Cerita Liberty Talks Tentang “Kebebasan Berbicara”

92

Kebebasan berbicara merupakan salah satu aspek penting dalam demokrasi dan masyarakat bebas. Hal ini terlihat dalam kondisi di mana setiap individu memiliki kemerdekaan untuk mengutarakan opini, pikiran, serta gagasan di dalam masyarakat. Hak dasar ini wajib dilindungi dan dijunjung tinggi perwujudannya. Namun, dalam pelaksanaanya hal itu juga kadang berbanding terbalik dan masih jauh panggang daripada api.

Sejarah mencatat bahwa larangan terhadap suatu opini atau gagasan yang mengandung kebenaran bukanlah suatu hal yang sulit ditemukan, baik sejarah di masa lalu maupun saat ini. Peristiwa di masa lalu yang menimpa astronom asal Italia, Galileo Galilei, yang dijatuhi hukuman mati karena pandangannya mengenai posisi bumi di alam semesta, misalnya. Saat ini pun, banyak sekali aturan hukum yang sering dianggap oleh banyak kalangan sebagai hukum yang mengekang kemerdekaan berbicara.

Lantas, bagaimana realita kebebasan berbicara di Indonesia? Bagaimana kaitan kebebasan berbicara dengan libertarianisme? Dan, bagaimana mendorong dan melindungi kebebasan berbicara secara optimal?

Suara Kebebasan membahas hal tersebut dalam Liberty Talks @ Space Twitter, dengan tema “Kebebasan Berbicara”, pada hari Kamis, (8/12). Hadir sebagai narasumber dalam diskusi ini adalah Samuella Christy, Kontributor Suara Kebebasan dan mahasiswa Ilmu Politik di FISIP Universitas Indonesia.

Samuella pada awal diskusi menyampaikan bahwa kebebasan berbicara sesederhana adanya ruang kebebasan dalam menyampaikan pendapat. Kebebasan berbicara sangat dengan libertarianisme karena lekat dengan hak dasar di mana kebebasan berbicara ada di dalamnya.

Kebebasan berbicara sebagai hak dasar memiliki urgensi dengan hak-hak lainnya, seperti hak berkumpul dan berserikat, hak hidup, hak beragama, dan hak lainnya. Hak ini memiliki posisi penting, di mana Samuella menjelaskan bahwa negara punya kepentingan yang erat dan lekat dalam rangka untuk mengisi, menghormati, dan melindungi. Negara tidak bisa melakukan pengambilan hak dasar tersebut secara sewenang-wenang.

Meskipun kebebasan berbicara memiliki banyak pro dan kontra, karena seiring dengan banyak dan berkembangnya media sosial, terjadi pembatasan lewat beragam aturan terhadap kebebasan berbicara, termasuk di media sosial.  Meskipun demikian, kebebasan berbicara harus dilihat sebagai kebebasan, alih-alih sebagai sesuatu yang sekedar diatur saja, namun harus dlihat dari kontekstualisasi bagaimana kebebasan berbicara harus ada dalam interaksi manusia sebagai makhluk sosial.

Tidak dapat dipungkiri misalnya terkait adanya ada opini seperti ujaran kebencian. Kebebasan berbicara memungkinkan adanya diversitas opini yang mungkin berwujud demikian. Namun, menurut Samuella, hhal itu tidak akan terjadi jika ada toleransi di dalam masyarakat. Dalam hal ini, kebebasan adalah sebuah hal yang natural.

Salah satu isu yang juga menarik adalah bagaimana kebebasan berbicara di Indonesia sebagai hak sipil mengalami banyak tantangan, seperti lahirnya banyak aturan yang membatasi kebebasan itu sendiri.  Samuella juga sependapat juga regulasi itu malah mempersempit ruang kebebasan, seperti UU ITE misalnya. Selain itu, pengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juga menjadi sorotan. Samuella juga menggarisbawahi apakah lahirnya hukum justru memberikan dorongan yang positif terhadap kebebasan berbicara. Hal itu bukan mengagetkan karena banyaknya pasal-pasal yang sifatnya anti demokrasi dan anti kritik, seperti pasal penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara, maupun terhadap presiden dan wakil presiden, dan sebagainya.

Terakhir, Samuella mengatakan bahwa negara seharusnya memberikan banyak ruang kreativitas yang aman dan memberdayakan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam sistem yang demokratis. Misalnya melalui platform media sosial dan tumbuhnya ruang diskusi, alih-alih memblokir dan melarang konten-konten tertentu yang  memperkeruh ruang diskusi dengan larangan melalui pasal-pasal multitafsir yang mengancam kebebasan sipil dan kebebasan berekspresi, termasuk kebebasan berbicara, sebagaimana yang masih terdapat dalam beragam kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang ada saat ini.