doktoral ekonomi dan bisnis malam itu ke buku ketiga Adam Smith, yang lagi-lagi juga tidak banyak yang tahu selama ini. Buku “Essays on Philosophical Subjects” diterbitkan setelah Adam Smith wafat oleh kedua teman baiknya, Joseph Black dan James Hutton. Di sini, Adam Smith membahas tentang sejarah astronomi, ilmu fisika kuno, serta logika dan metafisik kuno. Sebuah karya yang menegaskan sifat dasar alamiah kejadian di dunia ini, semacam argument untuk ‘reasoning’, seperti yang disuarakan terlebih dahulu oleh sahabatnya, David Hume.
“Liberty Talks” dengan topik tentang Adam Smith ini direncanakan ada lanjutannya di kesempatan mendatang oleh Nurkholisoh, yang nantinya akan fokus pada bagaimana manifestasi ide-ide Adam Smith dalam konteks kebijakan dan praktiknya. Diskusi seru yang tentu akan dinanti-nanti oleh para peserta tur kebebasan kedepannya. Terima kasih banyak untuk pembicara atas sharing dan wisata seru soal Adam Smith, juga teman-teman peserta tur yang juga semangat ikut berdiskusi santai malam itu. Sampai jumpa di tur kebebasan selanjutnya. Salam Kebebasan!

*****